Pernah muda di tahun 90an sebenarnya antara beruntung dan tidak beruntung buat saya. Tidak beruntungnya karena sebagai anak muda yang sedang ingin tahu banyak hal, sedang idealis-idealisnya, pada waktu itu negeri ini masih begitu pelit untuk memintarkan rakyatnya. Semua serba terbatas dalam mencari informasi tentang perkembangan dunia di luar. Tayangan televisi dibatasi, padahal jika dipikir listrik kita yang bayar, televisi kita punya sendiri, tapi sedikit sekali yang bisa kita dapat dari media informasi yang katanya sarana mencerdaskan bangsa.

Dalam keadaan serba terbatas itulah, muncul anomali yang menyejukkan sekaligus mencerahkan. Yap, saya bicara soal musik. Dan, ya,sudah pasti banyak yang turut menyaksikan betapa era 90an musik bicara sebagai musik apa adanya, bukan sebagai komoditas seperti sekarang. Buat saya pribadi, musik adalah attitude dan cerminan seorang, entah itu musisi atau penikmatnya.Sebuah musik pastilah mengusung ideologi sang kreator di dalamnya, sebagaimana sastra dan filsafat, ia adalah sebuah hasil pemikiran. Apakah pemikiran itu sejalan dan bisa diterima oleh penikmatnya, itu masalah subyektifitas. Namun saat sekarang, berlaku sebaliknya, idealisme musisi sudah bisa dibeli, orang bermusik menuruti selera pasar. Mungkin juga tujuannya memang cuma genjrang-genjreng tanpa punya idealisme di kepala mereka.

Sebagai satu-satunya akses informasi tentang musik internasional yang sedang seru-serunya, MTV hadir di salah satu TV lokal meski dalam waktu yang terbatas. Namun begitu banyak membuka mata saya soal dunia
musik di luar sana. Saya bahkan sampai bela-belain nonton sampai malam demi melihat video klip dari band-band luar yang saat itu begitu langka. Sedikit butuh perjuangan melawan kantuk, tapi ada kesenangan bahkan kebanggaan tersendiri ketika bercerita kepada kawan .Eh, semalam gue liat The Verve di Alternative Nation, ada The Cure.Tapi saya pilih senyum sendiri mengingat-ingat betapa kerennya Johny Greenwood di klip musiknya Radiohead semalam.

Masa itu, juga ditandai dengan style British Invasion kembali terjadi
band-band Britpop dan musik alternative bermunculan. Britpop adalah band-band british yang lahir antara kurun tahun 1995-1998, meski banyak band lain dari negeri Elizabeth namun tidak bisa dikatakan Britpop semua meski jalur bermusik mereka tak jauh beda. Sebelum Britpop muncul sudah ada Radiohead dan The Verve yang sedikit lebih dewasa, namun memang tidak seheboh seperti penerusnya yang usianya relatif lebih muda.Band-band seperti The Stone Roses, OASIS, Blur, Suede, Weezer, RATM, Smashing Pumpkins, Manic Street Preachers, dan masih banyak lagi wara-wiri di MTV, bergantian seperti sedang ada parade orang-orang berbakat. Dan tentu saja saat itu mereka menjadi style alternatif yang 'mencuri' perhatian anak muda, terutama band-band Britpop, seperti gaya berpakaian--kemeja flanel, sneaker, suede shoes dan gaya rambut berponi ala si bad boy Noel Galagher sampai isu-isu perseteruan antara Noel dan Liam, Blur dan Oasis, semua jadi patut untuk saya tahu dan ikuti perkembangannya. Sedikit yang saya ingat adalah peristiwa menghilangnya Richey Edwards dari MSP saat itu sedang hangat-hangatnya. Richey yang suicidal itu, beberapa tahun belakangan dinyatakan meninggal tanpa diketemukan jasadnya, beberapa spekulasi mengatakan kalau dia menerjunkan diri dari sebuah jembatan untuk menguji nyalinya, yah, that dude kinda sicko.

Tidak cuma Britpop yang menarik saya, saya juga suka cewe yang bersemangat dan sentimental seperti Frente, Alanis Morisette, Fiona Apple, Tori Amos, Natalie Imbruglia. Wah, jangan ngaku anak 90an kalau tidak pernah dengar lagu-lagu mereka, apalagi yang saya sebut terakhir itu. Dari band rock, tentu saja banyak sekali, ada Creed, Third Eye Blind, Within Temptation, dll . Sampai juga pada band-band alternative yang bejibun, menawarkan tone yang bersemangat khas anak muda.Ash, Incubus, Matchbox Twenty, Dave Grohl yang bangkit bikin band baru setelah wafatnya Kurt Cobain, No Doubt dengan video apel berulat, lagu Stupid Girl-nya Garbage yang tak terlupakan, dan Daniel - Silverchair, juga sulitnya
membedakan vokalis REM, Smashing Punmpkins, ZWAN, dan Vertical Horizon. Hehe,maklum sama-sama kaukasian botak.

Hmm, masa 90an berakhir seiring saya meninggalkan bangku SMU. MTV sudah berubah layaknya America Hit-List dengan musik-musik yang semakin tak karuan mutunya (buat saya loh). Saya mulai kehilangan kesenangan tiap di depan TV, TV juga bukan lagi media informasi yang baik untuk mencari referensi musik yang benar-benar berkualitas (deuh, macem saya ini musisi aja ya!). Menyadarkan saya juga bahwa musik-musik seperti itu sulit untuk saya nikmati.

Ketika era 90an berakhir itu juga, saya mulai sibuk ini itu. Saya bukan remaja yang berapi-api lagi, antusiasme saya juga tidak setinggi dulu untuk berburu kaset dan CD ( kalau di Bandung ane biasa di DesTik aka Jl. Dewi Sartika ), dengan segala gossip band yang sedang seru di majalah-majalah musik.

Saya lebih pilih ngobrolin musik di chat room atau teman. Dari situ jugalah kompromi selera musik saya mulai melebar, berkenalan dengan genre yang sama sekali baru dan tidak umum. Kebanyakan dapat referensinya dari influensi band-band yang sebelumnya sudah saya dengar dan suka. Seaneh apa pun, ketika saya dapat menikmatinya dan mempengaruhi diri secara emosional, maka sudah pasti saya tak bisa berhenti mendengarnya. Mulai kenal juga band-band indie lokal, nonton gigs di beberapa kampus. Walau tidak terlalu excited seperti dulu di jaman 90an, tapi musik adalah tetap bagian yang tak pernah absen sehari pun dalam kehidupan saya.