- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Gas RI Diekspor keSingapura HinggaChina, SKK Migas: ItuKarena Kontrak


TS
pempekmaknyus
Gas RI Diekspor keSingapura HinggaChina, SKK Migas: ItuKarena Kontrak
Jakarta - Sebanyak 48% produksi
gas Indonesia tahun lalu diekspor
ke berbagai negara, mulai dari
China, Korea Selatan (Korsel),
Singapura, dan lainnya. Semua ini
dilakukan karena harus memenuhi
kontrak penjualan.
Kepala Bagian Humas Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)
Handoyo Budi Santoso mengatakan,
ekspor gas Indonesia memang
masih sangat besar, tapi semua itu
karena hanya untuk memenuhi
kewajiban kontrak tahun-tahun
sebelumnya.
"Ekspor itu karena harus memenuhi
kontrak," kata Handoyo kepada
detikFinance , Rabu (26/3/2014).
Seperti diketahui, produksi gas dari
Papua yang dioperasikan BP
Tangguh 100% diekspor ke Sempra,
Amerika Serikat dengan harga US$
7-US$ 9 per juta british thermal
unit (mmbtu). Sebagian pasokan
gas ke Amerika tersebut saat ini
dialihkan ke Korsel.
Ada pula kontrak jangka panjang
penjualan gas LNG Fujian-China.
Harga LNG Fujian sampai saat ini
masih US$ 3,35 per mmbtu. Saat
ini pemerintah sedang
mengupayakan renegosiasi harga
gas Fujian, pasalnya industri dalam
negeri saja berani membeli gas
jauh di atas harga Fujian.
Selanjutnya, ada ekspor gas ke
Singapura hingga 2023 yang berasal
dari ConocoPhillips di Sumatera.
Handoyo mengungkapkan, gas
Indonesia banyak diekspor juga
karena saat diproduksi beberapa
puluh tahun lalu belum banyak
industri dalam negeri yang
menggunakan gas. sementara
sebelum sumur gas mengeluarkan
gas, harus dipastikan ada
pembelinya.
"Sebelum gas keluarkan, harga ada
pembelinya, nggak bisa gas sudah
keluar baru cari pembeli, sumur gas
bisa mati, investasi jutaan dolar
yang di keluarkan bisa sia-sia alias
rugi. Apalagi pada saat itu seperti
gas di Papua, Kalimantan dan
lainnya belum bisa diserap dalam
negeri. Persoalannya pertama
karena infrastruktur pipa gas untuk
membawa gas dari Papua,
Kalimantan dan daerah lainnya
belum tersedia, kedua industri
dalam negeri juga belum banyak
gunakan gas," ungkapnya.
Handoyo menegaskan, saat ini SKK
Migas berkomitmen untuk
mendahulukan kebutuhan gas
dalam negeri. Lambat laun ekspor
gas ke luar negeri akan dikurangi.
"Sekarang kan industri banyak
butuh gas, pembangkit listrik juga
pakai gas, transportasi juga mulai
melirik gas, rumah tangga juga,
kami berkomitmen untuk
mendahulukan pasokan gas dalam
negeri. Apalagi sekarang untuk
membawa gas bisa dengan kapal,
pipa dan lainnya, gasnya bisa
disimpan, ada Floating Storage
Regasification Unit (FSRU), kalau
dulu belum ada. Jadi jika ke
depannya masih ada gas yang
diekspor itu semata hanya untuk
memenuhi kontrak gas masa
lampau," tutupnya.
Sumber
etik.com
gas Indonesia tahun lalu diekspor
ke berbagai negara, mulai dari
China, Korea Selatan (Korsel),
Singapura, dan lainnya. Semua ini
dilakukan karena harus memenuhi
kontrak penjualan.
Kepala Bagian Humas Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)
Handoyo Budi Santoso mengatakan,
ekspor gas Indonesia memang
masih sangat besar, tapi semua itu
karena hanya untuk memenuhi
kewajiban kontrak tahun-tahun
sebelumnya.
"Ekspor itu karena harus memenuhi
kontrak," kata Handoyo kepada
detikFinance , Rabu (26/3/2014).
Seperti diketahui, produksi gas dari
Papua yang dioperasikan BP
Tangguh 100% diekspor ke Sempra,
Amerika Serikat dengan harga US$
7-US$ 9 per juta british thermal
unit (mmbtu). Sebagian pasokan
gas ke Amerika tersebut saat ini
dialihkan ke Korsel.
Ada pula kontrak jangka panjang
penjualan gas LNG Fujian-China.
Harga LNG Fujian sampai saat ini
masih US$ 3,35 per mmbtu. Saat
ini pemerintah sedang
mengupayakan renegosiasi harga
gas Fujian, pasalnya industri dalam
negeri saja berani membeli gas
jauh di atas harga Fujian.
Selanjutnya, ada ekspor gas ke
Singapura hingga 2023 yang berasal
dari ConocoPhillips di Sumatera.
Handoyo mengungkapkan, gas
Indonesia banyak diekspor juga
karena saat diproduksi beberapa
puluh tahun lalu belum banyak
industri dalam negeri yang
menggunakan gas. sementara
sebelum sumur gas mengeluarkan
gas, harus dipastikan ada
pembelinya.
"Sebelum gas keluarkan, harga ada
pembelinya, nggak bisa gas sudah
keluar baru cari pembeli, sumur gas
bisa mati, investasi jutaan dolar
yang di keluarkan bisa sia-sia alias
rugi. Apalagi pada saat itu seperti
gas di Papua, Kalimantan dan
lainnya belum bisa diserap dalam
negeri. Persoalannya pertama
karena infrastruktur pipa gas untuk
membawa gas dari Papua,
Kalimantan dan daerah lainnya
belum tersedia, kedua industri
dalam negeri juga belum banyak
gunakan gas," ungkapnya.
Handoyo menegaskan, saat ini SKK
Migas berkomitmen untuk
mendahulukan kebutuhan gas
dalam negeri. Lambat laun ekspor
gas ke luar negeri akan dikurangi.
"Sekarang kan industri banyak
butuh gas, pembangkit listrik juga
pakai gas, transportasi juga mulai
melirik gas, rumah tangga juga,
kami berkomitmen untuk
mendahulukan pasokan gas dalam
negeri. Apalagi sekarang untuk
membawa gas bisa dengan kapal,
pipa dan lainnya, gasnya bisa
disimpan, ada Floating Storage
Regasification Unit (FSRU), kalau
dulu belum ada. Jadi jika ke
depannya masih ada gas yang
diekspor itu semata hanya untuk
memenuhi kontrak gas masa
lampau," tutupnya.
Sumber

0
1.1K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan