SAYA TIDAK TERIMA NEGARA SAYA DIBILANG KERE, MISKIN DAN PEMINJAM UANG!!!
TS
jembeleyek
SAYA TIDAK TERIMA NEGARA SAYA DIBILANG KERE, MISKIN DAN PEMINJAM UANG!!!
Quote:
Halo mod, ijin buka thread kebetulan saya penggemar pak prabowo, saya bukan bagian dari gerindra saya mau share artikel yg cukup bagus untuk dibaca mungkin di sela-sela kesibukan agan, mohon bimbingannya...
Presiden versi Survey. Tidak diragukan, Prabowo Subianto akan maju mencalonkan diri jadi presiden pada Pilpres 2014 mendatang dari Partai Gerindra. Bahkan sejumlah survey yang dilakukan beberapa waktu lalu, menempatkan namanya pada posisi teratas. Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) dalam survei terbarunya menempatkan Prabowo Subianto dalam urutan teratas Capres dengan 28 persen, disusul Mahfud MD 10,6 persen, Sri Mulyani Indrawati 7,4 persen, Aburizal Bakrie 6,8 persen, KH Said Agil Siradj 6 persen dan Din Syamsuddin 5,2 persen. Dahlan Iskan (0,4 persen), Megawati 0,3 persen, dan Chairul Tanjung (0,2 persen).
Pada pekan yang sama, survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) menempatkan Megawati pada urutan teratas dengan 23,8 persen, disusul Prabowo Subianto 17,6 persen, kemudian Aburizal Bakrie 13,7 persen. Sebelumnya Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menempatkan Megawati, Prabowo Subianto dan Aburizal Bakrie mendapat dukungan di atas 10 persen jika ikut Pilpres. Sementara nama lainnya seperti Ani Yudhoyono, Pramono Edi Wibowo, Anas Urbaningrum dan Marzuki Ali masih berada di bawah 10 persen.
Menanggapi hasil beberapa survey yang berbeda-beda cukup signifikan tersebut di atas, menimbukan keraguan akan validitas metodologi survey yang dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat. Bahkan, kecurigaan adanya ‘pesanan’ dari beberapa kepentingan tidak terelakkan. Sukardi Rinakit dari Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) membantah keras ketika The Politic mensinyalir lembaga survey SSS ‘dibayar’ oleh pihak tertentu untuk menempatkan capres ‘X’ pada urutan teratas.
Terlepas dari hasil survey, pertanyaan mendasar tentang sosok seorang Prabowo adalah benarkah ia yang diinginkan rakyat? Masih kuat dalam ingatan masyarakat tentang penculikan para aktivis demokrasi, tragedi Trisakti, dan peristiwa Mei 1998 yang melibatkan Prabowo sebagai pelaku pelanggaran HAM sehingga ia kemudian dipecat dari militer.Tak hanya itu, kurang pandainya mengelola bisnis membuat lilitan utang yang tidak sedikit pada perusahaan-perusahaan miliknya. Gaya kepemimpinannya yang sangat militeristik, karakter pribadi yang temperamental, dan kehidupan rumah tangganya yang retak, merupakan poin-poin yang terakumulasi ke dalam sosok seorang Prabowo Subianto. Benarkah sosok seperti ini yang diinginkan rakyat?
Spoiler for Masa Kecil:
Prabowo lahir di Jakarta pada 17 Oktober 1951, merupakan anak ketiga dari begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo dengan Dora Marie Sigar. Masa kecil Prabowo bersama kedua orangtuanya banyak dilewatkan di banyak negara, baik di Asia maupun Eropa, sehingga tidak heran ia menguasai setidaknya empat bahasa asing, yakni Inggris, Jerman, Perancis, dan Belanda.
Minat Prabowo pada dunia kemiliteran dan memiliki jiwa nasionalis yang luar biasa rupanya rupanya merupakan titisan turun-temurun dari keluarga ayahnya. Kakeknya, Raden Mas (RM) Margono Djojohadikusumo, adalah salah satu pendiri Partai Indonesia Raya (Parindra) dan pendiri Bank BNI 1946. RM Margono juga adalah Ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara pertama dan anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dan, kini nama kakek Prabowo ini sudah diabadikan menjadi nama sebuah gedung di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unibersitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Sementara dua orang pamannya Letnan Sujono Djojohadikusumo dan Sersan Mayor Subianto Djojohadikusumo gugur dalam Peristiwa Lengkong di Tangerang tahun 1946. Bahkan oleh sang Ayah, kedua nama pamannya ini ditambahkan pada namanya (Subianto) dan adiknya Hasyim (Sujono), dengan harapan keduanya memiliki jiwa patriot seperti dua paman mereka.
Dalam bukunya Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, Sumitro mengakui istrinya sangat berperan dalam membesarkan dan pendidikan formal anak-anaknya. Meskipun Sumitro muslim, Dora Sigar tetap Kristen. Dengan latar belakang keluarga berpendidikan Belanda, Dora Sigar menerapkan disiplin ketat kepada putra-putrinya. Di meja makan, misalnya, semua tata krama dan etiket Belanda sangat ketat dijalankan, seperti tangan tidak boleh ke sana ke mari, serbet harus dilipat di pangkuan, dan garfu sendok tidak boleh bunyi.
Perpaduan dua kepribadian orangtua inilah yang sangat membentuk kepribadian Prabowo. Disiplin dan sikap keras diturunkan dari sang Ibu, gaya berpikir kritis dan bebas dari sang Ayah. Ia tumbuh menjadi anak yang cerdas, lugas tanpa basa-basi, sangat taat aturan sehingga sangat kaku dalam pergaulan, dan kritis. Dan, dari penuturan kawan-kawan dekatnya, Prabowo adalah anak kesayangan ibunya.
Masa kecil Prabowo banyak dihabiskan dalam masa pelarian ke beberapa negara bersama ayahnya, menjadikan ia sebagai sosok yang mandiri, pekerja keras dan sangat dekat dengan rakyat kecil. Pendidikan militer di Magelang mengasah jiwa patriotiknya dan berhasil lulus sebagai lulusan terbaik.
Pada 1976, Prabowo dipercaya sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor-Timur. Setahun kemudian menjadi Komandan Kompi Para Komando Grup I Kopassandha dengan pangkat Letnan Satu.
Karier militernya terus melejit, ketika dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teros (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus) pada 1983. Dan, setelah menyelesaikan pelatihan di "Special Forces Officer Course" Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggung jawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara (Linud) 328 Kostrad hingga 1987 dan diperpanjang sampai 1991. Kemudian menjadi Kepala Staf Brigade Infanteri Linud 17/Kujang/Kostrad, 1991 hingga 1993. Prabowo kembali ke Kopassus sebagai Komandan Grup 3 yaitu Komandan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus di Batujajar, Jawa Barat, tahun 1993. Setahun kemudian sebagai Wakil Komandan Kopassus. Dan, tahun 1994, ia dipercaya menjadi orang nomor satu di korps baret merah pasukan elit TNI Angkatan Darat itu.
Tahun 1998, Prabowo ditarik kembali menjadi Panglima Kostrad dengan pangkat Letnan Jenderal, dalam usia relatif muda yakni 47 tahun. Di tahun inilah ia tersandung tragedi Mei yang membuatnya dipindahkan menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI (Sesko TNI). Dan atas pertimbangan Dewan Kehormatan Perwira (DKP), Prabowo diberhentikan dari dinas kemililiterannya.
Spoiler for Jatuh Cinta:
Menurut sumber The Politic, Prabowo dipertemukan (dicomblangi) oleh Wismoyo Arismunandar dengan anak Alm Presiden Soeharto, Titiek Soeharto, ketika ia menjadi ajudan Wismoyo kala itu. Siti Hediati Hariyadi yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, 14 April 1959, lebih dikenal dengan Titiek Soeharto adalah anak keempat mendiang mantan Presiden Soeharto. Ketika pertama kali bertemu, lanjut sumber, langsung saling tertarik, padahal saat itu Prabowo sudah bertunangan dengan anak dari dr. Sajiman, Kepala RS TNI di Magelang, yang sekarang sudah menjadi dokter gigi, kimpoi dengan seorang ginekolog di Yogyakarta.
Prabowo suka dengan tunangannya ini karena pintar memainkan piano lagu-lagu klasik, suka membaca buku, cerdas, dan sering berbahasa Inggris dalam komunikasi keduanya. Namun, setelah bertemu Titiek, Prabowo langsung jatuh hati dan terpesona dengan kepribadian Titiek yang lincah, gaul, smart, dan tekun. Padahal perbedaan kepribadian keduanya sangat mencolok.
Prabowo yang sangat disiplin, selalu ikut tata krama dan aturan, formil, tegas, sehingga terkesan kaku, tipikal gaya aristokrat hasil gemblengan sang Ibu. Sementara Titiek yang lincah, dinamis, cenderung melawan aturan protokoler istana. Boleh dibilang Titiek itu anak jalanan sedangkan Prabowo anak rumahan yang patuh. “Titiek itu ketika sekolah di SMPN 1 dan SMAN 3, sering membuat ajudannya kelabakan. Misalnya, ia senang sekali main sepeda di sawah-sawah di Menteng kala itu, atau naik bus bersama teman-teman sekolahnya, dan senang bergaul/berbaur dengan orang-orang miskin,” tutur sumber.
Parabowo akhirnya menikah dengan Titiek pada Mei 1983. Pasangan ini dikaruniai seorang anak yang sangat pintar, Didiet Prabowo, yang menghabiskan sebagian masa sekolahnya di Boston, Amerika Serikat. Kini Didiet sudah menjadi salah satu desainer yang mulai diperhitungkan di tanah air. Dan, sesekali terkadang terlihat ia ikut dalam kegiatan bapak atau ibunya, meskipun kedua orangtuanya itu sudah tidak bersama lagi.
Usia perkimpoian pasangan Prabowo-Titiek ini berakhir pada perceraian, namun tidak diketahui secara persis kapan pasangan ini berpisah. Berbagai spekulasi tentang sebab perceraian ini beredar di masyarakat, mulai dari kebiasaan-kebiasaan keduanya yang tidak sama, Prabowo dianggap berkhianat pada Pak Harto, Titiek yang memiliki PIL, sampai cedera permanen yang dialami Prabowo akibat tertempak ketika bertugas di Tim-Tim. Namun, orang-orang dekat Prabowo lebih condong menyebut perbedaan kebiasaan yang jadi faktor utama perceraian keduanya. Sampai berita ini diturunkan, baik Prabowo maupun Titiek tidak memberikan klarifikasi, meskipun sudah beberapa kali dihubungi melalui surat, email (kotak pesan di akun Facebook), dan SMS.
Setelah perceraian, hubungan Prabowo dengan Titiek tampak tetap mesra. “Mereka selalu bersama-sama dan akur kalau menyangkut urusan sekolah anak. Biasanya mereka selalu mengurus berdua, dan janjian bertemu di luar negeri. Semakin ke sini keduanya tampak semakin mesra, Titiek biasanya menitipkan pesan lewat orang dekat Prabowo, dan Prabowo sampai saat ini sangat menghargai Titiek, ia selalu menyapa dan menyebut nama Titiek dengan didahului sebutan Mbak,” cerita sumber yang mengaku dekat dengan keduanya. Apakah keduanya masih saling cinta? Mungkinkah mereka akan bersatu lagi? “Kemungkinan itu bisa saja, apalagi semakin ke sini kelihatannya mereka semakin mesra,” tambah sumber.
Spoiler for Gaya Militer:
Sikap lugas, tegas, disiplin, dan formal sangat melekat pada sosok seorang Prabowo Subianto. Darah militer yang mengalir dalam dirinya seakan kian kental meskipun kini tidak lagi di militer. Ketika The Politic menyambangi tempat pelatihan kader-kader muda Gerindra di dekat kediamannya di Bukit Hambalang Bogor, nuansa militer sangat terasa. Setting lokasi pelatihan dibikin seperti camp militer dengan beberapa barak, persis seperti pelatihan militer. Model pelatihan pun mengadopsi cara-cara militer.
Ketika ditanyakan tentang gaya militer seperti ini, orang terdekat Prabowo, yaitu Fadli Zon mengatakan, “Tentang gaya militer ini, saya kira itu persepsi orang yang berbeda-beda, tentang militer banget atau tentang aristokrat saya kira banyak orang yang berpandangan berbeda.” Fadli Zon menerangkan bahwa memang Prabowo lama dididik seperti itu dan sudah melekat dalam dirinya.
Pandangan seperti ini dibenarkan oleh Eros Djarot yang menulis buku Prabowo Sang Kontroversi. Bahkan menurut Eros, watak Prabowo yang militeristik itu terkesan menakutkan, tetapi itu bagi mereka yang tidak mengenal Prabowo dengan baik. Menurut sumber The Politic, terkait jiwa militer yang melekat dalam dirinya, Prabowo juga orangnya temperamental, cepat naik darah kepada siapa pun.
“Ya kalau temperamental memang dididik untuk itu kan, tentara itu satu prinsipnya, to kill or to be killed, jadi mentalitas itu juga sebagai tentara yang baik ya harus begitu. Tetapi dari sisi lain dia (Prabowo) tentara yang ada etikanya juga, jadi kalau tidak memegang senjata ya tidak dibunuhnya, kan dalam peperangan, termasuk penculikan anak-anak itu kenapa tidak dibunuh karena dia tidak mau, jadi dia orang yang punya prinsip, bahwa temperamental konon ya, dia lelaki tertua memang dituntut seperti itu artinya membuktikan sosok dia yang mempunyai eksistensi sendiri dia juga membentuk karakternya lebih keras lagi supaya orang yakin dia adalah Prabowo yang berwibowo,” jelas Eros Djarot.
Spoiler for Habiskan 37 Handphone:
Terkait sifat temperamental tersebut, beredar khabar yang cukup unik, bahwa di tahun 2009 lalu, Prabowo menghabiskan banyak sekali hanphone, kira-kira berjumlah 37 unit, yang dilempar karena emosi. “Tidak benar itu. Itu hanya isu yang sengaja disebar oleh orang-orang yang tidak suka dengan Pak Prabowo,” tegas Fadli Zon. Lebih lanjut Fadli Zon menegaskan bahwa saat ini gaya militer dalam keseharian Prabowo sudah tidak seperti ketika dulu ia masih di militer. “Sekarang tidak ada karena sering berhadapan sama rakyat, jadi selama ini juga berhadapan dengan masyarakat di berbagai daerah di bebagai organisasi juga, kita lihat dia juga bukan orang yang sulit untuk dihubungi kecuali memang dalam kesibukannya saja. Kalau masalah mental tentara saya kira tidak sepenuhnya juga benar, kalau ketegasan hal-hal tertentu ia memang bawaan dari militer, ini diperlukan karna itu sangat terkait dengan kedisiplinan. Kalau di militer orang tidak disiplin bisa jadi gerombolan kejahatan,” kata Fadli Zon.
Selain gampang marah, Prabowo ternyata juga romantis, mudah terenyuh, dan melankolis. “Dia itu orangnya romantis lho….,” kata seorang yang mengaku sebagai temannya, yang juga teman Titiek, mantan istrinya. “Iya, Prabowo itu ada melankolisnya, terutama ketika berhadapan dengan masyarakat yang hidupnya serba kekurangan,” kata Eros Djarot. Seringnya berhadapan dengan penderitaan rakyat inilah yang semakin menumbuhkan jiwa nasionalis dalam diri Prabowo. Selain itu, karena lama hidup di luar negeri, Prabowo ingin menunjukkan eksistensi nasionalismenya yang terkadang terlihat berlebihan.
“Dia orang yang lama di luar, yang ingin membuat semua orang percaya kalau ia seorang nasionalis tulen sehingga tampak semua serba over. Pada saat ia tidak jadi tentara lagi, masuk ke sipil memang banyak yang harus ia perbaiki, citra-citra dia yang lama. Penampilan kaya’ Bung Karno itu kan diperlukannya, karena ia memerlukan citra dulu, bahwa ia musuhnya kaum nasionalis itu sedikit demi sedikit ia coba kikis dan hal itu yang membuat orang melihatnya agak ekstrem, jadi ada semacam hypernasionalisnya, di satu sisi baik tetapi bagi yang tidak mengenal dia, itu terkesan hanya acting politik saja, saya mengenal dia dan keluarganya, ia cinta Indonesia 100 persen dan ia seorang nasionalis sejati,” kata Eros Djarot.