- Beranda
- Komunitas
- Food & Travel
- Catatan Perjalanan OANC
merapi, akhirnya puncak juga..


TS
bimadeexplorer
merapi, akhirnya puncak juga..
Ya, Merapi, sebuah gunung yang sangat terkenal di indonesia. Sebelum perjalanan ini, sebenarnya aku sudah 3 kali ke gunung ini, namun semuanya berakhir di Pasar bubrah, yang pertama pada bulan maret 2011, kami harus turun karena jalur ke puncak belum memungkinkan paska erupsi beberapa bulan sebelumnya. Yang kedua Juni 2011, harus turun karena kepanasan, ya, kondisi yang sangat panas ditambah kami kehabisan air. Yang ketiga desember 2011, tidak bisa ke puncak karena diatas badai. Ya, menyebalkan memang saat harus memutuskan untuk batal ke puncak, tapi, tak masalah, gunung kan gak akan kemana mana, akan selalu ada waktu untuk kembali, cepat atau lambat..
Planning sets.!
Bermula dari membaca kembali biografi dan cerita-cerita tentang soe hok gie, akhirnya rasa ingin kembali ke merapi itu muncul lagi karena gunung ini adalah salah satu kebanggaan gie, selain pangrango, salak dan semeru. Hahaha, Gie pernah kesana, aku juga harus.! Akhirnya aku curhat pada aziz dan dia memutuskan untuk ikut, dan seperti biasa, langsung menentukan hari keberangkatan serta menyebar undangan..
The team.!
Seminggu mengumpulkan tim, akhirnya 9 orang berangkat dengan tujuan masing masing.. Aku untuk gie, aziz karena kangen merapi, mas pian yang latian karena mau ke semeru, mas anduk dan mbak nana karena pengen ke merapi lagi serta molen, kumara, risky dan ridwan karena ini pertama kalinya mereka ke merapi. Sebenarnya rencana kami ber 10, karena mas sigit gak diijinkan ibunya, maka dia batal ikut.. hahaha.. Sabtu sore, 9 Februari 2013, BERANGKAATT..!
Trip managing.!
Tiba di pos pendakian selo pukul setengah 8, briefing sejenak merencanakan perjalanan. Hasilnya, kami istirahat dulu, makan malam dan tidur sampai jam 23.30, jam 24.00 kita mulai pendakian, pos peristirahatan terakhir di batas vegetasi terakhir sebelum masuk daerah pasir dan summit attack dilakukan selepas sunrise. Briefing selesai, mas anduk dan mbak nana turun lagi ke kecamatan mau beli makan, sementara yang lain masak di luar sambil liat bintang,, hahah, i love this moment, melihat bintang sambil ceramah, berbagi pengalaman dan sedikit ilmu dengan adek-adek serta putriku (bukan dalam arti empiris). Kebersamaan yang hangat, cukup hangat untuk melawan hawa dingin malam itu, meski sederhana sekali , hanya 2 bungkus mie instan untuk 7 orang, namun canda dan cerita itu cukup membuat kami kenyang. Pukul 21.30, saatnya tidur, semua dalam posisi nyaman masing masing dan terlelaplah kami..
The climbing start.!
Pukul 24.00, kami telah siap untuk mendaki, berpamitan dengan bapak penjaga pos dan langsung berjalan, ya, tantangan pertama adalah tanjakan beraspal. Tanjakan ini sering disebut sebagai ujian awal para pendaki, sebelum mereka memulai pendakian yang sebenarnya, pendakian sebenarnya dimulai diujung tanjakan ini yaitu tempat datar yang merupakan view point gunung merbabu yang disebut New Selo. Jika biasanya kita memanjatkan doa saat berangkat dari pos pendakian, berbeda dengan di merapi, entah karena alasan apa, para pendaki termasuk kami biasanya berdoa di tempat ini, bukan di pos pendakian. Tiba di New Selo, keringat sudah bercucuran, kami berkumpul lagi, melingkar dan berdoa memohon kelancaran serta keselamatan kepada yang maha kuasa. “gie, tunggulah, aku datang..”
The Real Climbing Started.!
Pendakian sebenarnya dimulai, aziz didepan bersama kumara, yang lain menyusul dibelakang. Jalur pertama, sebuah jalur yang sangat menyebalkan untukku, ya, jalur ladang. Jalan setapak yang naik terus tanpa bonus melintasi ladang penduduk, kondisi jalan kali ini terasa berbeda sejak terakhir kali kesini setahun yang lalu, ya, Jalurnya lebih Menyiksa, dengan perlahan kami melalui jalur ini, keringat mengucur deras dan nafas mulai tersengal. Tiba di jalur yang sedikit datar, kami berhenti sejenak menghela nafas sembari menunggu mbak nana yang ketinggalan. Sembari istirahat, sebuah pertanyaan klasik muncul lagi dibenakku, Jika setiap pendakian itu menyiksa dan melelahkan, kenapa para pendaki itu, termasuk kami disini selalu rindu untuk kembali, mendaki dan mendaki lagi.? Ah entahlah, mungkin pertanyaan ini tak perlu dijawab, ah lupakan.!
Pendakian berlanjut, masih menyusuri jalur ladang yang teramat panjang. Beberapa kali kami berhentiuntuk menghela nafas dan merapatkan barisan. Terlihat diatas kami, ratusan bintang bersinar, ya, inilah kenikmatan tersendiri mendaki di malam hari, walau pemandangan terbatas tapi jika ada bintang atau bulan diatas, maka hati dan pikiran akan tetap nyaman. Selepas jalur ladang, kami menemui percabangan jalur, kearah kiri adalah jalur kartini sedangkan ke kanan adalah jalur biasa. Kami ambil arah kanan, medan kali ini semacam hutan heterogen yang sedikit basah karena embun mulai turun.medan disini sebenarnya menyenangkan, hampir sama seperti medan merbabu sebelum pos 1 tapi lebih curam. Beberapa ratus meter berjalan, kami berhenti sejenak, duduk, kembali melihat bintang, enak memang, tapi kami tak boleh terlalu lama duduk, selain waktu pendakian yang terbatas, hawa dingin juga semakin menjadi karena saat itu pukul 01.30 pagi, jadilah kami berdiri untuk melanjutkan perjalanan dan hal kecil itu tiba. Ya, aku berdiri dan pening terasa kepalaku, mungkin karena lelah, tapi seharusnya tidak, sempat terbayang sesuatu yang aneh aneh tapi, ah lupakan, the show must go on.! Dengan sempoyongan aku melanjutkan perjalanan, puncak harga mati untuk kali ini ! beruntung di sepanjang jalur terdapat banyak pegangan sehingga memudahkan aku yang tak bisa berdiri tegak dan beberapa waktu berjalan akhirnya kami tiba di pos 1.. aaaah,,,
Road To Pos 2.!
Pos 1 merapi berupa batu besar yang terdapat tugu yang telah runtuh diatasnya. Dari pos 1 ke pos 2 jalurnya di punggungan bukit, medan full batu dengan kemiringan 45 derajat, dan itu menyenangkan karena aku tidak bisa berjalan normal jadi merayap di batu batu itu sepertinya akan menyenangkan, hahaha.. jadi teringat nasihat babe “daya juang itu lebih penting dari kekuatan” dan ya, mungkin aku lemah sekarang, tapi demi gie aku akan sampai di puncak, aku yakin,! Dengan semangat yang tersisa kami semua melalui jalur ini perlahan namun pasti, beberapa kali berhenti menghela nafas dan sedikit bercanda, waktu semakin pagi bintang menjadi semakin terang, aah, akhirnya, Pos 2, kami tiba..
Sweet camp.!
Camp yang kami setujui berjarak 200 an meter dari pos 2, yaitu melintasi 1 bukit kecil lagi.berjalan sebentar dan tibalah di batas vegetasi terakhir. Kami memilih tempat di balik batu besar dengan harapan bisa menghindari angin yang bertiup nyaring pagi itu tapi sia sia, anginnya datang dari segala arah, yaudah nikmati saja..
Beralas matras dan berselimut mantol, akhirnya bisa tidur, kami tiba di camp pukul 03.30, jadi masih ada sekitar 1,5 jam untuk istirahat, aku, molen dan kumara tidur, yang lainnya dengan kesibukan masing masing. Oh ya, camp kami mungkin tidak bisa disebut camp, karena tidak ada tenda disana, hanya beberapa matras dan mantol, tumpukan tas, beberapa makanan dan api yang menyala untuk masak, tapi itu cukup, setidaknya untuk istirahat singkat. Angin tak jua berhenti berhembus, hawa dingin yang semakin syahdu pun membuat tidurku tak nyaman, “ah, perasaan dulu gak sedingin ini deh..”
Sunrise,!
Hembus angin semakin kencang, aku terbangun menggigil menahan dingin. Pukul 05.00, ya ini saatnya sunrise, ambil kamera dan siap beraksi. Melihat sunrise di gunung adalah kesenangan tersendiri selain puncak, bahkan banyak orang yang naik gunung hanya untuk melihat orangenya matahari terbit. Menurut penilaian pribadiku, sunrise di merapi adalah yang terbaik dalam hidupku, sama seperti Golden sunrise di sikunir, bahkan bromo pun kalah. bukan lebay, silahkan lihat sendiri kalau tak percaya. Seperti biasa, memotret sunrise adalah hal wajib bagiku, tapi kali ini tak hanya itu, aku juga sambil mengajari aziz dan kumara tentang fotografi, walau belum master, tapi taulah ilmunya, hehehe.. dan pagi itu kami mencoba teknik baru, Zooming, sayang Ixus (kamera sakuku) hanya punya 4x lens zoom dan 4X digital zoom , total hanya 16x tapi tak masalah, buat belajar , itu cukup.
The Summit Attack.!
Puluhan foto dengan berbagai gaya terambil, mantari pun meninggi, orangenya mulai hilang berganti dengan biru, ini waktunya puncak.! Hanya 6 orang yang kepuncak kali ini, minus mas pian, mas anduk dan mbak nana dengan alasan masing masing. Persiapkan bekal secukupnya, tim pertama kumara dan risky, kemudian aku dan aziz disusul molen dan ridwan. Menaiki tanjakan berpasir dan batu menuju pasar bubrah, ah, masih mudah, terus berjalan turun dan tibalah di lerang utara puncak barameru merapi. Kumara dan risky sudah naik, aku dan aziz berpencar, aziz lewat jalur kanan diikuti molen dan ridwan, jalur kanan adalah menaiki pasir secara vertikal sampai di batu besar kemudian melintir kekiri lalu merayap di bebatuan sampai puncak. Sementara aku lewat jalur kiri, melewati pasir 45 derajat kekiri sampai di bekas aliran lahar dingin, kemudian merayap di bebatuan sampai ke puncak, disini ada banyak lubang lubang gas belerang, jadi harus hati hati, batuannya juga rawan longsor, jangan sampai jatuh, karena jika terpeleset kemungkinan besar akan berguling sampai klaten, asyik bukan.?
Akhirnya, Puncak.!
Satu jam an lebih bergerilya di bebatuan itu, akhirnya, kawah berdiameter 300 an meter itu menyambutku dengan gas dan awan panas yang menghembus ke udara, “aah, look gie, i’m up here, can you see me.?” Hahaha, teriakan dalam hati, terdengar gila memang tapi entah mengapa, aku tahu gie pernah kesini walau jejaknya sudah tertimbun material erupsi dan aku percaya, mungkin gie bisa melihatku dari timur sana. Agenda puncak, seperti biasa, duduk diam, mengistirahatkan tubuh yang lelah dan membiarkan otak dan perasaan melayang, melayang bersama hembusan gas sulfatara dari kawah merapi. Ya, itulah nikmatnya puncak, kita tak hanya menemukan kepuasan karena telah mencapainya, tapi lebih dari itu, bagi sebagian orang termasuk saya, puncak gunung dengan pemandangannya mampu menciptakan bayangan-bayangan yang lebih nyata, seakan semua masalah dari kota serta angan-angan itu muncul dengan lebih nyata, lebih jelas, puncak seakan memaksa kita untuk berpikir tentang apa yang sebaiknya dilakukan atau dikatakan, memperjelas keputusan yang harus diambil serta mempertegas sikap akan kejadian-kejadian yang terjadi dibawah, dalam segala bidang tanpa kecuali, termasuk cinta.
Cintaku di puncak merapi.!
Cinta, sesuatu yang teramat abstrak dan kias, yang mampu menimbulkan bahagia, penderitaan dan juga rasa ketagihan. Cinta adalah rasa yang aneh, begitu anehnya sehingga susah dimengerti dan susah pula dilupakan. Cinta memaksa kita untuk belajar menikmatinya, bukan sekedar manikmatinya sebagai kebersamaan ataupun perhatian tapi juga menikmat setiap sisi dari cinta itu sendiri. Cinta, masalah kecil yang menjadi sangat nyata saat itu, cinta, memaksaku mengambil sikap dan keputusan, cinta memaksaku menggunakan logika tertinggi serta perasaan yang terdalam. Dan iya, “aku tinggalkan cintaku diatas sini, silahkan diambil kalau bisa..” , sebuah keputusan yang jelas, aku tak ingin lagi berpura-pura untuk menarik perhatian cinta, hanya ingin menjadi seperti apa adanya dan menunggu sampai ada cinta yang cukup tabah untuk berusaha naik mengambil cintaku diatas sini dan cukup hebat untuk bertahan.
What to do in the top.?
Selesai merenung, kembali ke aktivitas biasa, berfoto, memandangi kawah dan langit dan yang paling menyenangkan adalah tidur. Ya, tidur dibawah terik matahari pagi di kemiringan 45 derajat tepat di bibir kawah merapi, suatu pengalaman yang menyenangkan, namun hal ini sangat tidak disarankan, karena terlalu berbahaya, bisa saja angin berubah arah meniupkan gas beracun kearah kita atau saat kita secara tidak sengaja bergerak, bisa saja kita merosot dan wassalam, anda tau kelanjutannya.!
Time to back down,!
Sejam tertidur, panas matahari mulai terasa menyengat, kami memutuskan untuk segera turun, perjalanan turun bisa dibilang menyenangkan, tidak terlalu melelahkan tapi lebih berbahaya, butuh ketelitian dan kehati-hatian ekstra. Perjalanan turun kami mengambil jalur yang sama, yaitu serong kekiri menuruni bebatuan yang labil, butuh konsentrasi, lengah sedikit kita bisa terpeleset, seperti rizky dan ridwan yang berakhir dengan lecet-lecet. Sampai di batu besar, trek berikutnya menuruni pasir, ah, enak, kita bisa berlari atau berjalan bahkan meluncur menggunakan matras, menyenangkan. tiba dibawah adalah pasar bubrah, berjalan turun lagi sampai di camp.
Packing, let’s go down.!
Tiba di camp, istirahat sebentar menikmati roti dan susu cream untuk menunda lapar. Packing, kemudian semuanya siap untuk pulang. Perjalanan turun, menikmati sisa-sisa keindahan merapi, bertemu monyet di pos 1, berlarian di jalur ladang sampai akhirnya sampai juga di bawah dan anda tau sendiri cerita selanjutnya.. hahaha..
Merapi, setelah 4 kali mencoba akhirnya sampai puncak juga. Perjalanan yang menyenangkan, mesti penuh keringat dan rasa sakit, hahaha.. Merapi, terima kasih untuk keindahan mu,dibalik keganasanmu, kau menyimpan keindahan, materi dan juga cinta, aku akan kembali, memeluk kehangatanmu lagi, aku janji.. Dan gie, tunggulah, aku pasti akan kesana, ketempat kau meraih kebebasan dari kepalsuan dunia ini, cepat atau lambat.. Dan mia, ya, inilah diriku, apakah kau cukup kuat untuk menerimaku.? Entahlah, jawaban itu ada pada dirimu sendiri, tapi ingat, aku selalu ada untuk membawamu kesana, semoga.!
Surakarta , 26 Maret 2013
Planning sets.!
Bermula dari membaca kembali biografi dan cerita-cerita tentang soe hok gie, akhirnya rasa ingin kembali ke merapi itu muncul lagi karena gunung ini adalah salah satu kebanggaan gie, selain pangrango, salak dan semeru. Hahaha, Gie pernah kesana, aku juga harus.! Akhirnya aku curhat pada aziz dan dia memutuskan untuk ikut, dan seperti biasa, langsung menentukan hari keberangkatan serta menyebar undangan..
The team.!
Seminggu mengumpulkan tim, akhirnya 9 orang berangkat dengan tujuan masing masing.. Aku untuk gie, aziz karena kangen merapi, mas pian yang latian karena mau ke semeru, mas anduk dan mbak nana karena pengen ke merapi lagi serta molen, kumara, risky dan ridwan karena ini pertama kalinya mereka ke merapi. Sebenarnya rencana kami ber 10, karena mas sigit gak diijinkan ibunya, maka dia batal ikut.. hahaha.. Sabtu sore, 9 Februari 2013, BERANGKAATT..!
Trip managing.!
Tiba di pos pendakian selo pukul setengah 8, briefing sejenak merencanakan perjalanan. Hasilnya, kami istirahat dulu, makan malam dan tidur sampai jam 23.30, jam 24.00 kita mulai pendakian, pos peristirahatan terakhir di batas vegetasi terakhir sebelum masuk daerah pasir dan summit attack dilakukan selepas sunrise. Briefing selesai, mas anduk dan mbak nana turun lagi ke kecamatan mau beli makan, sementara yang lain masak di luar sambil liat bintang,, hahah, i love this moment, melihat bintang sambil ceramah, berbagi pengalaman dan sedikit ilmu dengan adek-adek serta putriku (bukan dalam arti empiris). Kebersamaan yang hangat, cukup hangat untuk melawan hawa dingin malam itu, meski sederhana sekali , hanya 2 bungkus mie instan untuk 7 orang, namun canda dan cerita itu cukup membuat kami kenyang. Pukul 21.30, saatnya tidur, semua dalam posisi nyaman masing masing dan terlelaplah kami..
The climbing start.!
Pukul 24.00, kami telah siap untuk mendaki, berpamitan dengan bapak penjaga pos dan langsung berjalan, ya, tantangan pertama adalah tanjakan beraspal. Tanjakan ini sering disebut sebagai ujian awal para pendaki, sebelum mereka memulai pendakian yang sebenarnya, pendakian sebenarnya dimulai diujung tanjakan ini yaitu tempat datar yang merupakan view point gunung merbabu yang disebut New Selo. Jika biasanya kita memanjatkan doa saat berangkat dari pos pendakian, berbeda dengan di merapi, entah karena alasan apa, para pendaki termasuk kami biasanya berdoa di tempat ini, bukan di pos pendakian. Tiba di New Selo, keringat sudah bercucuran, kami berkumpul lagi, melingkar dan berdoa memohon kelancaran serta keselamatan kepada yang maha kuasa. “gie, tunggulah, aku datang..”
The Real Climbing Started.!
Pendakian sebenarnya dimulai, aziz didepan bersama kumara, yang lain menyusul dibelakang. Jalur pertama, sebuah jalur yang sangat menyebalkan untukku, ya, jalur ladang. Jalan setapak yang naik terus tanpa bonus melintasi ladang penduduk, kondisi jalan kali ini terasa berbeda sejak terakhir kali kesini setahun yang lalu, ya, Jalurnya lebih Menyiksa, dengan perlahan kami melalui jalur ini, keringat mengucur deras dan nafas mulai tersengal. Tiba di jalur yang sedikit datar, kami berhenti sejenak menghela nafas sembari menunggu mbak nana yang ketinggalan. Sembari istirahat, sebuah pertanyaan klasik muncul lagi dibenakku, Jika setiap pendakian itu menyiksa dan melelahkan, kenapa para pendaki itu, termasuk kami disini selalu rindu untuk kembali, mendaki dan mendaki lagi.? Ah entahlah, mungkin pertanyaan ini tak perlu dijawab, ah lupakan.!
Pendakian berlanjut, masih menyusuri jalur ladang yang teramat panjang. Beberapa kali kami berhentiuntuk menghela nafas dan merapatkan barisan. Terlihat diatas kami, ratusan bintang bersinar, ya, inilah kenikmatan tersendiri mendaki di malam hari, walau pemandangan terbatas tapi jika ada bintang atau bulan diatas, maka hati dan pikiran akan tetap nyaman. Selepas jalur ladang, kami menemui percabangan jalur, kearah kiri adalah jalur kartini sedangkan ke kanan adalah jalur biasa. Kami ambil arah kanan, medan kali ini semacam hutan heterogen yang sedikit basah karena embun mulai turun.medan disini sebenarnya menyenangkan, hampir sama seperti medan merbabu sebelum pos 1 tapi lebih curam. Beberapa ratus meter berjalan, kami berhenti sejenak, duduk, kembali melihat bintang, enak memang, tapi kami tak boleh terlalu lama duduk, selain waktu pendakian yang terbatas, hawa dingin juga semakin menjadi karena saat itu pukul 01.30 pagi, jadilah kami berdiri untuk melanjutkan perjalanan dan hal kecil itu tiba. Ya, aku berdiri dan pening terasa kepalaku, mungkin karena lelah, tapi seharusnya tidak, sempat terbayang sesuatu yang aneh aneh tapi, ah lupakan, the show must go on.! Dengan sempoyongan aku melanjutkan perjalanan, puncak harga mati untuk kali ini ! beruntung di sepanjang jalur terdapat banyak pegangan sehingga memudahkan aku yang tak bisa berdiri tegak dan beberapa waktu berjalan akhirnya kami tiba di pos 1.. aaaah,,,
Road To Pos 2.!
Pos 1 merapi berupa batu besar yang terdapat tugu yang telah runtuh diatasnya. Dari pos 1 ke pos 2 jalurnya di punggungan bukit, medan full batu dengan kemiringan 45 derajat, dan itu menyenangkan karena aku tidak bisa berjalan normal jadi merayap di batu batu itu sepertinya akan menyenangkan, hahaha.. jadi teringat nasihat babe “daya juang itu lebih penting dari kekuatan” dan ya, mungkin aku lemah sekarang, tapi demi gie aku akan sampai di puncak, aku yakin,! Dengan semangat yang tersisa kami semua melalui jalur ini perlahan namun pasti, beberapa kali berhenti menghela nafas dan sedikit bercanda, waktu semakin pagi bintang menjadi semakin terang, aah, akhirnya, Pos 2, kami tiba..
Sweet camp.!
Camp yang kami setujui berjarak 200 an meter dari pos 2, yaitu melintasi 1 bukit kecil lagi.berjalan sebentar dan tibalah di batas vegetasi terakhir. Kami memilih tempat di balik batu besar dengan harapan bisa menghindari angin yang bertiup nyaring pagi itu tapi sia sia, anginnya datang dari segala arah, yaudah nikmati saja..
Beralas matras dan berselimut mantol, akhirnya bisa tidur, kami tiba di camp pukul 03.30, jadi masih ada sekitar 1,5 jam untuk istirahat, aku, molen dan kumara tidur, yang lainnya dengan kesibukan masing masing. Oh ya, camp kami mungkin tidak bisa disebut camp, karena tidak ada tenda disana, hanya beberapa matras dan mantol, tumpukan tas, beberapa makanan dan api yang menyala untuk masak, tapi itu cukup, setidaknya untuk istirahat singkat. Angin tak jua berhenti berhembus, hawa dingin yang semakin syahdu pun membuat tidurku tak nyaman, “ah, perasaan dulu gak sedingin ini deh..”
Sunrise,!
Hembus angin semakin kencang, aku terbangun menggigil menahan dingin. Pukul 05.00, ya ini saatnya sunrise, ambil kamera dan siap beraksi. Melihat sunrise di gunung adalah kesenangan tersendiri selain puncak, bahkan banyak orang yang naik gunung hanya untuk melihat orangenya matahari terbit. Menurut penilaian pribadiku, sunrise di merapi adalah yang terbaik dalam hidupku, sama seperti Golden sunrise di sikunir, bahkan bromo pun kalah. bukan lebay, silahkan lihat sendiri kalau tak percaya. Seperti biasa, memotret sunrise adalah hal wajib bagiku, tapi kali ini tak hanya itu, aku juga sambil mengajari aziz dan kumara tentang fotografi, walau belum master, tapi taulah ilmunya, hehehe.. dan pagi itu kami mencoba teknik baru, Zooming, sayang Ixus (kamera sakuku) hanya punya 4x lens zoom dan 4X digital zoom , total hanya 16x tapi tak masalah, buat belajar , itu cukup.
The Summit Attack.!
Puluhan foto dengan berbagai gaya terambil, mantari pun meninggi, orangenya mulai hilang berganti dengan biru, ini waktunya puncak.! Hanya 6 orang yang kepuncak kali ini, minus mas pian, mas anduk dan mbak nana dengan alasan masing masing. Persiapkan bekal secukupnya, tim pertama kumara dan risky, kemudian aku dan aziz disusul molen dan ridwan. Menaiki tanjakan berpasir dan batu menuju pasar bubrah, ah, masih mudah, terus berjalan turun dan tibalah di lerang utara puncak barameru merapi. Kumara dan risky sudah naik, aku dan aziz berpencar, aziz lewat jalur kanan diikuti molen dan ridwan, jalur kanan adalah menaiki pasir secara vertikal sampai di batu besar kemudian melintir kekiri lalu merayap di bebatuan sampai puncak. Sementara aku lewat jalur kiri, melewati pasir 45 derajat kekiri sampai di bekas aliran lahar dingin, kemudian merayap di bebatuan sampai ke puncak, disini ada banyak lubang lubang gas belerang, jadi harus hati hati, batuannya juga rawan longsor, jangan sampai jatuh, karena jika terpeleset kemungkinan besar akan berguling sampai klaten, asyik bukan.?
Akhirnya, Puncak.!
Satu jam an lebih bergerilya di bebatuan itu, akhirnya, kawah berdiameter 300 an meter itu menyambutku dengan gas dan awan panas yang menghembus ke udara, “aah, look gie, i’m up here, can you see me.?” Hahaha, teriakan dalam hati, terdengar gila memang tapi entah mengapa, aku tahu gie pernah kesini walau jejaknya sudah tertimbun material erupsi dan aku percaya, mungkin gie bisa melihatku dari timur sana. Agenda puncak, seperti biasa, duduk diam, mengistirahatkan tubuh yang lelah dan membiarkan otak dan perasaan melayang, melayang bersama hembusan gas sulfatara dari kawah merapi. Ya, itulah nikmatnya puncak, kita tak hanya menemukan kepuasan karena telah mencapainya, tapi lebih dari itu, bagi sebagian orang termasuk saya, puncak gunung dengan pemandangannya mampu menciptakan bayangan-bayangan yang lebih nyata, seakan semua masalah dari kota serta angan-angan itu muncul dengan lebih nyata, lebih jelas, puncak seakan memaksa kita untuk berpikir tentang apa yang sebaiknya dilakukan atau dikatakan, memperjelas keputusan yang harus diambil serta mempertegas sikap akan kejadian-kejadian yang terjadi dibawah, dalam segala bidang tanpa kecuali, termasuk cinta.
Cintaku di puncak merapi.!
Cinta, sesuatu yang teramat abstrak dan kias, yang mampu menimbulkan bahagia, penderitaan dan juga rasa ketagihan. Cinta adalah rasa yang aneh, begitu anehnya sehingga susah dimengerti dan susah pula dilupakan. Cinta memaksa kita untuk belajar menikmatinya, bukan sekedar manikmatinya sebagai kebersamaan ataupun perhatian tapi juga menikmat setiap sisi dari cinta itu sendiri. Cinta, masalah kecil yang menjadi sangat nyata saat itu, cinta, memaksaku mengambil sikap dan keputusan, cinta memaksaku menggunakan logika tertinggi serta perasaan yang terdalam. Dan iya, “aku tinggalkan cintaku diatas sini, silahkan diambil kalau bisa..” , sebuah keputusan yang jelas, aku tak ingin lagi berpura-pura untuk menarik perhatian cinta, hanya ingin menjadi seperti apa adanya dan menunggu sampai ada cinta yang cukup tabah untuk berusaha naik mengambil cintaku diatas sini dan cukup hebat untuk bertahan.
What to do in the top.?
Selesai merenung, kembali ke aktivitas biasa, berfoto, memandangi kawah dan langit dan yang paling menyenangkan adalah tidur. Ya, tidur dibawah terik matahari pagi di kemiringan 45 derajat tepat di bibir kawah merapi, suatu pengalaman yang menyenangkan, namun hal ini sangat tidak disarankan, karena terlalu berbahaya, bisa saja angin berubah arah meniupkan gas beracun kearah kita atau saat kita secara tidak sengaja bergerak, bisa saja kita merosot dan wassalam, anda tau kelanjutannya.!
Time to back down,!
Sejam tertidur, panas matahari mulai terasa menyengat, kami memutuskan untuk segera turun, perjalanan turun bisa dibilang menyenangkan, tidak terlalu melelahkan tapi lebih berbahaya, butuh ketelitian dan kehati-hatian ekstra. Perjalanan turun kami mengambil jalur yang sama, yaitu serong kekiri menuruni bebatuan yang labil, butuh konsentrasi, lengah sedikit kita bisa terpeleset, seperti rizky dan ridwan yang berakhir dengan lecet-lecet. Sampai di batu besar, trek berikutnya menuruni pasir, ah, enak, kita bisa berlari atau berjalan bahkan meluncur menggunakan matras, menyenangkan. tiba dibawah adalah pasar bubrah, berjalan turun lagi sampai di camp.
Packing, let’s go down.!
Tiba di camp, istirahat sebentar menikmati roti dan susu cream untuk menunda lapar. Packing, kemudian semuanya siap untuk pulang. Perjalanan turun, menikmati sisa-sisa keindahan merapi, bertemu monyet di pos 1, berlarian di jalur ladang sampai akhirnya sampai juga di bawah dan anda tau sendiri cerita selanjutnya.. hahaha..
Merapi, setelah 4 kali mencoba akhirnya sampai puncak juga. Perjalanan yang menyenangkan, mesti penuh keringat dan rasa sakit, hahaha.. Merapi, terima kasih untuk keindahan mu,dibalik keganasanmu, kau menyimpan keindahan, materi dan juga cinta, aku akan kembali, memeluk kehangatanmu lagi, aku janji.. Dan gie, tunggulah, aku pasti akan kesana, ketempat kau meraih kebebasan dari kepalsuan dunia ini, cepat atau lambat.. Dan mia, ya, inilah diriku, apakah kau cukup kuat untuk menerimaku.? Entahlah, jawaban itu ada pada dirimu sendiri, tapi ingat, aku selalu ada untuk membawamu kesana, semoga.!
Surakarta , 26 Maret 2013
0
2K
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan