- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
(Bukti dan analisa, bukan janji) Indonesia Harus Kembali Punya Ketahanan Pangan


TS
bu.set
(Bukti dan analisa, bukan janji) Indonesia Harus Kembali Punya Ketahanan Pangan
BANDUNG, KOMPAS.com — Partai Nasional Demokrat berjanji akan mendorong ketahanan pangan bila memenangi pemilu. Nasib petani akan menjadi perhatian disertai pembenahan sistem pertanian.
"Kalau Jawa Barat tidak bisa memproduksi beras sendiri, maka akan semakin melaratlah warga Jawa Barat," kata Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh di Lapangan Bojong Loa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/3/2014).
Paloh mengaku prihatin dengan kondisi pertanian Indonesia. Menurut Paloh selama ini terlalu banyak energi percuma karena semua pihak hanya saling menyalahkan.
Bila partainya menang pemilu, dia pun bertekad menyediakan pupuk dan alat pertanian yang murah bagi petani. Dengan demikian, ujar dia, petani akan merasakan kemudahan berproduksi.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Nasdem Ferry Mursyldan Baldan mengatakan, ada berbagai cara untuk mengembalikan ketahanan pangan Indonesia. Salah satunya, sebut dia, adalah dengan memperbaiki sistem pertanian.
Selama ini, kata Ferry, sistem pertanian yang digunakan petani adalah tadah hujan. "Padahal kita memiliki sumber air. Artinya yang perlu dimaksimalkan yaitu sistem irigasi," katanya.
Selain itu, lanjut Ferry, diperlukan juga perhitungan lahan pertanian yang ada. Data tersebut diperlukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan petani memproduksi hasil pertanian.
Dengan demikian, kata Ferry, bila ternyata lahan yang ada tak mencukupi maka pemerintah dapat memberi izin pembukaan lahan untuk pertanian. Kendati demikian, ia mengingatkan, proses perizinan pembukaan lahan harus diawasi secara ketat untuk menghindari penyalahgunaan.
Ferry menambahkan, hal terpenting untuk meningkatkan ketahanan pangan adalah memperbaiki mental pemangku kebijakan. Ia mengatakan, para pemangku kebijakan cenderung terlalu mudah untuk mengesahkan kebijakan impor pangan yang merugikan petani.
"Kita seharusnya menjadi negara pengekspor beras bukan sebaliknya. Mindset kita itu selalu menggampangkan impor. Kalau seandainya Indonesia berselisih dengan negara impor, bagaimana kalau dihentikan (pasokannya)?" tegas Ferry.
sumber
komen TS:
untuk netralitas, saya akan gunakan istilah rezim berkuasa, jadi berdasarkan pengalaman yang dialami TS, ada 3 rezim, rezim orde baru, rezim reformasi, dan rezim terkini yang sedang berkuasa.
mari simak beberapa data berikut:
Rata-rata Konsumsi Kalori (KKal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan 1999, 2002-2013 (sumber BPS)


summary data di atas untuk perbandingan rezim reformasi dan rezim terkini (2004-2014), akan digunakan perbandingan data tahun 2003 dengan data 2013, sbb:
- padi-padian : turun 158,49 kkal/hari
- umbi-umbian : turun 24,53 kkal/hari
- ikan : turun 2,82 kkal/hari
- daging : turun 1,75 kkal/hari
- telur dan susu : naik 15,67 kkal/hari
- sayur-sayuran : turun 5,99 kkal/hari
- kacang-kacangan : turun 12,4 kkal/hari
- buah-buahan : turun 7,1 kkal/hari
- minyak dan lemak : turun 13,71 kkal/hari
- bahan minuman : turun 27,19 kkal/hari
- bumbu-bumbuan : turun 1,57 kkal/hari
- konsumsi lainnya : naik 13,23 kkal/hari
- makanan jadi : naik 79,59 kkal/hari (note: data 2003 tanpa minuman beralkohol di dalamnya, sedangkan data 2013 termasuk minuman beralkohol di dalam kelompok makanan jadi ini)
mengapa sektor pangan menjadi sorotan utama?
karena pangan adalah kebutuhan dasar paling utama bagi manusia untuk bertahan hidup.
apa yang membedakan dari rezim sebelumnya dengan rezim terkini terkait persoalan pangan ini?
rezim terkini mengambil pendekatan ekonomi pasar (kecuali beras) untuk pengadaan pangan ini, sehingga harga dan ketersediaan pangan didasari pada mekanisme perdagangan pasar, sedangkan rezim2 sebelumnya menggunakan peran BULOG untuk mengontrol harga dan ketersediaan pangan dari sembako
pendekatan mana yang lebih baik?
dapat dilihat dari data di atas, pendekatan mana yang lebih mampu memberi porsi makan lebih kepada rakyatnya
data tahun 2005, 2007, dan 2008 konsumsi pangan membaik namun kemudian trendnya menurun secara signifikan, apa yang membedakan rezim terkini kala itu dengan sekarang?
adanya sosok JK ketika itu
apakah rezim terkini lebih mensejahterakan rakyatnya, dibanding rezim2 sebelumnya?
silahkan direnungkan, dirasakan, dilihat, pada kenyataan mendasar yang ada
solusi yang saya tawarkan untuk memperbaiki sektor pangan:
kembalikan dan awasi dengan cermat peran BULOG seperti semula, untuk mengontrol sembako, jangan biarkan ketersediaan pangan untuk masyarakat menjadi ajang spekulan dari para pelaku pasar, meskipun mengembalikan peran BULOG ini bertentangan dengan anjuran bank dunia, IMF, dan lembaga donor lainnya, tetapi kita wajib memiliki kemandirian dan kedaulatan atas sektor pangan, tanpa intervensi dari pihak lain, kini dapat dilihat pendekatan ekonomi pasar terhadap sektor pangan, lalu apa jadinya bila pendekatan ekonomi pasar diterapkan pula pada sektor energi? mohon direnungkan dan diresapi bagi Indonesia yang lebih baik.
sekedar tambahan data:
harga beras 2003:
Sejak 2002 hingga akhir 2003, beras selalu dikisaran Rp 2.600-Rp 2.800 liter. sumber
harga beras 2014:
bulan lalu saya beli beras di toserba terdekat dengan harga Rp 11.500/kg (sumber: pengalaman pribadi
)
selanjutnya saya akan melihat kondisi keuangan dari rezim sebelumnya dan rezim terkini, yang menjadi modal utama masing2 rezim untuk mensejahterakan rakyatnya.
apbn 2003:
Pendapatan Negara dan Hibah : Rp 341,0952 T (realisasi s/d 31/12/'03)
Penerimaan Perpajakan : Rp 241,6273 T
Belanja Negara : Rp 374,7642 T
http://www.fiskal.depkeu.go.id/beta/...p?apbn=1030000
apbn 2013:
Pendapatan Negara dan Hibah : Rp 1529,7 T
Penerimaan Perpajakan : Rp 1193 T
Belanja Negara : Rp 1683 T
http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/APBN 2013.pdf
apbn 2013 / apbn 2003:
Pendapatan Negara dan Hibah : naik 4,485 x lipat
Penerimaan Perpajakan : naik 4,937 x lipat
Belanja Negara : naik 4,491 x lipat
aset2 negara yang dijual: (silahkan bila ada yang ingin menambahkan, karena sementara data hanya berdasarkan pengetahuan TS)
rezim reformasi: indosat, telkom, aset2 sitaan BPPN
rezim terkini: krakatau steel, garuda
kedua rezim sama2 jualan aset negara, namun mengapa dengan penarikan pajak yang meningkat nyaris 5x lipat, yang menyertai penguasaan anggaran yang juga meningkat diatas 4x lipat, justru porsi makan masyarakatnya malah berkurang?
setelah melihat kondisi keuangan yang dikuasakan oleh rakyat kepada masing2 rezim, kini mari kita lihat kondisi keuangan rakyatnya, saya mengambil data DKI sebagai parameter kondisi keuangan rakyat, karena UMP DKI merupakan yang tertinggi
PDB per kapita 2003: Rp 9.326.237,64
UMP DKI 2003 : Rp 631.554/bulan setara dengan Rp 7.578.648 / tahun
selisih PDB per kapita dengan UMP DKI 2003 : - Rp 1.747.589,64 / tahun atau 18,73% dari PDB per kapita
PDB per kapita 2013: Rp 37.538.517,8
UMP DKI 2013 : Rp 2.200.000/bulan setara dengan Rp 26.400.000 / tahun
selisih PDB per kapita dengan UMP DKI 2013 : - Rp 11.138.517,8 / tahun atau 29,67% dari PDB per kapita
sumber :
http://www.bps.go.id/tab_sub/print.p...11%20¬ab=76
www.pelita.or.id/baca.php?id=2917 (UMP DKI 2003)
www.gajimu.com › Beranda › Gaji › Gaji Minimum (UMP DKI 2013)
bila dilihat dari data UMP dan PDB di atas, terlihat bahwa pembangunan yang ada justru memperlebar jurang kemakmuran dan pemenuhan kebutuhan mayoritas dari masyarakat, karena data diatas baru menyinggung daerah dengan UMP tertinggi, lalu bagaimana nasib daerah2 lain dengan UMP dibawah DKI Jakarta? yang tentunya semakin lebar lagi selisih pendapatannya
solusi yang saya tawarkan:
ubah paradigma peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan ataupun peningkatan belanja pegawai
, karena hal tersebut mendorong inflasi, tetapi gunakan pendekatan penurunan harga2 kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan, bagaimana caranya? melalui efisiensi anggaran dan peningkatan produktifitas, yang bisa dicapai melalui alih teknologi dan pendidikan
karena benar menurut saya, apa yang pernah diutarakan oleh Sri Mulyani, yaitu "Indonesia punya dana, tetapi salah belanja" maka Indonesia bisa menjadi lebih baik dari sekarang, karena INDONESIA HEBAT !!!
MERDEKA!!!
semoga bermanfaat
amin

"Kalau Jawa Barat tidak bisa memproduksi beras sendiri, maka akan semakin melaratlah warga Jawa Barat," kata Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh di Lapangan Bojong Loa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/3/2014).
Paloh mengaku prihatin dengan kondisi pertanian Indonesia. Menurut Paloh selama ini terlalu banyak energi percuma karena semua pihak hanya saling menyalahkan.
Bila partainya menang pemilu, dia pun bertekad menyediakan pupuk dan alat pertanian yang murah bagi petani. Dengan demikian, ujar dia, petani akan merasakan kemudahan berproduksi.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Nasdem Ferry Mursyldan Baldan mengatakan, ada berbagai cara untuk mengembalikan ketahanan pangan Indonesia. Salah satunya, sebut dia, adalah dengan memperbaiki sistem pertanian.
Selama ini, kata Ferry, sistem pertanian yang digunakan petani adalah tadah hujan. "Padahal kita memiliki sumber air. Artinya yang perlu dimaksimalkan yaitu sistem irigasi," katanya.
Selain itu, lanjut Ferry, diperlukan juga perhitungan lahan pertanian yang ada. Data tersebut diperlukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan petani memproduksi hasil pertanian.
Dengan demikian, kata Ferry, bila ternyata lahan yang ada tak mencukupi maka pemerintah dapat memberi izin pembukaan lahan untuk pertanian. Kendati demikian, ia mengingatkan, proses perizinan pembukaan lahan harus diawasi secara ketat untuk menghindari penyalahgunaan.
Ferry menambahkan, hal terpenting untuk meningkatkan ketahanan pangan adalah memperbaiki mental pemangku kebijakan. Ia mengatakan, para pemangku kebijakan cenderung terlalu mudah untuk mengesahkan kebijakan impor pangan yang merugikan petani.
"Kita seharusnya menjadi negara pengekspor beras bukan sebaliknya. Mindset kita itu selalu menggampangkan impor. Kalau seandainya Indonesia berselisih dengan negara impor, bagaimana kalau dihentikan (pasokannya)?" tegas Ferry.
sumber
komen TS:
untuk netralitas, saya akan gunakan istilah rezim berkuasa, jadi berdasarkan pengalaman yang dialami TS, ada 3 rezim, rezim orde baru, rezim reformasi, dan rezim terkini yang sedang berkuasa.
mari simak beberapa data berikut:
Rata-rata Konsumsi Kalori (KKal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan 1999, 2002-2013 (sumber BPS)


summary data di atas untuk perbandingan rezim reformasi dan rezim terkini (2004-2014), akan digunakan perbandingan data tahun 2003 dengan data 2013, sbb:
- padi-padian : turun 158,49 kkal/hari
- umbi-umbian : turun 24,53 kkal/hari
- ikan : turun 2,82 kkal/hari
- daging : turun 1,75 kkal/hari
- telur dan susu : naik 15,67 kkal/hari
- sayur-sayuran : turun 5,99 kkal/hari
- kacang-kacangan : turun 12,4 kkal/hari
- buah-buahan : turun 7,1 kkal/hari
- minyak dan lemak : turun 13,71 kkal/hari
- bahan minuman : turun 27,19 kkal/hari
- bumbu-bumbuan : turun 1,57 kkal/hari
- konsumsi lainnya : naik 13,23 kkal/hari
- makanan jadi : naik 79,59 kkal/hari (note: data 2003 tanpa minuman beralkohol di dalamnya, sedangkan data 2013 termasuk minuman beralkohol di dalam kelompok makanan jadi ini)
mengapa sektor pangan menjadi sorotan utama?
karena pangan adalah kebutuhan dasar paling utama bagi manusia untuk bertahan hidup.
apa yang membedakan dari rezim sebelumnya dengan rezim terkini terkait persoalan pangan ini?
rezim terkini mengambil pendekatan ekonomi pasar (kecuali beras) untuk pengadaan pangan ini, sehingga harga dan ketersediaan pangan didasari pada mekanisme perdagangan pasar, sedangkan rezim2 sebelumnya menggunakan peran BULOG untuk mengontrol harga dan ketersediaan pangan dari sembako
pendekatan mana yang lebih baik?
dapat dilihat dari data di atas, pendekatan mana yang lebih mampu memberi porsi makan lebih kepada rakyatnya
data tahun 2005, 2007, dan 2008 konsumsi pangan membaik namun kemudian trendnya menurun secara signifikan, apa yang membedakan rezim terkini kala itu dengan sekarang?
adanya sosok JK ketika itu
apakah rezim terkini lebih mensejahterakan rakyatnya, dibanding rezim2 sebelumnya?
silahkan direnungkan, dirasakan, dilihat, pada kenyataan mendasar yang ada
solusi yang saya tawarkan untuk memperbaiki sektor pangan:
kembalikan dan awasi dengan cermat peran BULOG seperti semula, untuk mengontrol sembako, jangan biarkan ketersediaan pangan untuk masyarakat menjadi ajang spekulan dari para pelaku pasar, meskipun mengembalikan peran BULOG ini bertentangan dengan anjuran bank dunia, IMF, dan lembaga donor lainnya, tetapi kita wajib memiliki kemandirian dan kedaulatan atas sektor pangan, tanpa intervensi dari pihak lain, kini dapat dilihat pendekatan ekonomi pasar terhadap sektor pangan, lalu apa jadinya bila pendekatan ekonomi pasar diterapkan pula pada sektor energi? mohon direnungkan dan diresapi bagi Indonesia yang lebih baik.
sekedar tambahan data:
harga beras 2003:
Sejak 2002 hingga akhir 2003, beras selalu dikisaran Rp 2.600-Rp 2.800 liter. sumber
harga beras 2014:
bulan lalu saya beli beras di toserba terdekat dengan harga Rp 11.500/kg (sumber: pengalaman pribadi

selanjutnya saya akan melihat kondisi keuangan dari rezim sebelumnya dan rezim terkini, yang menjadi modal utama masing2 rezim untuk mensejahterakan rakyatnya.
apbn 2003:
Pendapatan Negara dan Hibah : Rp 341,0952 T (realisasi s/d 31/12/'03)
Penerimaan Perpajakan : Rp 241,6273 T
Belanja Negara : Rp 374,7642 T
http://www.fiskal.depkeu.go.id/beta/...p?apbn=1030000
apbn 2013:
Pendapatan Negara dan Hibah : Rp 1529,7 T
Penerimaan Perpajakan : Rp 1193 T
Belanja Negara : Rp 1683 T
http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/APBN 2013.pdf
apbn 2013 / apbn 2003:
Pendapatan Negara dan Hibah : naik 4,485 x lipat
Penerimaan Perpajakan : naik 4,937 x lipat
Belanja Negara : naik 4,491 x lipat
aset2 negara yang dijual: (silahkan bila ada yang ingin menambahkan, karena sementara data hanya berdasarkan pengetahuan TS)
rezim reformasi: indosat, telkom, aset2 sitaan BPPN
rezim terkini: krakatau steel, garuda
kedua rezim sama2 jualan aset negara, namun mengapa dengan penarikan pajak yang meningkat nyaris 5x lipat, yang menyertai penguasaan anggaran yang juga meningkat diatas 4x lipat, justru porsi makan masyarakatnya malah berkurang?
setelah melihat kondisi keuangan yang dikuasakan oleh rakyat kepada masing2 rezim, kini mari kita lihat kondisi keuangan rakyatnya, saya mengambil data DKI sebagai parameter kondisi keuangan rakyat, karena UMP DKI merupakan yang tertinggi
PDB per kapita 2003: Rp 9.326.237,64
UMP DKI 2003 : Rp 631.554/bulan setara dengan Rp 7.578.648 / tahun
selisih PDB per kapita dengan UMP DKI 2003 : - Rp 1.747.589,64 / tahun atau 18,73% dari PDB per kapita
PDB per kapita 2013: Rp 37.538.517,8
UMP DKI 2013 : Rp 2.200.000/bulan setara dengan Rp 26.400.000 / tahun
selisih PDB per kapita dengan UMP DKI 2013 : - Rp 11.138.517,8 / tahun atau 29,67% dari PDB per kapita
sumber :
http://www.bps.go.id/tab_sub/print.p...11%20¬ab=76
www.pelita.or.id/baca.php?id=2917 (UMP DKI 2003)
www.gajimu.com › Beranda › Gaji › Gaji Minimum (UMP DKI 2013)
bila dilihat dari data UMP dan PDB di atas, terlihat bahwa pembangunan yang ada justru memperlebar jurang kemakmuran dan pemenuhan kebutuhan mayoritas dari masyarakat, karena data diatas baru menyinggung daerah dengan UMP tertinggi, lalu bagaimana nasib daerah2 lain dengan UMP dibawah DKI Jakarta? yang tentunya semakin lebar lagi selisih pendapatannya

solusi yang saya tawarkan:
ubah paradigma peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan ataupun peningkatan belanja pegawai

karena benar menurut saya, apa yang pernah diutarakan oleh Sri Mulyani, yaitu "Indonesia punya dana, tetapi salah belanja" maka Indonesia bisa menjadi lebih baik dari sekarang, karena INDONESIA HEBAT !!!
MERDEKA!!!

semoga bermanfaat
amin

Diubah oleh bu.set 24-03-2014 11:19
0
2.6K
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan