- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[KISAH] Dibalik Diamnya Pak Boed
TS
Fandykriboo
[KISAH] Dibalik Diamnya Pak Boed
Quote:
Boediono yang sendirian.
Quote:
Quote:
Selamat Pagi Sahabat Dahsyat Eh Kaskus maksudnya
Hari Rabu, 19 Maret 2014, TS menyaksikan Acara di sebuah Stasiun TV Swasta yang berjudul MataNajwa dan ReRun nya yang ditayangkan Hari Minggu, 23 Maret 2014. Pada episode tersebut MataNajwa menampilkan sosok yangn menurut TS adalah sosok yang kontroversial, yaitu Pak Boediono Sang Wapres RI. Kenapa TS bilang kontroversial, karena beliau adalah orang yang jarang berbicara, bicara hanya seperlunya sehingga menimbulkan kesan acuh tak acuh dihadapan media maupun masyarakat RI.
TS tertarik untuk mengulik lebih dalam pribadi Pak Boed dibalik sikap diamnya yang banyak warga Indonesia menilai negatif beliau atas kinerjanya. Bahkan TS ingat pernah ada thread yang membahas apa kerja beliau. Sangat menyedihkan bagi TS karena banyak warga Indonesia yang menilai negatif akan kinerja Beliau tapi dengan segala kerendahan hatinya Pak Boed tetap menanggapinya dengan celotehan khasnya “ Oh Gitu ya “
Berikut sedikit review tentang beliau :.
Hari Rabu, 19 Maret 2014, TS menyaksikan Acara di sebuah Stasiun TV Swasta yang berjudul MataNajwa dan ReRun nya yang ditayangkan Hari Minggu, 23 Maret 2014. Pada episode tersebut MataNajwa menampilkan sosok yangn menurut TS adalah sosok yang kontroversial, yaitu Pak Boediono Sang Wapres RI. Kenapa TS bilang kontroversial, karena beliau adalah orang yang jarang berbicara, bicara hanya seperlunya sehingga menimbulkan kesan acuh tak acuh dihadapan media maupun masyarakat RI.
TS tertarik untuk mengulik lebih dalam pribadi Pak Boed dibalik sikap diamnya yang banyak warga Indonesia menilai negatif beliau atas kinerjanya. Bahkan TS ingat pernah ada thread yang membahas apa kerja beliau. Sangat menyedihkan bagi TS karena banyak warga Indonesia yang menilai negatif akan kinerja Beliau tapi dengan segala kerendahan hatinya Pak Boed tetap menanggapinya dengan celotehan khasnya “ Oh Gitu ya “
Berikut sedikit review tentang beliau :.
Spoiler for Open:
Sebelumnya mohon maaf kalau tulisannya terlampau panjang, pepatah bilang tak kenal maka tak sayang. Kita belum mengenal sosok beliau alangkah baiknya anda luangkan waktu untuk menyimak sosok beliau yang jauh dari hirup pikuk dunia politik dan media
Quote:
Quote:
Profil
Prof. Dr. Boediono, M.Ec. lahir di Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943. SD hingga SMA ia kenyam di tempat kelahirannya itu. Pada 1967, ia memperoleh gelar Bachelor of Economics (Hons.) dari Universitas Western Australia. Lima tahun kemudian, gelar Master of Economics diperoleh dari Universitas Monash. Kemudian pada tahun 1979, ia mendapatkan gelar S3 (Ph.D.) dalam bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania, salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia.
Pada 1999, beliau mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah Republik Indonesia dan “Distinguished International Alumnus Award” dari University of Western Australia pada tahun 2007.
Mulai dari 17 Mei 2008 - 17 Mei 2009, ayah dari Ekarini (39 tahun) dan Kurniawan (35 tahun) ini menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Ia mengundurkan diri dari jabatan Gubernur Bank Indonesia terkait pencalonannya sebagai Wakil Presiden dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Pemilihan Umum Presiden 2009.
Sebelumnya menjabat Gubernur Bank Indonesia, beliau menjabat sebagai Menko Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu (5 Desember 2005 – 17 Mei 2008). Boediono juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan Indonesia dalam Kabinet Gotong Royong (2001 – 2004) pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Sebelumnya pada Kabinet Reformasi Pembangunan (1998 - 1999) pimpinan Presiden BJ Habibie, Boediono menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Ia juga pernah menjabat sebagai Direktur Bank Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto.
Di bidang akademis, suami Herawati (64 tahun) ini mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, di universitas ini pula ia diangkat sebagai Guru Besar pada Februari 2007. Di kalangan teman-teman dan orang-orang yang seringkali berinteraksi dengannya, ia dikenal sebagai The man who gets the job done. Ia seperti air yang tak beriak – tenang tapi dalam. Ia lebih sering memilih bekerja diam-diam, jauh dari keriuhan dan pujian. Namun semua kawannya tahu, di tangannya hampir semua pekerjaan dan tugas berakhir dengan baik.
Boediono pertama kali diangkat menjadi menteri pada 1998 dalam Kabinet Reformasi Pembangunan sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Setahun kemudian, ketika terjadi peralihan kabinet dan kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie ke Abdurrahman Wahid, ia digantikan oleh Kwik Kian Gie.
Ia kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan pada 2001 dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal Ramli. Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional dan mengakhiri kerjasama dengan lembaga tersebut. Oleh BusinessWeek, ia dipandang sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam kabinet tersebut. Di kabinet ini, ia bersama Dorodjatun Kuntjorojakti, yang menduduki posisi Menko Perekonomian, dijuluki “The Dream Team” karena mereka dinilai berhasil menguatkan stabilitas makroekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih dari Krisis Moneter 1998. Ia juga berhasil menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran Rp 9.000 per dolar AS.
Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, banyak orang yang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya, namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar. Boediono sendiri memang waktu itu memilih untuk beristirahat dan kembali mengajar. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005, Boediono kembali masuk kabinet, diangkat menggantikan Aburizal Bakrie sebagai Menko Perekonomian.
Pada 9 April 2008, DPR mengesahkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Burhanuddin Abdullah. Ia merupakan calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pengangkatannya didukung oleh banyak kalangan.
Boediono menjadi calon wakil presiden 2009-2014 mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dideklarasikan pada 15 Mei 2009 di Sasana Budaya Ganesha kota Bandung. Jika terpilih, dia akan menjadi wakil presiden pertama yang berlatar belakang ekonomi dan non-partisan setelah Mohammad Hatta (wakil presiden pertama RI). Bersama sahabat-sahabatnya, Boediono berangkat ke Bandung dengan menggunakan kereta api regular Parahyangan, kelas ekonomi.
Pada 1999, beliau mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah Republik Indonesia dan “Distinguished International Alumnus Award” dari University of Western Australia pada tahun 2007.
Mulai dari 17 Mei 2008 - 17 Mei 2009, ayah dari Ekarini (39 tahun) dan Kurniawan (35 tahun) ini menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Ia mengundurkan diri dari jabatan Gubernur Bank Indonesia terkait pencalonannya sebagai Wakil Presiden dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Pemilihan Umum Presiden 2009.
Sebelumnya menjabat Gubernur Bank Indonesia, beliau menjabat sebagai Menko Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu (5 Desember 2005 – 17 Mei 2008). Boediono juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan Indonesia dalam Kabinet Gotong Royong (2001 – 2004) pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Sebelumnya pada Kabinet Reformasi Pembangunan (1998 - 1999) pimpinan Presiden BJ Habibie, Boediono menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Ia juga pernah menjabat sebagai Direktur Bank Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto.
Di bidang akademis, suami Herawati (64 tahun) ini mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, di universitas ini pula ia diangkat sebagai Guru Besar pada Februari 2007. Di kalangan teman-teman dan orang-orang yang seringkali berinteraksi dengannya, ia dikenal sebagai The man who gets the job done. Ia seperti air yang tak beriak – tenang tapi dalam. Ia lebih sering memilih bekerja diam-diam, jauh dari keriuhan dan pujian. Namun semua kawannya tahu, di tangannya hampir semua pekerjaan dan tugas berakhir dengan baik.
Boediono pertama kali diangkat menjadi menteri pada 1998 dalam Kabinet Reformasi Pembangunan sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Setahun kemudian, ketika terjadi peralihan kabinet dan kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie ke Abdurrahman Wahid, ia digantikan oleh Kwik Kian Gie.
Ia kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan pada 2001 dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal Ramli. Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional dan mengakhiri kerjasama dengan lembaga tersebut. Oleh BusinessWeek, ia dipandang sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam kabinet tersebut. Di kabinet ini, ia bersama Dorodjatun Kuntjorojakti, yang menduduki posisi Menko Perekonomian, dijuluki “The Dream Team” karena mereka dinilai berhasil menguatkan stabilitas makroekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih dari Krisis Moneter 1998. Ia juga berhasil menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran Rp 9.000 per dolar AS.
Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, banyak orang yang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya, namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar. Boediono sendiri memang waktu itu memilih untuk beristirahat dan kembali mengajar. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005, Boediono kembali masuk kabinet, diangkat menggantikan Aburizal Bakrie sebagai Menko Perekonomian.
Pada 9 April 2008, DPR mengesahkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Burhanuddin Abdullah. Ia merupakan calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pengangkatannya didukung oleh banyak kalangan.
Boediono menjadi calon wakil presiden 2009-2014 mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dideklarasikan pada 15 Mei 2009 di Sasana Budaya Ganesha kota Bandung. Jika terpilih, dia akan menjadi wakil presiden pertama yang berlatar belakang ekonomi dan non-partisan setelah Mohammad Hatta (wakil presiden pertama RI). Bersama sahabat-sahabatnya, Boediono berangkat ke Bandung dengan menggunakan kereta api regular Parahyangan, kelas ekonomi.
Quote:
Quote:
Dibalik Diamnya Boediono
Saya agak tergelitik ingin membuat tulisan ini setelah melihat sosok Pak Boed di acara Mata Najwa kemarin malam.
Di awal acara, Najwa pun seperti kesusahan meminta komentar panjang Pak Boed mengenai banyak hal, tetap bersahaja dan menjawab tanpa dihiasi kata kata provokatif untuk membela dirinya sendiri.
Ketika Najwa menunjukkan video yang menunjukkan betapa kalah populer nya beliau dengan Jokowi saat keduanya blusukan ke sebuah sekolah dengan ramai terdengar teriakan “Jokowi Jokowi Jokowi” dan Pak Boed hanya tersenyum saja sembari menyalami para guru ( dan para guru tersebut terlihat sekali terburu buru dan ingin bergeser untuk salaman dengan Jokowi ).
” Pak Jokowi tentu nya bukan lawan saya haha.., karena saya tidak pernah mengejar kepopuleran, saya tidak terganggu dengan hal tersebut”
” Jadi apa yang dikejar pak ?”
” apa yang ingin saya laksanakan dari hati saya, orang hidup itu hanya satu kali, jadi buat apa saya mengejar hal hal yang tidak saya inginkan. Saya tidak menginginkan hal itu ( kepopuleran ).”
Dikenal sebagai RI 2, dan sering tampil dalam panggung sebagai pengganti presiden. Pelit bicara, membuat media bosan dan melihatnya sebagai figur yang tak menghasilkan berita. Sikap sederhana beliau yang cenderung menutup diri dari media membuahkan caci maki dari banyak warganya yang menganggap nya tak pernah bekerja. Dengan persoalan negara yang luar biasa banyak, dan dengan sosok presiden sebagai pengambil kebijakan, Pak Boed tampil dalam sunyi membantu kebijakan tersebut, merintis negeri dalam diam, memberikan pengabdiannya tanpa ingin selalu diliput media.
Berbicara tentang Pak Boediono malam itu, Mata Najwa tampil dengan banyak teman dan rekan kerja pak Boed, termasuk menteri Marie Elka Pangestu dan Chatib Basri. Chatib Basri dikenal lebih dekat dengan beliau karena pernah bekerja dalam satu tim saat masih menjadi menteri keuangan bercerita tentang betapa tidak neko neko nya RI 2 yang satu ini.
” Pernah disuatu saat, ketika mau menghadiri sebuah acara, Pak Boed seperti biasa mengenakan kemeja lengan pendek nya, dan baru lah ketika sampai di hotel, diketahui kalau acara tersebut mengharuskan dress code batik. Pak Boed saat itu langsung masuk ke sebuah toko souvenir di dalam hotel itu, dan membeli sebuah baju batik yang langsung dikenakannya tanpa banyak protes. Baru setelah beberapa lama, saya baru menyadari bahwa baju batik itu adalah seragam pegawai hotel”
Meledak lah tawa di Mata Najwa malam itu, termasuk saya yang menonton dari layar televisi.
Alangkah kocak dan sederhana nya sosok Pak Boed yang selama ini tidak pernah tertarik ditangkap kamera media.
Kesederhaan, dan ketat menjaga mana yang menjadi hak nya atau bukan, Najwa mengatakan hal ini beberapa kali mengenai kesannya terhadap Pak Boediono. Kesibukan sering membatasi waktu yang ada untuk orang orang terdekat, dan Pak Boediono menganggap semua ini sebagai hutang yang harus ia lunaskan kepada keluarganya ketika ia tak menjabat lagi.
Sekarang Pak Boed, dengan masa jabatan yang kurang dari 6 bulan lagi, semakin gencar diserang oleh berbagai pihak mengenai kasus century. Budi Mulya sudah disidangkan, nama Boediono terucapkan sebanyak 65 kali oleh Jaksa Penuntut Umum KPK, publik pun kembali membelalakkan mata kepadanya dan seolah mendakwa nya sebagai tersangka.
Ia bukan politisi, bukan pula pengusaha. Kedua pihak yang selama ini terkenal memiliki kepentingan tersendiri dalam suatu ‘politik balas dendam’. Ia seorang teknokrat dan akademisi yang diajak masuk ke pemerintahan, yang membuatnya harus mengambil kebijakan kebijakan yang tidak populer, bahkan dibenci, termasuk kasus century. Kini kasus tersebut memasuki babak baru, semoga apapun dan siapapun aktor dibalik menggelembungnya dana talangan bail out tersebut bisa terungkap ke publik, dan saya yakin Pak Boed, diluar tersangkut atau tidak nya nanti, beliau akan menghadapi nya sesuai dengan hati nurani nya.
Kita nanti akan mengingatnya. Mungkin kita yang sekarang cenderung melupakannya bahkan mencaci nya. Bagaimanapun namanya telah tercatat dalam sejarah negeri ini. Mungkin tidak semua keputusan yang beliau ambil populer, dan kita selalu cenderung selalu melihat sisi jelek nya, dan seperti biasa baru akan melihat sisi baiknya bertahun mendatang. Banyak contoh yang bisa secara instan kita ingat, tanpa perlu bernostalgia.
Tapi yang pasti, Oktober nanti, Boediono akan kembali kepada keluarganya, menepi dari urusan birokrasi.
Dan mungkin saja akan bersiap dengan tangan tangan lain yang siap menjeratnya.
Di awal acara, Najwa pun seperti kesusahan meminta komentar panjang Pak Boed mengenai banyak hal, tetap bersahaja dan menjawab tanpa dihiasi kata kata provokatif untuk membela dirinya sendiri.
Ketika Najwa menunjukkan video yang menunjukkan betapa kalah populer nya beliau dengan Jokowi saat keduanya blusukan ke sebuah sekolah dengan ramai terdengar teriakan “Jokowi Jokowi Jokowi” dan Pak Boed hanya tersenyum saja sembari menyalami para guru ( dan para guru tersebut terlihat sekali terburu buru dan ingin bergeser untuk salaman dengan Jokowi ).
” Pak Jokowi tentu nya bukan lawan saya haha.., karena saya tidak pernah mengejar kepopuleran, saya tidak terganggu dengan hal tersebut”
” Jadi apa yang dikejar pak ?”
” apa yang ingin saya laksanakan dari hati saya, orang hidup itu hanya satu kali, jadi buat apa saya mengejar hal hal yang tidak saya inginkan. Saya tidak menginginkan hal itu ( kepopuleran ).”
Dikenal sebagai RI 2, dan sering tampil dalam panggung sebagai pengganti presiden. Pelit bicara, membuat media bosan dan melihatnya sebagai figur yang tak menghasilkan berita. Sikap sederhana beliau yang cenderung menutup diri dari media membuahkan caci maki dari banyak warganya yang menganggap nya tak pernah bekerja. Dengan persoalan negara yang luar biasa banyak, dan dengan sosok presiden sebagai pengambil kebijakan, Pak Boed tampil dalam sunyi membantu kebijakan tersebut, merintis negeri dalam diam, memberikan pengabdiannya tanpa ingin selalu diliput media.
Berbicara tentang Pak Boediono malam itu, Mata Najwa tampil dengan banyak teman dan rekan kerja pak Boed, termasuk menteri Marie Elka Pangestu dan Chatib Basri. Chatib Basri dikenal lebih dekat dengan beliau karena pernah bekerja dalam satu tim saat masih menjadi menteri keuangan bercerita tentang betapa tidak neko neko nya RI 2 yang satu ini.
” Pernah disuatu saat, ketika mau menghadiri sebuah acara, Pak Boed seperti biasa mengenakan kemeja lengan pendek nya, dan baru lah ketika sampai di hotel, diketahui kalau acara tersebut mengharuskan dress code batik. Pak Boed saat itu langsung masuk ke sebuah toko souvenir di dalam hotel itu, dan membeli sebuah baju batik yang langsung dikenakannya tanpa banyak protes. Baru setelah beberapa lama, saya baru menyadari bahwa baju batik itu adalah seragam pegawai hotel”
Meledak lah tawa di Mata Najwa malam itu, termasuk saya yang menonton dari layar televisi.
Alangkah kocak dan sederhana nya sosok Pak Boed yang selama ini tidak pernah tertarik ditangkap kamera media.
Kesederhaan, dan ketat menjaga mana yang menjadi hak nya atau bukan, Najwa mengatakan hal ini beberapa kali mengenai kesannya terhadap Pak Boediono. Kesibukan sering membatasi waktu yang ada untuk orang orang terdekat, dan Pak Boediono menganggap semua ini sebagai hutang yang harus ia lunaskan kepada keluarganya ketika ia tak menjabat lagi.
Sekarang Pak Boed, dengan masa jabatan yang kurang dari 6 bulan lagi, semakin gencar diserang oleh berbagai pihak mengenai kasus century. Budi Mulya sudah disidangkan, nama Boediono terucapkan sebanyak 65 kali oleh Jaksa Penuntut Umum KPK, publik pun kembali membelalakkan mata kepadanya dan seolah mendakwa nya sebagai tersangka.
Ia bukan politisi, bukan pula pengusaha. Kedua pihak yang selama ini terkenal memiliki kepentingan tersendiri dalam suatu ‘politik balas dendam’. Ia seorang teknokrat dan akademisi yang diajak masuk ke pemerintahan, yang membuatnya harus mengambil kebijakan kebijakan yang tidak populer, bahkan dibenci, termasuk kasus century. Kini kasus tersebut memasuki babak baru, semoga apapun dan siapapun aktor dibalik menggelembungnya dana talangan bail out tersebut bisa terungkap ke publik, dan saya yakin Pak Boed, diluar tersangkut atau tidak nya nanti, beliau akan menghadapi nya sesuai dengan hati nurani nya.
Kita nanti akan mengingatnya. Mungkin kita yang sekarang cenderung melupakannya bahkan mencaci nya. Bagaimanapun namanya telah tercatat dalam sejarah negeri ini. Mungkin tidak semua keputusan yang beliau ambil populer, dan kita selalu cenderung selalu melihat sisi jelek nya, dan seperti biasa baru akan melihat sisi baiknya bertahun mendatang. Banyak contoh yang bisa secara instan kita ingat, tanpa perlu bernostalgia.
Tapi yang pasti, Oktober nanti, Boediono akan kembali kepada keluarganya, menepi dari urusan birokrasi.
Dan mungkin saja akan bersiap dengan tangan tangan lain yang siap menjeratnya.
Quote:
Keluarga
Quote:
Kumpulan jawaban dari Herawati Boediono, isteri dari calon wakil presiden pasangan calon presiden SBY, Boediono tentang berbagai hal.
Quote:
Quote:
Tentang pendapat kalangan masyarakat Indonesia yang menilai dirinya nonmuslim:
Orang yang mengatakan saya Katolik, itu salah. Tapi biarkan saja. Saya menghormati mereka, termasuk mereka yang berpakaian muslim dan berjilbab. Kalau masalah jilbab urusan saya, yang tahu sendiri. Setiap hari saya, bapak dan anak-anak saya selalu melaksanakan salat 5 kali dalam sehari. Dan tidak jarang kami melakukannya bersama-sama, kalau bapak sedang ada di rumah.
Quote:
Quote:
Tentang pemakaian busana kerudung pada media kampanye dan isu neoliberal:
Untuk kampanye, jika saya diminta untuk menggunakan jilbab dalam pengambilan gambar untuk spanduk atau baliho, saya serahkan kepada tim sukses. Terserah kepada tim sukses. Saya mendukung saja tim sukses bapak dan apa yang bapak kerjakan. Sedangkan untuk masalah neoliberal, pertanyaan itu bukan kewajiban saya untuk menjawabnya, tapi suami saya.
Quote:
Quote:
Tentang pencalonan Boediono sebagai wakil presiden mendampingi SBY:
Saya pada awalnya tak setuju suami saya maju sebagai calon wakil presiden. Apa, sih, yang dicari?. Anak sulung saya saya (Ratri) juga pada awalnya tidak setuju. Setelah dijelaskan bahwa niat Bapak adalah untuk mengabdi pada bangsa dan negara, saya langsung setuju. Saya yakin, suami saya tidak akan kerja setengah-setengah.
Quote:
Tentang yang terlintas di benak saat suami mengabarkan diminta SBY sebagai cawapres:
Yang jelas, kaget. Saya tidak menyangka. Saya sempat terdiam lalu bertanya Bapak mau cari apa lagi? Kok, pindah-pindah? Jawabannya, enggak cari apa-apa, cuma mau menyumbangkan tenaga dan pikiran buat bangsa dan negara bersama teman-teman lain agar Indonesia lebih baik. Jujur saja, saya perlu waktu buat merenung. Begitu juga suami. beberapa hari kemudian, saya katakan, Kalau memang sanggup jadi wapres, kerjakan. Tapi jangan setengah-setengah. Eh, dia masih menjawab Yah, nanti saya pikir lagi.
Quote:
Quote:
Tentang suami tipe pekerja keras:
Itulah. Saya mengizinkan karena tahu suami saya kalau kerja tak pernah setengah-setengah. Apa pun orang bilang, yang penting dia jujur. Anak-anak juga setuju.
Quote:
Quote:
Tentang persiapan jadi istri cawapres:
Enggak ada persiapan apa-apa. Menyiapkan mental saja. Biasalah, setiap keputusan pasti ada pro dan kontra.
Quote:
Quote:
Tentang anggapan bahwa Boediono Neoliberal:
Ya. Itu hak mereka menilai, mendemo, asal cara menyampaikan kritiknya santun. Kebebasan pendapat di Indonesia bagus, boleh, asal penyampaiannya masih dalam aturan.
Quote:
Quote:
Tentang meningkatnya kesibukan:
Kesibukannya belum banyak. Paling melayani permintaan wawancara dari para wartawan. Kalau dulu, enggak ada yang minta wawancara. Kegiatan saya sebelumnya, kan, jadi bendahara Dekranas. Main tenis seminggu tiga kali bersama istri pegawai BI. Mereka baik-baik, lho. Di komplek perumahan saya tinggal, paling banter, ya, kumpul dengan ibu-ibu satu RT setiap bulan. Acaranya paling cerita-cerita, lalu ada pengumuman kegiatan kampung. Warga di sini kompak. Setiap hari raya, ada Syawalan bersama.
Quote:
Quote:
Tentang rumah yang ditinggali sekarang:
Kami tinggal di sini sejak 1998. Sebelumnya, keliling. Pernah di kompleks menteri, lalu di Komplek BI Rasamala. Rumah yang saya tinggali ini pun rumah dinas dari BI. Sekarang dalam proses kami beli. Kalau Bapak terpilih, saya akan tetap ikut kumpul-kumpul warga di perumahan sini. Mungkin Sabtu dan Minggu saya akan kembali ke rumah ini atau sebulan sekali pas kumpulan.
Quote:
Quote:
Tentang membuatkan makanan untuk suami:
Saya enggak bisa masak. Tiap hari pembantu yang masak. Suami saya sudah tahu sejak awal, kok, jadi enggak pernah komplain. Kami makan apa saja yang dimasak pembantu. Pembantu juga yang bikin minuman kunyit asam kesukaan Pak Boed. Saya cuma kasih resepnya
.Quote:
Quote:
Tentang kisah asmara dengan suami:
Kami tetanggaan di Blitar (Jatim). Rumah dia di Jl. Wahidin no 6, saya no 32. Kami berteman sejak SD, kadang berangkat sekolah bersama. Sampai SMA, kami masih berteman baik. Saya tidak tahu sejak kapan dia naksir saya. Yang jelas, setelah lulus SMA, dia langsung kuliah di UGM, Yogya. Tahun kedua kuliah, dapat beasiswa Colombo Plan ke Australia.
Waktu itu, saya baru lulus SMA lalu kuliah di Fakultas Ekonomi Airlangga. Saat itulah kami mulai surat-suratan. Dia yang kirim duluan. Isinya, paling cerita tentang suasana Kota Perth dan kampusnya. Saya enggak menyangka kalau ditaksir. Kan, dia kuliah di Australia.
Waktu itu, saya baru lulus SMA lalu kuliah di Fakultas Ekonomi Airlangga. Saat itulah kami mulai surat-suratan. Dia yang kirim duluan. Isinya, paling cerita tentang suasana Kota Perth dan kampusnya. Saya enggak menyangka kalau ditaksir. Kan, dia kuliah di Australia.
Quote:
Quote:
Tentang kapan suami menyatakan “I love you”:
He he he. Dua tahun kemudian, setelah beberapa kali kirim surat. Di salah satu suratnya, dia tanya ke saya, Mau enggak menemani hidup saya? Saya jawab, Mau. Itu sekitar tahun 1964. Surat-suratnya masih saya simpan rapi, lho, sampai sekarang. Dulu, sih, sempat saya simpan di besek (wadah dari anyaman bambu) bersama surat dari beberapa teman pria lain. Tapi setelah pasti dengan dia, surat lainnya itu saya singkirkan. Sampai sekarang suratnya masih saya simpan di rumah kami di Sawitsari, Yogya.
Quote:
Quote:
Tentang mengapa jatuh hati dengan suami:
Orangnya tenang sejak kecil. Enggak banyak omong. Sifatnya baik. Dia sangat memperhatikan kehidupan keluarganya. Sejak SMA, dia rajin membantu ibunya buka-tutup toko. Waktu itu, ibunya Pak Boed jualan baju, kain batik, sarung. Saya perhatikan, laki-laki, kok, mau-maunya buka-tutup toko. Padahal, biasanya anak laki-laki, kan, sulit disuruh seperti itu.
Quote:
Quote:
Tentang apa yang menyebabkan suami jatuh hati:
Enggak tahu. Mungkin cerewetnya saya ini, ha ha. Kami menikah tahun 1969. Saya biasanya yang mencairkan suasana. Kalau Bapak sehari diam saja, sering saya goda supaya senyum.
Quote:
Quote:
Tentang hadiah dari suami saat ultah atau ultah perkimpoian:
Enggak! Hadiahnya disuruh beli sendiri, wong uangnya ada di saya, ha ha ha. Tiap kali saya ulang tahun, dia memang selalu ingat. Paling kasih ucapan selamat, sebab hari ulang tahun adalah hari biasa. Jadi, hadiahnya cukup ciuman, lalu makan di luar bersama anak-anak dan cucu-cucu. Saya juga begitu kalau dia ultah.
Di luar ultah, hadiah kecil-kecilan biasanya diberikan kalau dia pulang dari luar kota. Itu pun kalau sempat membelikan. Kadang saya dibelikan baju, tas, atau perhiasan. Tapi bukan emas, lho.
Di luar ultah, hadiah kecil-kecilan biasanya diberikan kalau dia pulang dari luar kota. Itu pun kalau sempat membelikan. Kadang saya dibelikan baju, tas, atau perhiasan. Tapi bukan emas, lho.
Quote:
Quote:
Lanjut Dibawah
0
79.2K
Kutip
647
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan