- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Duet WIN-HT Tinggal Kenangan


TS
yoidahh07
Duet WIN-HT Tinggal Kenangan
Duet WIN-HT Tinggal Kenangan
Quote:

Pada Juli 2013 lalu Partai Hati Nurani Rakyat telah mendeklarasikan nama Wiranto sebagai calon presiden dan Hary Tanoesoedibjo untuk calon wakil presiden. Namun kenyataanya dalam sejumlah hasil hitung cepat pemilihan umum Partai Hanura hanya memperoleh suara 5,40 persen.
Pimilu Legislatif pada 9 April kemarin, telah berhasil dilaksanakan dengan relatif baik, lancar dan demokratis. Tingkat partisipasi pun diindikasikan meningkat berdasar perhitungan cepat (quick count) dari beberapa lembaga survey, antara lain Indonesian Research Center (IRC) yang mengatakan, kemungkian besar tingkat Golput pada pileg 2014, berada dibawah angka golput pada pileg 2009, yang hampir 30%. Selain tingkat Golput yang diprediksi menurun, yang juga mengejutkan dari hasil perihitungan cepat adalah perolehan suara partai Hanura yang mengecewakan.
Perolehan suara Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dalam hitung cepat pemilihan umum (Pemilu) Legislatif 2014 tidak masuk dalam posisi tiga besar peringkat partai nasional.
Hitung Cepat Kompas Pemilu Legislatif 2014 juga menunjukkan partai yang mengusung Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo itu hanya berada di urutan ke sembilan dari 12 partai tingkat nasional. Persentase suara Hanura hanya 4,82 %. Berbeda jauh dengan PDI P yang berada di peringkat pertama dengan 19,63 % dan Partai Golkar di tempat kedua dengan 15,69 %.
Selain itu Partai Hanura juga merupakan salah satu topik favorit di jejaring sosial, twitter. Ada hashtag bertuliskan Win-HT Lagi Frustasi. Kemudian, #Hanura Kalah Total. Selain mengenai Partai Hanura, Pemilu Legislatif 2014 menjadi bahan pembicaraan di twitter. #IndonesiaElectionToday, merupakan topik favorit di Twitter.
Meskipun Partai Hanura belum mau menyerah meski perolehan suara dalam pemilu legislatif tidak terlalu besar, sekitar 5 persen. Hanura masih yakin bisa mengusung pasangan calon Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai capres dan cawapres.
Akan tetapi nampaknya Duet Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai calon presiden dan calon wakil presiden terancam bubar. Perolehan suara Partai Hanura yang hanya berada di kisaran lima persen menyirnakan impian partai itu untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden sendiri.
Hanura mau tidak mau harus intropeksi diri, hasil hitung cepat sejumlah lembaga itu membuat Hanura harus realistis. Win-HT sudah dipastikan berakhir, otomatis selesai. Tinggal nanti apakah kami bisa mengajukan Pak Wiranto sebagai cawapres atau tidak.
Dengan suara Hanura yang hanya mencapai lima persen, sangat tidak logis jika mereka tetap mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Ini harus menjadi pembelajaran untupk Prtai Hanura, Partai Hanura terlalu berbesar kepala saat Hary Tanoe bergabung ke partainya, dengan harapan agar suara Partai Hanura akan terdongkrak cukup tinggi. Namun, nyatanya, duet Win-HT justru membuat partai-partai lain tak melirik Hanura sebagai mitra koalisi.
Nasi telah menjadi bubur, pilihan untuk Hanura, Wiranto dan Hary Tanoe, kini hanya ada 2 pilihan; Pertama, cukup untuk pilpres nanti. Hanura harus bersikap Ksatria dengan menjadi mitra koalisi dari Gerbong pemenang tiga besar yang ada, tanpa terus memaksakan “lawakan” Win-HT atau dari sekarang berani menyatakan sikap untuk menjadi Partai Oposisi kembali.
Mulai dari sekarang, Hanura membenahi, proses rekruitmen, kaderisasi dan program-program partai yang menarik simpati pemilih serta rakyat Indonesia. Tentunya ini juga harus diiringi dengan perubahan pemikiran serta sikap dari Wiranto dan Hary Tanoe sebagai pucuk pimpinan.
Hary Tanoe sibuk membesarkan dirinya sendiri dan takut rugi. Langkah yang diambilnya adalah dengan, menjadi Ketua Bapilu yang mempunyai Hak Otoritas dalam pengaturan strategi pemenangan Partai Hanura, yang membuat Hary Tanoe hanya melaksanakan program yang berkaitan dengan Win-HT. Tetapi support kepada sayap partai untuk rekruitmen, kaderisasi, dan program-program nyata untuk membesarkan Hanura melalui tangan-tangan kadernya, tidak dilakukan Hary Tanoe.
Dengan adanya Hary Tanoe Partai Hanura merasa cukup dengan memasifkan penggunaan media yang dimilikinya untuk kampanye Win-HT dan Hanura. Hary Tanoe seakan tidak menyadari dan belajar, bahwa politik itu kerja nyata didarat dengan melakukan sebanyak-banyaknya perekrutan, kaderisasi yang terukur dan program-program yang populis, seperti yang dilakukan Partai oposisi lainnya yakni PDIP dan Gerindra.
Hary Tanoe terlalu percaya diri dengan mengiklankan dirinya yang bukan tokoh disenangi pemilih kebanyakan di Indonesia yang masih berkarakter tradisional dengan melihat kedekatan emosional etnis dan agama. Ditambah lagi dengan dipasangkan bersama Wiranto, tokoh yang berlatar belakang militer dan telah kalah 2 kali dalam pilpres pada 2004 dan 2009 dianggap banyak pemilih atau rakyat Indonesia, tidak mempunyai tampang dan nasib sebagai Presiden atau pun Wakil Presiden.
Ada informasi yang beredar Hary Tanoe tidak membayar uang saksi yang sudah dijanjikan, hasilnya fatal banyak TPS yang tidak dihadiri atau dikawal oleh saksi yang berasal dari partai Hanura. Dengan begitu, menjadi wajar bahwasannya semua kader loyalis dan simpatisan Partai Hanura menyalahkan Hary Tanoe untuk strategi politiknya.
Dan terbukti, peran Hary Tanoe tidak signifikan. Sampai Yudi Crishnandi mantan Ketua Bapillu Hanura yang digantikan Hary Tanoe, mengatakan bahwa strategi Hary Tanoe sebagai Ketua Bappilu, telah keliru dari awal. Ditengah pemilih yang sudah cerdas, harusnya Wiranto sebagai Ketua Umum Partai Hanura dapat berhitung seperti partai oposisi yakni PDIP dan Gerindra atau bahkan partai baru seperti NasDem yang mempunyai sistem perekrutan, kaderisasi, program dan sikap yang jelas dalam berpolitik..
Pimilu Legislatif pada 9 April kemarin, telah berhasil dilaksanakan dengan relatif baik, lancar dan demokratis. Tingkat partisipasi pun diindikasikan meningkat berdasar perhitungan cepat (quick count) dari beberapa lembaga survey, antara lain Indonesian Research Center (IRC) yang mengatakan, kemungkian besar tingkat Golput pada pileg 2014, berada dibawah angka golput pada pileg 2009, yang hampir 30%. Selain tingkat Golput yang diprediksi menurun, yang juga mengejutkan dari hasil perihitungan cepat adalah perolehan suara partai Hanura yang mengecewakan.
Perolehan suara Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dalam hitung cepat pemilihan umum (Pemilu) Legislatif 2014 tidak masuk dalam posisi tiga besar peringkat partai nasional.
Hitung Cepat Kompas Pemilu Legislatif 2014 juga menunjukkan partai yang mengusung Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo itu hanya berada di urutan ke sembilan dari 12 partai tingkat nasional. Persentase suara Hanura hanya 4,82 %. Berbeda jauh dengan PDI P yang berada di peringkat pertama dengan 19,63 % dan Partai Golkar di tempat kedua dengan 15,69 %.
Selain itu Partai Hanura juga merupakan salah satu topik favorit di jejaring sosial, twitter. Ada hashtag bertuliskan Win-HT Lagi Frustasi. Kemudian, #Hanura Kalah Total. Selain mengenai Partai Hanura, Pemilu Legislatif 2014 menjadi bahan pembicaraan di twitter. #IndonesiaElectionToday, merupakan topik favorit di Twitter.
Meskipun Partai Hanura belum mau menyerah meski perolehan suara dalam pemilu legislatif tidak terlalu besar, sekitar 5 persen. Hanura masih yakin bisa mengusung pasangan calon Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai capres dan cawapres.
Akan tetapi nampaknya Duet Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai calon presiden dan calon wakil presiden terancam bubar. Perolehan suara Partai Hanura yang hanya berada di kisaran lima persen menyirnakan impian partai itu untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden sendiri.
Hanura mau tidak mau harus intropeksi diri, hasil hitung cepat sejumlah lembaga itu membuat Hanura harus realistis. Win-HT sudah dipastikan berakhir, otomatis selesai. Tinggal nanti apakah kami bisa mengajukan Pak Wiranto sebagai cawapres atau tidak.
Dengan suara Hanura yang hanya mencapai lima persen, sangat tidak logis jika mereka tetap mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Ini harus menjadi pembelajaran untupk Prtai Hanura, Partai Hanura terlalu berbesar kepala saat Hary Tanoe bergabung ke partainya, dengan harapan agar suara Partai Hanura akan terdongkrak cukup tinggi. Namun, nyatanya, duet Win-HT justru membuat partai-partai lain tak melirik Hanura sebagai mitra koalisi.
Nasi telah menjadi bubur, pilihan untuk Hanura, Wiranto dan Hary Tanoe, kini hanya ada 2 pilihan; Pertama, cukup untuk pilpres nanti. Hanura harus bersikap Ksatria dengan menjadi mitra koalisi dari Gerbong pemenang tiga besar yang ada, tanpa terus memaksakan “lawakan” Win-HT atau dari sekarang berani menyatakan sikap untuk menjadi Partai Oposisi kembali.
Mulai dari sekarang, Hanura membenahi, proses rekruitmen, kaderisasi dan program-program partai yang menarik simpati pemilih serta rakyat Indonesia. Tentunya ini juga harus diiringi dengan perubahan pemikiran serta sikap dari Wiranto dan Hary Tanoe sebagai pucuk pimpinan.
Hary Tanoe sibuk membesarkan dirinya sendiri dan takut rugi. Langkah yang diambilnya adalah dengan, menjadi Ketua Bapilu yang mempunyai Hak Otoritas dalam pengaturan strategi pemenangan Partai Hanura, yang membuat Hary Tanoe hanya melaksanakan program yang berkaitan dengan Win-HT. Tetapi support kepada sayap partai untuk rekruitmen, kaderisasi, dan program-program nyata untuk membesarkan Hanura melalui tangan-tangan kadernya, tidak dilakukan Hary Tanoe.
Dengan adanya Hary Tanoe Partai Hanura merasa cukup dengan memasifkan penggunaan media yang dimilikinya untuk kampanye Win-HT dan Hanura. Hary Tanoe seakan tidak menyadari dan belajar, bahwa politik itu kerja nyata didarat dengan melakukan sebanyak-banyaknya perekrutan, kaderisasi yang terukur dan program-program yang populis, seperti yang dilakukan Partai oposisi lainnya yakni PDIP dan Gerindra.
Hary Tanoe terlalu percaya diri dengan mengiklankan dirinya yang bukan tokoh disenangi pemilih kebanyakan di Indonesia yang masih berkarakter tradisional dengan melihat kedekatan emosional etnis dan agama. Ditambah lagi dengan dipasangkan bersama Wiranto, tokoh yang berlatar belakang militer dan telah kalah 2 kali dalam pilpres pada 2004 dan 2009 dianggap banyak pemilih atau rakyat Indonesia, tidak mempunyai tampang dan nasib sebagai Presiden atau pun Wakil Presiden.
Ada informasi yang beredar Hary Tanoe tidak membayar uang saksi yang sudah dijanjikan, hasilnya fatal banyak TPS yang tidak dihadiri atau dikawal oleh saksi yang berasal dari partai Hanura. Dengan begitu, menjadi wajar bahwasannya semua kader loyalis dan simpatisan Partai Hanura menyalahkan Hary Tanoe untuk strategi politiknya.
Dan terbukti, peran Hary Tanoe tidak signifikan. Sampai Yudi Crishnandi mantan Ketua Bapillu Hanura yang digantikan Hary Tanoe, mengatakan bahwa strategi Hary Tanoe sebagai Ketua Bappilu, telah keliru dari awal. Ditengah pemilih yang sudah cerdas, harusnya Wiranto sebagai Ketua Umum Partai Hanura dapat berhitung seperti partai oposisi yakni PDIP dan Gerindra atau bahkan partai baru seperti NasDem yang mempunyai sistem perekrutan, kaderisasi, program dan sikap yang jelas dalam berpolitik..
Quote:
0
7.7K
Kutip
65
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan