[Surabaya] Beliau Mengaji, Membaca, Menyalin, Membuat Al-Quran dan Beliau BUTA...!!!
TS
deviation
[Surabaya] Beliau Mengaji, Membaca, Menyalin, Membuat Al-Quran dan Beliau BUTA...!!!
norepost dari berbagai keyword
Spoiler for no repost:
Permisi mod dan gan, mohon ijin share sedikit cerita dari tanah Jawa Timur. Mungkin banyak yang udah tau kisah ini, tapi ane mau ngajak agan2 sekalian biar sekali lagi nginget cerita ini, cerita yang bisa ngasih kita banyak inspirasi dan motivasi buat hidup dan beribadah kepadaNya.
Beliau adalah Anik Indrawati, warga Surabaya, Jawa Timur. Sebuah kisah nyata dari seorang wanita tunanetra yang berjuang menyebarkan kitab suci agamanya (Al-Qur'an Al-Karim). Disini ane nyebut "kitab suci agamanya" karena cerita ini bukan cuma bisa menginspirasi umat muslim. Kegigihan dan komitmen beliau kepada Tuhannya yang patut kita pelajari sebagai manusia yang mungkin sebagai seutuhnya manusia.
Banyak artikel-artikel yang menceritakan tentang beliau, Berikut beberapa artikel-artikelnya:
Quote:
ANIK INDRAWATI TUNANETRA PEMBUAT AL QURAN BRAILLE
Bola matanya seperti normal, tapi pandangannya menerawang. Itulah Anik Indrawati (34), penyandang tunanetra, pengetik Al Quran braille dari Jalan Simo Pomahan Baru gang XII, nomer 15, Surabaya, Jatim.
"Saya lahir normal, tapi saat berumur enam bulan menderita panas dan sesak, lalu diberi oksigen oleh dokter, tapi mungkin kadarnya terlalu tinggi, sehingga urat syaraf saya terkena dan mata saya jadi korbannya," ucapnya.
Akibat gangguan penglihatan itulah, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Ginem - Sukardi (almarhum) itu bersekolah di SLB dan SMP di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) A, Surabaya.
"Tamat SMP, saya diajak Adi Subroto untuk mengaji di Yayasan Pendidikan Tunanetra Islam Karunia (Yaptunik) di Jalan Darmokali gang Tugu, nomer 210, Surabaya," tutur istri dari Suharto (40) yang juga tunanetra itu.
Di yayasan itu, penderita "low vision" sejak kecil itu belajar mengaji bersama 10 orang tunanetra selama setahun, bahkan di Yaptunik itu pula Anik dijodohkan Adi Subroto dengan Suharto hingga menikah pada 29 Agustus 2004.
"Tetapi, kami sampai sekarang belum dikarunia anak. Kami sih ingin cepat punya momongan, tapi kami pasrah kepada Allah SWT. Selama ini, saya mengasuh keponakan di sela-sela menulis Al Quran Braille," ujarnya.
Suharto sendiri berasal dari Kecamatan Palang, Tuban, Jatim. Ia belajar membaca Al Quran Braille sejak tinggal di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Janti, Malang, hingga lulus pada tahun 2002 dan akhirnya bergabung di Yaptunik.
"Saya sudah lama bisa membaca Al Quran Braille, tapi saya belum tentu bisa menulis Al Quran Braille, karena menulis Al Quran Braille itu membutuhkan latihan dan ketelitian," kata Suharto saat mendampingi istrinya.
Sementara itu, Anik masuk ke dalam kamar dan saat keluar sudah membawa mesin ketik khusus braille. Mesin ketik yang dipinjami Yaptunik itu berhuruf hijaiyah braille, namun cara membacanya seperti buku biasa yakni dari kiri ke kanan, bukan dari kanan ke kiri seperti Al Quran.
"Awalnya, saya diajari huruf hijaiyah oleh Adu Subroto sampai hafal, lalu saya diajari mengetik huruf hijaiyah. Dari 10 siswa yang mengaji di Yaptunik hanya saya dan Pak Parno dari Darmorejo (Surabaya) yang diajari mengetik huruf hijaiyah," tukasnya, bangga.
Padahal, katanya, di Yaptunik ada tiga orang yang penglihatannya normal yang bekerja sebagai juru ketik, namun yayasan belum mampu memenuhi pesanan, sehingga dirinya pun ditawari untuk membantu hingga akhirnya dipinjami mesik ketik khusus Al Quran Braille untuk dikerjakan di rumah.
Seminggu 1-2 juz
Anik mengaku dirinya hanya mampu mengerjakan satu juz Al Quran dalam 1-2 minggu. "Jadi, kalau Al Quran yang berjumlah 30 juz, saya membutuhkan waktu 15-20 hari," ujar tunanetra yang hingga kini sudah membuat 60-an Al Quran Braille.
Hasilnya, katanya, ia setorkan ke Yaptunik. "Satu juz Al Quran Braille yang berjumlah 45-55 halaman dengan kertas BC Bandung, saya diberi Rp20.000,00 dari harga jual senilai Rp60.000,00. Kalau harga 30 juz berkisar Rp1,5 juta. Lumayan, saya bisa jajan," ujarnya, tersenyum.
Bahkan, dirinya pun diberi kebebasan oleh Yaptunik untuk menulis buku-buku agama atau doa-doa yang bukan pesanan Yaptunik, asalkan semua pesanan Yaptunik dapat terselesaikan.
"Saya pernah menerima pesanan dari teman di Tuban untuk membuat Surah Yasin dan Tahlil, Khasiat Asmaul Husna, 99 Doa, dan Tajwid. Semuanya saya kerjakan dalam waktu 2-3 bulan," katanya.
Ia mengaku tulisan huruf hijauiyah braille memang agak rumit, karena ada harakat (tanda baca) dan penanda panjang-pendeknya bacaan yang sangat membutuhkan ketelitian.
"Saya belajar membaca Al Quran Braille mulai nol sampai bisa membaca dalam waktu dua bulan, tapi kalau belajar mengetik Al Qurab, saya agak takut, karena kalau salah sedikit akan mengubah artinya, sehingga sangat sensitif. Namun Alhamdulillah, saya akhirnya bisa," katanya.
Namun, sebagai manusia biasa, ia juga pernah salah ketik. "Saya bersyukur ada suami yang mau membaca hasil ketikan saya dan mengoreksinya. Kalau salah sedikit bisa dihapus, tapi kalau kesalahannya satu kata, maka harus ganti kertas," ujarnya lagi.
Apalagi, sepeninggal Adi Subroto pada 26 Februari 2010, pengajian di Yaotunik pada setiap hari Sabtu sekarang ada guru pembimbing tartil Al Quran, sehingga dirinya dan rekan-rekannya semakin memahami Al Quran.
"Bulan puasa Ramadhan tahun ini, saya mengalami gangguan dalam mengetik Al Quran Braille, karena mesin ketik rusak, sehingga saya setorkan ke Yaptunik untuk diservis. Hingga dua minggu Ramadhan, saya hanya mampu mengetik 9 juz," tuturya.
Namun, Anik dan suami ingin membalas jasa almarhum Adi Subroto dengan meneruskan pengembangan Al Quran Braille dan juga memajukan Yaptunik.
"Saya ingin Yaptunik maju dan para tunanetra bisa membaca Al Quran. Tidak kalah dengan orang yang normal," katanya.
Code:
http://antarajawabarat.com/lihat/cetak/26406
Quote:
Asa Anik Indrawati, Sang Pembuat Qur'an Braile
Surabaya - Siapa saja bisa punya mimpi, termasuk suami istri, Suharto (40) asli Tuban dan Anik Indrawati (35) kelahiran Surabaya. Pasangan tuna netra tersebut dikenal sebagai pembuat Al Quran braille.
Proses pembuatan, sekaligus tempat tinggal, dilakukan di rumah orang tua Anik yakni Suwarti (60) di kawasan Simo Pomahan Baru Surabaya.
Mereka menikah 2004 silam dan belum dikaruniai keturunan, namun mereka tetap berikhtiar serta bisa menerima kenyataan.
Sekedar tahu yang membuat Al Quran adalah Anik. Ia mendapat kemampuan tersebut saat belajar pada Yayasan Pendidikan Tuna Netra Islam Karunia (Yaptunik) JL Darmo Kali Gang Tugu.
Di sanalah, ia bertemu dengan suami tercinta dan sampai sekarang, mereka rutin mengikuti pengajian tiap Sabtu, jam 8 pagi.
Suharto menjelaskan, pekerjaan menjadi pembuat Al Quran adalah pilihan hidup untuk menyebarkan wahyu Allah.
"Sebenarnya, kami lebih tepat disebut sebagai pengganda Al Quran daripada pencetak atau pembuat. Karena kami hanya menduplikat dari Al Quran Braille yang sudah ada," papar Suharto.
Ketika di yayasan untuk bisa menjadi pengganda, Anik harus melakoni semacam ujian.
"Bisa lulus kalau hasil kerjaannya bisa serapi dan sama plek seperti Al Quran master yang diujikan," tandas Anik.
Dan kebiasaan tersebut berjalan hingga sekarang. Jika ada pesanan, Anik akan meraba Al Quran braille master, mengingat, lantas segera mengerjakannya dengan bantuan mesin ketik braille menggunakan kertas manila, tebal dan halus, berukuran standard buku tulis.
Penasaran, seperti apa Al Quran braille? Jika digambarkan, wujudnya bukan seperti yang kita baca sehari-hari. Malah bisa dibilang wujudnya mirip tugas mahasiswa yang dijilid plus mika. Jadi hanya bagian dalam yang berhuruf braille sedangkan sampul hasil print komputer biasa.
Cara membacanya, bila orang normal dari kanan ke kiri, mereka justru sebaliknya seperti baca buku biasa yakni dari kiri kekanan.
Soal mesin ketik, beda juga dengan yang konvensional. Tidak ada pita tapi menggunakan paku. Ketika tuts ditekan akan membuat tanda lingkaran kecil kode braille yang berisi ayat suci Al Quran
Saat melihat langsung di rumah, mesin ketik tersebut nampak berat karena terbuat dari logam besi berwarna silver. Tombolnya cuma 9, 2 lingkaran di kanan kiri, selanjutnya 6 oval mengapit tuts seperti tombol enter pada komputer. Huruf a tekan 1 tuts, b tekan 2 sekaligus, begitu seterusnya pakai kombinasi satu bahkan 3 tuts. Alif jadi A sesudahnya dikasih sandangan tanda baca a, i, u. Pendeknya Al Quran braille tadi dibaca sesuai lafal saat diucapkan.
Mesin ketik tersebut tidak hanya untuk membuat Al Quran melainkan bisa untuk keperluan lainnya.
"Bisa juga buat buku pijat untuk tuna netra atau tuntunan sholat," papar Anik.
Kertas manila yang digunakan, dibeli dari daerah Pasar Kembang. 1 rimnya seharga Rp 150 ribu, isi 100 lembar kemudian dipotong 8 bagian sehingga jumlahnya jadi 800.
"Waktu bikin terus keliru ya gak bisa dirubah. Mesin ketiknya kami dapat dari pengusaha Kalimantan sampai saat ini belum ada bantuan dari Pemerintah Kota. Sekedar main, nengok saja belum pernah," tandas Suharto.
Klop sudah mimpi rakyat kecil di negeri ini, ketika mereka berkehendak untuk maju, pemerintah setempat tinggal diam tanpa respon.
Selama ini, pesanan Al Quran braille tidak menentu. Harganya Rp 65-70 ribu per juz dan butuh waktu seminggu untuk membuat 2 juz. Jika ditotal berapa pendapatan mereka untuk membuat 1 buah Al Quran maka tinggal kalikan Rp 65 ribu x 30 juz.
"Itu saja tidak mesti 30 juz, barusan dapat pesanan dari teman di Bandung cuma 10 juz. Jadi tidak bisa dipastikan kapan ramainya pemesan," ungkap Suharto.
Dan, untuk menambah pemasukan, ketika Anik mengerjakan pesanan, Suharto membuka praktek pijat di rumah dengan tarif ala kadarnya.
"Yang pijat biasanya orang sekitar Simo sini, ngasihnya juga tidak banyak, bisa 25 ribu kadang 35 ribu rupiah. Makanya saya tidak terlalu menggantungkan pada pesanan Al Quran braille karena itu saya anggap ibadah. Saya ingin melebarkan sayap jadi penerbit buku braille di Surabaya. Di sini khan jarang, padahal kota besar," pungkasnya.
Kisah Tuna Netra Pembuat Alquran Braille dari Surabaya yang Terlupakan
Namun dengan sedemikian banyaknya artikel mengenai beliau, sungguh miris karena hal tersebut tidak membawa perubahan positif pada kehidupan beliau. Beliaupun terlupakan tanpa ada bantuan dari masyarakat yang berarti. Berikut artikel mengenai hal tersebut
Quote:
Surabaya - Sebagian masyarakat mungkin pernah mendengar nama Anik Indrawati (37). Ya, dialah wanita tuna netra pembuat Alquran braille dari Surabaya. Beberapa tahun lalu, bersama Suharto (43) yang juga tuna netra, mereka pernah 'disambangi' banyak media. Menjadi sorotan atas kepandaian Anik membuat Alquran khusus penyandang tuna netra.
Tapi bagaimana kabarnya sekarang? Seakan terlupakan, Anik dan Suaminya, Suharto juga nyaris kehilangan 'lahan'nya untuk mengerjakan keahliannya tersebut.
Beberapa waktu lalu, detikramadan kesempatan mengunjunginya di kediamannya di Jalan Simo Pomahan Baru Gang XII Nomor 5. Dalam kondisi serba pas-pasan, ia menceritakan pengalamannya setelah menjadi sorotan media kala itu. Ketika ditanya, apakah ada perubahan setelah itu? Anik hanya tersenyum.
"Nggak ada perubahan signifikan kok. Ya memang ada, tapi tidak banyak," tuturnya membuka pembicaraan.
Apakah mempengaruhi order? "Tidak, biasa saja, tidak ada perubahan order," ujar Anik seraya tersenyum
Anik yang buta sejak umur 6 bulan itu memang sudah terbiasa dengan keadaannya. Tamat SMP, Anik melanjutkan pendidikan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Islam Karunia (Yaptunik) di Jalan Darmokali gang Tugu, nomor 210, Surabaya. Disitu jugalah ia berkenalan dengan tambatan hatinya, Suharto. Tahun 2004 mereka memutuskan menikah.
Namun kepandaian Anik membuat Alquran Braille memang sudah ia asah semenjak masuk di Yaptunik. Perlu waktu dua bulan untuk membuat Anik paham cara membuat Alquran Braille. Berangkat dari keprihatinannya atas kondisi teman-temannya yang saat itu kekurangan Alquran, Anik memutuskan memproduksi sendiri. Berbekal mesin ketik braille yang dipinjamkan Yaptunik padanya, Anik kemudian memproduksi Alquran Braille. Semua ia kerjakan sendiri secara manual. Istilahnya, ini adalah produk handmade.
Kemudian yayasan yang membawahi Anik membantunya memasarkan produknya tersebut sampai sekarang. Dalam satu minggu, Anik bisa menyelesaikan 1-2 juz. 1 juz dijual oleh Yayasan sebesar 70 ribu rupiah. Per lembarnya, Anik mendapatkan upah 500 rupiah dari Yayasan.
"Penghasilan tidak menentu, makanya suami bantu dengan buka praktik pijat," tutur Anik.
Ironisnya, kini order yang masuk ke Anik sudah mulai berkurang. Menurutnya, Alquran buatannya sudah kalah dengan yang Alquran produksi mesin.
"Teknologinya sudah canggih, orang pada beralih ke Alquran yang dibuat mesin," tandasnya.
Anik dan Suharto kini hanya bisa pasrah, menggantungkan hidup dari rezeki seadanya. Namun hal tersebut tak membuat Anik dan suaminya berkecil hati. Mereka bahkan berharap, pemerintah bisa memperluas keterampilan-keterampilan seperti yang dimiliki Anik kepada para tuna netra.
"Pembuatan Alquran braille di Jatim belum ada. Ada hanya di Jakarta dan Bandung. Kami hanya berharap, ketrampilan semacam ini bisa diteruskan," kata Suharto.
Dari pengakuannya, dua tahun lalu, ada rombongan yang menyebut dari Kementerian Agama Pusat mendatangi rumah Anik dan Suharto. Mereka menjanjikan pada Anik untuk mengadakan Diklat guna memperluas keterampilan semacam ini.
Lagi-lagi, janji tersebut hanya sekedar angin lalu, hingga sekarang tidak ada realisasi sama sekali.
"Kami ini belum punya anak, begitu ditawari diklat semacam itu untuk memperluas keterampilan membuat Alquran braille, jelas kami senang. Jadi bisa ada orang yang meneruskan. Tapi, sampai sekarang belum ada realisasinya," pungkas Anik.
Seperti itulah keadaan pejuang agama tersebut. Disini sekalilagi ane ga bawa satu agama khusus, pelajaran ini berlaku untuk semua bagian dari kita, memang mungkin kita sering melihat banyak mereka disana yang dengan kekurangannya namun tetap menjaga hakikat hidupnya sebagai ciptaan yang taat kepada Tuhannya.
Silakan agan2 yang terketut hatinya kiranya bisa membantu beliau dalam bentuk apapun sehingga tidak melulu kita hanya buka tutup thread/artikel yang nantinya tanpa arti
Ane ucapain makasih buat agan yang berkenan baca thread ini sampe abis, ga usah ngucapin terimakasih balik, ente juga udah gede, udah tau mana tombolnya buat ngasih cendol , cukup action dg sedikit bantuan untuk beliau, toh tadi juga baca alamatnya (Jalan Simo Pomahan Baru gang XII, nomer 15, Surabaya, Jatim.)