Quote:
Media massa alami polarisasi pada kelompok yang mendukung dan tidak mendukung pencalonan Joko "Jokowi" Widodo sebagai capres yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Analisis isi terhadap enam media cetak nasional yang kami lakukan menunjukkan adanya polarisasi pemberitaan Jokowi sebagai calon Presiden”, demikian disampaikan Iswandi Syahputra, Direktur Eksekutif Media Literacy Circle, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
"Polarisasi tersebut terlihat dari tone pemberitaan setiap media massa yang diteliti. Ada media yang memframing Jokowi sebagai penantang kuat dengan tone pemberitaan Jokowi secara positif. Ada juga media yang memframing Jokowi bukan sebagai penantang kuat dengan tone pemberitaan Jokowi secara negatif. Selain itu ada pemberitaan media yang malu-malu, seakan ingin netral padahal cenderung mendukung Jokowi," tambahnya.
Doktor kajian media UGM tersebut menyebutkan, dalam kasus yang paling mutakhir, contoh adanya kabar pesawat pribadi yang digunakan Jokowi dalam kampanye ke sejumlah daerah.
"Coba perhatikan, saat Jokowi naik mobil Esemka hampir semua media meliputnya. Tapi saat Jokowi kabarnya naik pesawat pribadi, walau itu mungkin pesawat sewa tapi harganya jauh lebih mahal dari pesawat komersial biasa, beritanya tidak begitu ramai di media massa," jelasnya.
Lebih lanjut Iswandi menyatakan, polarisasi pemberitaan media mulai terasa saat Jokowi menyatakan maju sebagai calon Presiden setelah mendapat mandat dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Tanggal 14 Maret saat Jokowi menyatakan maju sebagai calon Presiden seperti menjadi pluit bagi polarisasi pemberitaan media tersebut," katanya.
Mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tersebut menjelaskan, polarisasi media itu hal yang biasa terjadi dalam politik pemberitaan.
"Selama media menyajikan fakta dan data objektif bukan opini yang subjektif saya kira tidak masalah. Publik juga tidak boleh terlalu lama dalam eforia Jokowi. Sebab sebelum Jokowi maju sebagai Capres, tidak ada media yang bersikap kritis. Situasinya mirip seperti pemilu 2004, saat itu SBY yang menjadi media darling. Sangat berbahaya jika semua media memuja dan memuji Jokowi. Memang harus ada media yang berani bersikap kritis pada Jokowoi. Jadi media tidak perlu malu mendukung atau tidak mendukung Jokowi sebagai capres dalam politik pemberitaannya. Polarisasi ini positif untuk publik," jelasnya.
Minggu lalu Media Literacy Circle UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta merelease hasil riset analisis isi pemberitaan media cetak nasional terhadap pencalonan Jokowi sebagai Presiden.
Penelitian dilakukan pada tanggal 13-22 Maret 2014 atau dua hari sebelum hingga seminggu penetapan Jokowi sebagai capres PDIP. Isi pemberitaan media cetak nasional yang dianalisis adalah Kompas, Koran Tempo, Republika, Koran Sindo, Media Indonesia dan Jawa Pos. Riset analisis isi media tersebut dimaksudkan untuk menemukan peta pemberitaan media terhadap pencalonan Jokowi sebagai capres.
sumber
Mungkin media mikirnya trafik, konten yang sedot trafik banyak bakal disajikan sebanyak mungkin, semakin tinggi trafik semakin tinggi pulai profit bisnis
dirasa hampir tiap hari berita brand jokowi mulai dr yg positif, negatif ato netral, sampe obrolan di warkop/giras pun jg sama, kalo bukan Jokowi ya Prabowo. Bukannya capres masih ada DI, Wiranto dll.
Di Kasus BP jg begitu, hampir tiap jam ada trit tentang Jokowi-Prabowo, ane sempet curiga jangan2x emang 1 org sengaja bikin klonengan panastak & panasbung
Ato ini strategi pencitraan paling sukses dalam sejarah Indonesia ?
Ato emang bentuk akut kebencian thd gaya feodal pejabat ?
Klo ane jual kecap label Jokowi kemungkinan juga laris manis
