- Beranda
- Komunitas
- News
- Sains & Teknologi
Riset: Abu Kelud Lebih Baik Dibanding Merapi


TS
bagaswara
Riset: Abu Kelud Lebih Baik Dibanding Merapi

Quote:
Tim riset gabungan lintas disiplin dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengerjakan riset untuk mendeteksi potensi abu hasil letusan Gunung Kelud yang mengguyur kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Riset itu berlangsung sejak 17 Maret 2013.
Wakil Rektor Bidang Akademik UMY, Gunawan Budiyanto, mengatakan riset ini bisa berlangsung cepat karena memakai perbandingan hasil penelitian lain tentang abu letusan Merapi. Dalam sepekan, dia melanjutkan, ada dua kesimpulan final mengenai manfaat abu Gunung Kelud. "Bisa menyuburkan tanah tandus dan meningkatkan kualitas pupuk kompos," kata Gunawan, Selasa, 25 Februari 2014.
Dia menjelaskan abu Gunung Kelud yang mengguyur DIY memiliki efektivitas lebih baik untuk menyuburkan tanah ketimbang material serupa dari Gunung Merapi. Material abu gunung kelud jauh lebih lembut, dengan diameter 0,002 milimeter. Sedangkan abu letusan Merapi agak kasar karena banyak bercampur pasir.
Gunawan menyimpulkan karakter kelembutan abu letusan Gunung Kelud di DIY menyebabkan kemampuannya lebih kuat dalam mengikat air. Gaya adhesi atau pengikatan pada air dalam skala tinggi dimiliki oleh abu kelud yang berukuran halus. "Bukan hanya memiliki nutrisi yang bagus untuk tanah saja,"katanya.
Menurut dia, pemanfaatan abu ini bisa digunakan untuk mengubah karakter sejumlah tanah tandus di DIY agar memiliki daya ikat ke air lebih kuat. Namun abu ini tetap tidak boleh hanya berada di permukaan tanah karena malah bisa mengeras dan menghalangi air meresap ke tanah. "Tetap harus dicampur dengan lapisan bawah permukaan tanah," katanya.
Tim riset gabungan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Nutrisi Tanaman UMY menjajal efektivitas abu Kelud ke tanah merah dari Gunungkidul, tanah pasir dari pesisir Bantul, dan tanah berpasir dari kawasan sekitar pantai di Kulonprogo. Tanah-tanah itu selama ini dimanfaatkan oleh petani untuk menanam melon, semangka, dan cabai. "Tapi waktu tanam agak lama karena tanah gampang kering," katanya.
Hasil uji coba: setelah disiram air, ketika dalam kondisi biasa, contoh tanah-tanah itu hanya bisa bertahan basah selama setengah hari. Apabila adonan tanahnya dicampuri abu Gunung Kelud, daya ikat terhadap air jauh lebih lama. "Bisa dua hari dua malam," kata Gunawan.
Karena memiliki daya ikat yang baik pada zat cair, abu Kelud yang lembut juga baik untuk memaksimalkan fungsi pupuk kompos. Pencampuran abu dengan kotoran hewan atau bahan organik yang melapuk bisa menghasilkan pupuk kompos berkualitas lebih baik. "Makanya, abu Kelud di DIY lebih baik digunakan untuk memulihkan kesuburan tanah di sejumlah kawasan tandus," katanya.
Tim lain, yang bekerja di Laboratorium Mekanika Tanah UMY, juga sedang mempelajari kemungkinan abu Kelud bisa dicampur dengan semen. Namun ada dugaan abu Kelud memiliki daya susut kembang yang berbeda dengan semen.
Pencampuran secara asal-asalan bisa memudahkan bangunan konstruksi retak sebab responskeduanya pada peningkatan dan pengurangan suhu berbeda. Gunawan mengatakan riset itu masih dalam tahap menguji daya susut kembang abu Kelud. "Kalau hasilnya memang beda jauh, kami cari cara untuk menyeimbangkannya," katanya.
Dia menambahkan, sejumlah mahasiswa dari program teknik mesin pun ikut terlibat dalam tim kajian abu Kelud. Mereka tertarik dengan kemungkinan efek pengaruh abu halus ini ke kinerja mesin otomotif. "Mereka anggap ini pengetahuan baru," katanya.
Adaoun pakar pengkajian tanah dari Fakultas Pertanian UGM, Azwar Maaz, menyebut material halus abu vulkanis di DIY sebagai bahan cepat saji untuk pembentukan tanah yang subur. Namun, menurut dia, proses penyatuannya dengan tanah butuh waktu lama apabila tanpa campuran lain. "Bisa cepat melapuk kalau dicampur tanah lama, kompos, dan pupuk organik," katanya.
Dia mengatakan material abu vulkanis dari Gunung Kelud mengandung pH 5,5-6. Daya hantar listrik atau kandungan garamnya tinggi, yakni 1-2 mili siemens (mS) per sentimeter.
Meski kondisi pH abu vulkanis itu aman, keasamannya yang tinggi bisa mengganggu pertumbuhan tanaman. Terutama, apabila abu menempel pada tanaman. "Idealnya, ada siraman air yang intens agar daya hantar listrik (keasaman) abu ini menurun," katanya.
Wakil Rektor Bidang Akademik UMY, Gunawan Budiyanto, mengatakan riset ini bisa berlangsung cepat karena memakai perbandingan hasil penelitian lain tentang abu letusan Merapi. Dalam sepekan, dia melanjutkan, ada dua kesimpulan final mengenai manfaat abu Gunung Kelud. "Bisa menyuburkan tanah tandus dan meningkatkan kualitas pupuk kompos," kata Gunawan, Selasa, 25 Februari 2014.
Dia menjelaskan abu Gunung Kelud yang mengguyur DIY memiliki efektivitas lebih baik untuk menyuburkan tanah ketimbang material serupa dari Gunung Merapi. Material abu gunung kelud jauh lebih lembut, dengan diameter 0,002 milimeter. Sedangkan abu letusan Merapi agak kasar karena banyak bercampur pasir.
Gunawan menyimpulkan karakter kelembutan abu letusan Gunung Kelud di DIY menyebabkan kemampuannya lebih kuat dalam mengikat air. Gaya adhesi atau pengikatan pada air dalam skala tinggi dimiliki oleh abu kelud yang berukuran halus. "Bukan hanya memiliki nutrisi yang bagus untuk tanah saja,"katanya.
Menurut dia, pemanfaatan abu ini bisa digunakan untuk mengubah karakter sejumlah tanah tandus di DIY agar memiliki daya ikat ke air lebih kuat. Namun abu ini tetap tidak boleh hanya berada di permukaan tanah karena malah bisa mengeras dan menghalangi air meresap ke tanah. "Tetap harus dicampur dengan lapisan bawah permukaan tanah," katanya.
Tim riset gabungan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Nutrisi Tanaman UMY menjajal efektivitas abu Kelud ke tanah merah dari Gunungkidul, tanah pasir dari pesisir Bantul, dan tanah berpasir dari kawasan sekitar pantai di Kulonprogo. Tanah-tanah itu selama ini dimanfaatkan oleh petani untuk menanam melon, semangka, dan cabai. "Tapi waktu tanam agak lama karena tanah gampang kering," katanya.
Hasil uji coba: setelah disiram air, ketika dalam kondisi biasa, contoh tanah-tanah itu hanya bisa bertahan basah selama setengah hari. Apabila adonan tanahnya dicampuri abu Gunung Kelud, daya ikat terhadap air jauh lebih lama. "Bisa dua hari dua malam," kata Gunawan.
Karena memiliki daya ikat yang baik pada zat cair, abu Kelud yang lembut juga baik untuk memaksimalkan fungsi pupuk kompos. Pencampuran abu dengan kotoran hewan atau bahan organik yang melapuk bisa menghasilkan pupuk kompos berkualitas lebih baik. "Makanya, abu Kelud di DIY lebih baik digunakan untuk memulihkan kesuburan tanah di sejumlah kawasan tandus," katanya.
Tim lain, yang bekerja di Laboratorium Mekanika Tanah UMY, juga sedang mempelajari kemungkinan abu Kelud bisa dicampur dengan semen. Namun ada dugaan abu Kelud memiliki daya susut kembang yang berbeda dengan semen.
Pencampuran secara asal-asalan bisa memudahkan bangunan konstruksi retak sebab responskeduanya pada peningkatan dan pengurangan suhu berbeda. Gunawan mengatakan riset itu masih dalam tahap menguji daya susut kembang abu Kelud. "Kalau hasilnya memang beda jauh, kami cari cara untuk menyeimbangkannya," katanya.
Dia menambahkan, sejumlah mahasiswa dari program teknik mesin pun ikut terlibat dalam tim kajian abu Kelud. Mereka tertarik dengan kemungkinan efek pengaruh abu halus ini ke kinerja mesin otomotif. "Mereka anggap ini pengetahuan baru," katanya.
Adaoun pakar pengkajian tanah dari Fakultas Pertanian UGM, Azwar Maaz, menyebut material halus abu vulkanis di DIY sebagai bahan cepat saji untuk pembentukan tanah yang subur. Namun, menurut dia, proses penyatuannya dengan tanah butuh waktu lama apabila tanpa campuran lain. "Bisa cepat melapuk kalau dicampur tanah lama, kompos, dan pupuk organik," katanya.
Dia mengatakan material abu vulkanis dari Gunung Kelud mengandung pH 5,5-6. Daya hantar listrik atau kandungan garamnya tinggi, yakni 1-2 mili siemens (mS) per sentimeter.
Meski kondisi pH abu vulkanis itu aman, keasamannya yang tinggi bisa mengganggu pertumbuhan tanaman. Terutama, apabila abu menempel pada tanaman. "Idealnya, ada siraman air yang intens agar daya hantar listrik (keasaman) abu ini menurun," katanya.
sumber: TEMPO
wah baru tau ternyata abunya beda ya, kirain sama padahal sama2 dari gunung berapi hehe

0
1.9K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan