- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Australia Sodorkan Bukti Biaya Perjalanan MUI


TS
vikiejeleek
Australia Sodorkan Bukti Biaya Perjalanan MUI
Quote:

TEMPO.CO , Jakarta: Mohammed El-Mouelhy, Presiden Halal Ceritification Authority Australia, menyanggah pernyataan Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan Shaberah soal biaya perjalanan ke Australia pada 2-8 April 2006. Dalam wawancaranya dengan majalah Tempo edisi 24-30 Februari 2013, Amidhan mengatakan biaya peninjauan lembaga-lembaga halal itu atas biaya Kementerian Agama.
Menurut Amidhan ia bersama enam orang lainnya berkunjung ke Australia untuk mensurvei enam lembaga halal yang meminta izin bisa mengeluarkan sertifikat halal bagi produsen makanan dan minuman di negeri Kanguru itu. "Karena diajak Kementerian Agama, biayanya ditanggung APBN," kata Amidhan. Ia menegaskan kembali pernyataan itu dalam jumpa pers di kantornya, pada Rabu, 26 Februari 2013.
Mouelhy yang membaca wawancara itu segera mengirimkan surat elektronik kepada redaksi Tempo yang berisi bukti tiket untuk tamu-tamunya itu. Total ia mengeluarkan uang Aus$ 28.000 atau sekitar Rp 300 juta--bukan Aus$ 26.000 seperti ditulis majalah Tempo "Astaga Label Halal" terbit pekan ini--untuk sangu, tiket, hotel, dan akomodasi selama berkeliling Australia itu.(baca:Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal)
Menurut Mouelhy, kendati ada tujuh orang dalam rombongan, hanya lima yang meneruskan perjalanan ke empat negara bagian sampai tuntas sepekan. Dua petinggi, Ketua Komisi Fatwa Ma'ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Ichwan Sam, kembali ke Indonesia ketika mendarat di Melbourne dari Sydney.
Uang hasil patungan enam lembaga halal itu dibungkus amplop dan diserahkan kepada utusan MUI itu saat pesawat akan bertolak kembali ke Indonesia di Bandara Melbourne. Dalam pernyataan tersumpah di depan notaris, Mouelhy mengatakan jumlah sangu untuk Amidhan terbesar dibanding untuk yang lain.(baca:Sertifikat Halal MUI Itu Harusnya Gratis, tapi... )
Izin halal dari MUI tak turun untuk tiga lembaga itu, termasuk lembaga Mouelhy. Permohonan Mouelhy ditolak dengan alasan kantor perusahaan Mouelhy di rumah dan mempekerjakan anak dan istrinya. "Pernyataan itu jauh sekali dari kenyataannya," kata Mouelhy. "Sejak 1979 kantor saya ada di pusat bisnis Sydney." (Baca: Calo Halal Asal Indonesia Beroperasi di Australia)
Dengan pernyataan Amidhan itu, Mouelhy meminta auditor pemerintah mengusutnya karena kemungkinan Amidhan dan para pejabat itu mendapat uang sangu ganda. (Baca juga: Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal)
Dalam aturanya, MUI menetapkan honor bagi pejabat yang dikirim untuk mensurvei atau mengaudit lembaga halal di luar negeri. Besarnya US$ 115 per orang per hari.
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...ggah-Ketua-MUI
ulama sekarang udah ga takut bohong. ironi.
Quote:
Original Posted By a70n98►Tambahan Gan:
Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal

Kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) di Jl. Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Petinggi Majelis Ulama Indonesia ditengarai memainkan izin pemberian sertifikat halal di Australia dan negara lain. Penelusuran Tempo, sejumlah bukti menunjukkan ada setoran-setoran yang dikirim terkait dengan pemberian lisensi untuk perusahaan di Australia. Lisensi ini digunakan oleh perusahaan lokal Australia untuk memberi label halal bagi produk yang dijual di Indonesia.
Ketua Halal Certification Authority yang berbasis di Sydney, Mohamed El-Mouelhy, menuturkan siapa saja yang ingin mendapatkan lisensi itu harus membayar sejumlah uang ke MUI. Tak hanya membayar "donasi", para pengusaha halal ini juga wajib membiayai perjalanan pejabat-pejabat MUI dan rombongan mereka ke Australia.
"Saya harus membayar semuanya mulai dari makan, pesawat, hotel, dan uang saku," katanya kepada majalah Tempo di Melbourne awal Februari lalu. (baca: Ada Setoran di Balik Label Halal Daging Australia)
Walaupun sudah membayari pelesiran para pejabat MUI, El-Mouelhy tetap tak mendapatkan lisensi halal. Ia juga mengaku tak pernah dikabari soal alasan MUI tak menerbitkan lisensi itu. Padahal sebelumnya ia adalah pemegang lisensi halal untuk produk yang diekspor ke Indonesia.
Tak hanya El-Mouelhy. Seperti dilansir majalah Tempo "Astaga Label Halal" yang terbit pekan ini, Manajer Operasi Al-Iman Islamic Society Amer Ahmed juga mengaku tak pernah mendapatkan kembali lisensi halal yang pernah dipegang oleh perusahaannya. Padahal, bersama El-Mouelhy, ia sudah urunan Aus$ 4.000 untuk membiayai petinggi MUI dan rombongan saat berkunjung ke Australia. (baca:Transaksi Mahal Label Halal)
Tudingan itu mengarah pada Ketua MUI Amidhan Shaberah. Apalagi salah satu pengusaha menunjukkan bukti-bukti transfer ke sejumlah rekening Ketua Majelis Ulama Indonesia. Besarnya bervariasi, ada Aus$ 3.000 ke rekening Amidhan di Commonwealth pada 27 maret 2013. Jumlah terbesar Aus$ 10 ribu atau sekitar Rp 105 juta. Uang itu diberikan agar MUI tak mencabut izin Australian Halal Food Services.
Amidhan membidangi urusan ekonomi dan sertifikasi halal di MUI. Bersama Sekretaris Jenderal Ichwan Syam, tanda tangannya tercantum pada surat izin untuk lembaga-lembaga pemberi label halal. Keduanya juga yang meneken surat pencabutan izin jika perusahaan dianggap melanggar peraturan MUI.
Amidhan menyangkal menerima setoran. Menurut Amidhan, meski ia yang meneken surat izin atau sanksi, keputusannya diketok bersama tiga orang lainnya. Di antaranya Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI Lukmanul Hakim.
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...at-Label-Halal
Sertifikat Halal MUI Itu Harusnya Gratis, tapi..
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan Shaberah mengatakan tak ada biaya yang harus dibayar pengusaha untuk mendapat sertifikat halal. Hal yang sama berlaku untuk organisasi pemberi sertifikat halal dari MUI di negara lain. Amidhan mengatakan sertifikat halal tidak diperjualbelikan alias gratis.
Namun tak begitu kenyataan yang terjadi di lapangan. Organisasi-organisasi pemberi sertifikat halal di Australia kasak-kusuk. Mereka resah kenapa permohonan kepada MUI untuk mendapatkan lisensi halal tak kunjung mendapat jawaban? Setelah memegang lisensi ini, lembaga lokal di Australia bisa mengeluarkan sertifikat halal MUI untuk produk-produk yang dijual ke Indonesia.
Usut punya usut rupanya ada setoran tak resmi yang harus dibayar kepada MUI jika sebuah lembaga ingin mendapatkan lisensi itu. Seorang bekas manajer keuangan di lembaga sertifikasi mengaku pernah mencairkan uang sejumlah Aus$ 50 ribu untuk bosnya. Uang itu digunakan untuk "membayar" MUI agar lembaganya mendapat lisensi yang diinginkan. (Baca: Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal)
"Waktu itu MUI mengancam akan menarik lisensi kami," katanya kepada Tempo di Melbourne, dua pekan lalu. Tak hanya "ongkos" lisensi, pengusaha di Australia juga wajib membayar semua keperluan kunjungan MUI ke Australia. Kunjungan ini dilakukan untuk menilai apakah perusahaan-perusahaan tersebut layak mendapatkan lisensi dari MUI. (baca: Calo Halal Asal Indonesia Beroperasi di Australia)
Ketua Halal Certification Authority yang berbasis di Sydney, Mohamed El-Mouelhy, mengatakan pernah mengeluarkan Aus$ 26 ribu untuk membiayai tujuh delegasi MUI yang berkunjung ke Australia pada 2006 lalu. Ia bersama enam organisasi lainnya urunan masing-masing Aus$ 4.000. Toh, lisensi itu tetap tak ia dapatkan. (baca: Ada Setoran di Balik Label Halal Daging Australia)
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim membantah hal ini. Namun ia membenarkan jika biaya kunjungan harus ditanggung oleh pengundang. "Kami kan enggak punya uang untuk kunjungan ke sana," katanya. Biaya kunjungan itu, menurut dia, meliputi ongkos pesawat, hotel, makan, dan honor.
Namun sumber Tempo di Melbourne mengatakan itu bukan sekadar honor. Sebab, mereka tak bisa serta-merta membiayai kunjungan MUI ke Australia dan dengan mudah mendapatkan lisensi halal yang diinginkan. Selain biaya kunjungan, lembaga harus menyetor sejumlah uang untuk MUI melalui rekanan Amidhan di Australia.
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...ya-Gratis-tapi
Calo Halal Asal Indonesia Beroperasi di Australia
TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis halal memang bisnis yang gurih. Apalagi buat para pengusaha Australia yang bertetangga dengan Indonesia yang memiliki pasar daging begitu besar. Banyaknya dolar yang berputar di bisnis ini membuat tak sedikit orang rela main curang dan mengelabui para pengusaha di Australia.
Salah seorang pengusaha yang ditemui Tempo mengaku pernah membayar seseorang sejumlah Aus$ 4.000 agar produknya mendapat sertifikat kesehatan dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Paska Panen Kementerian Pertanian. "Saya tak pernah mendapat sertifikat itu sampai sekarang," katanya kepada Tempo di Melbourne, awal Februari 2014 lalu.
Pengusaha ini mengaku berkali-kali memasukkan permohonan sertifikasi melalui jalur normal. Sesuai prosedur, ia harus mendapat sertifikasi dari Kementerian Pertanian terlebih dulu sebelum mengajukan permohonan untuk mendapat sertifikat halal. Berkali-kali pula permohonannya itu tak diproses. (baca: Ada Setoran di Balik Label Halal Daging Australia)
Saat menanyakan nasib aplikasinya, petugas di Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Paska Panen malah menjawab berkas miliknya hilang. Ia diminta mengajukan berkas kedua. Begitu putus asa ingin berbisnis di Indonesia, pengusaha ini memutuskan mendatangi kantor Direktorat langsung dan memasukkan permohonannya sendiri. "Aplikasi saya tetap tidak diproses, saya tak tahu kenapa," katanya.
Saat itulah ia bertemu seorang Indonesia yang menawarkan untuk meloloskan permohonan tersebut jika membayar sejumlah uang. Namun malang pula nasibnya, calo itu tak pernah kembali dengan hasil apa pun walaupun sudah mengantongi uang yang ia berikan. (baca: Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal)
Majalah Tempo pekan ini menurunkan laporan tentang dugaan suap terkait dengan pemberian sertifikat halal untuk lembaga pemberi sertifikasi halal di Australia. Tempo menemukan praktek ini rupanya sudah menjadi rahasia umum di kalangan pengusaha di Australia. Beberapa pengusaha bahkan terang-terangan mengeluhkan mahalnya mendapatkan sertifikat halal dari Indonesia.(baca: Transaksi Mahal Label Halal)
Direktur JBS Australia John Berry mengatakan hal ini terjadi menyusul pertumbuhan bisnis halal yang sangat pesat di Australia. Sampai sekitar tahun 2000-an, pemotongan daging halal didominasi oleh peternak di selatan Australia. Namun, setelah itu, bisnis pemotongan daging halal menyebar ke seluruh Australia.
"Semakin banyak pabrik-pabrik dan tempat pemotongan hewan beralih ke bisnis halal dalam lima tahun terakhir," katanya. Pemicunya tentu saja permintaan produk halal yang terus meningkat dari seluruh dunia. Namun hal ini rupanya memicu persaingan di dalam negeri Australia sendiri, di antara lembaga pemberi sertifikat halal.
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...i-di-Australia
Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal

Kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) di Jl. Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Petinggi Majelis Ulama Indonesia ditengarai memainkan izin pemberian sertifikat halal di Australia dan negara lain. Penelusuran Tempo, sejumlah bukti menunjukkan ada setoran-setoran yang dikirim terkait dengan pemberian lisensi untuk perusahaan di Australia. Lisensi ini digunakan oleh perusahaan lokal Australia untuk memberi label halal bagi produk yang dijual di Indonesia.
Ketua Halal Certification Authority yang berbasis di Sydney, Mohamed El-Mouelhy, menuturkan siapa saja yang ingin mendapatkan lisensi itu harus membayar sejumlah uang ke MUI. Tak hanya membayar "donasi", para pengusaha halal ini juga wajib membiayai perjalanan pejabat-pejabat MUI dan rombongan mereka ke Australia.
"Saya harus membayar semuanya mulai dari makan, pesawat, hotel, dan uang saku," katanya kepada majalah Tempo di Melbourne awal Februari lalu. (baca: Ada Setoran di Balik Label Halal Daging Australia)
Walaupun sudah membayari pelesiran para pejabat MUI, El-Mouelhy tetap tak mendapatkan lisensi halal. Ia juga mengaku tak pernah dikabari soal alasan MUI tak menerbitkan lisensi itu. Padahal sebelumnya ia adalah pemegang lisensi halal untuk produk yang diekspor ke Indonesia.
Tak hanya El-Mouelhy. Seperti dilansir majalah Tempo "Astaga Label Halal" yang terbit pekan ini, Manajer Operasi Al-Iman Islamic Society Amer Ahmed juga mengaku tak pernah mendapatkan kembali lisensi halal yang pernah dipegang oleh perusahaannya. Padahal, bersama El-Mouelhy, ia sudah urunan Aus$ 4.000 untuk membiayai petinggi MUI dan rombongan saat berkunjung ke Australia. (baca:Transaksi Mahal Label Halal)
Tudingan itu mengarah pada Ketua MUI Amidhan Shaberah. Apalagi salah satu pengusaha menunjukkan bukti-bukti transfer ke sejumlah rekening Ketua Majelis Ulama Indonesia. Besarnya bervariasi, ada Aus$ 3.000 ke rekening Amidhan di Commonwealth pada 27 maret 2013. Jumlah terbesar Aus$ 10 ribu atau sekitar Rp 105 juta. Uang itu diberikan agar MUI tak mencabut izin Australian Halal Food Services.
Amidhan membidangi urusan ekonomi dan sertifikasi halal di MUI. Bersama Sekretaris Jenderal Ichwan Syam, tanda tangannya tercantum pada surat izin untuk lembaga-lembaga pemberi label halal. Keduanya juga yang meneken surat pencabutan izin jika perusahaan dianggap melanggar peraturan MUI.
Amidhan menyangkal menerima setoran. Menurut Amidhan, meski ia yang meneken surat izin atau sanksi, keputusannya diketok bersama tiga orang lainnya. Di antaranya Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI Lukmanul Hakim.
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...at-Label-Halal
Sertifikat Halal MUI Itu Harusnya Gratis, tapi..
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan Shaberah mengatakan tak ada biaya yang harus dibayar pengusaha untuk mendapat sertifikat halal. Hal yang sama berlaku untuk organisasi pemberi sertifikat halal dari MUI di negara lain. Amidhan mengatakan sertifikat halal tidak diperjualbelikan alias gratis.
Namun tak begitu kenyataan yang terjadi di lapangan. Organisasi-organisasi pemberi sertifikat halal di Australia kasak-kusuk. Mereka resah kenapa permohonan kepada MUI untuk mendapatkan lisensi halal tak kunjung mendapat jawaban? Setelah memegang lisensi ini, lembaga lokal di Australia bisa mengeluarkan sertifikat halal MUI untuk produk-produk yang dijual ke Indonesia.
Usut punya usut rupanya ada setoran tak resmi yang harus dibayar kepada MUI jika sebuah lembaga ingin mendapatkan lisensi itu. Seorang bekas manajer keuangan di lembaga sertifikasi mengaku pernah mencairkan uang sejumlah Aus$ 50 ribu untuk bosnya. Uang itu digunakan untuk "membayar" MUI agar lembaganya mendapat lisensi yang diinginkan. (Baca: Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal)
"Waktu itu MUI mengancam akan menarik lisensi kami," katanya kepada Tempo di Melbourne, dua pekan lalu. Tak hanya "ongkos" lisensi, pengusaha di Australia juga wajib membayar semua keperluan kunjungan MUI ke Australia. Kunjungan ini dilakukan untuk menilai apakah perusahaan-perusahaan tersebut layak mendapatkan lisensi dari MUI. (baca: Calo Halal Asal Indonesia Beroperasi di Australia)
Ketua Halal Certification Authority yang berbasis di Sydney, Mohamed El-Mouelhy, mengatakan pernah mengeluarkan Aus$ 26 ribu untuk membiayai tujuh delegasi MUI yang berkunjung ke Australia pada 2006 lalu. Ia bersama enam organisasi lainnya urunan masing-masing Aus$ 4.000. Toh, lisensi itu tetap tak ia dapatkan. (baca: Ada Setoran di Balik Label Halal Daging Australia)
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim membantah hal ini. Namun ia membenarkan jika biaya kunjungan harus ditanggung oleh pengundang. "Kami kan enggak punya uang untuk kunjungan ke sana," katanya. Biaya kunjungan itu, menurut dia, meliputi ongkos pesawat, hotel, makan, dan honor.
Namun sumber Tempo di Melbourne mengatakan itu bukan sekadar honor. Sebab, mereka tak bisa serta-merta membiayai kunjungan MUI ke Australia dan dengan mudah mendapatkan lisensi halal yang diinginkan. Selain biaya kunjungan, lembaga harus menyetor sejumlah uang untuk MUI melalui rekanan Amidhan di Australia.
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...ya-Gratis-tapi
Calo Halal Asal Indonesia Beroperasi di Australia
TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis halal memang bisnis yang gurih. Apalagi buat para pengusaha Australia yang bertetangga dengan Indonesia yang memiliki pasar daging begitu besar. Banyaknya dolar yang berputar di bisnis ini membuat tak sedikit orang rela main curang dan mengelabui para pengusaha di Australia.
Salah seorang pengusaha yang ditemui Tempo mengaku pernah membayar seseorang sejumlah Aus$ 4.000 agar produknya mendapat sertifikat kesehatan dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Paska Panen Kementerian Pertanian. "Saya tak pernah mendapat sertifikat itu sampai sekarang," katanya kepada Tempo di Melbourne, awal Februari 2014 lalu.
Pengusaha ini mengaku berkali-kali memasukkan permohonan sertifikasi melalui jalur normal. Sesuai prosedur, ia harus mendapat sertifikasi dari Kementerian Pertanian terlebih dulu sebelum mengajukan permohonan untuk mendapat sertifikat halal. Berkali-kali pula permohonannya itu tak diproses. (baca: Ada Setoran di Balik Label Halal Daging Australia)
Saat menanyakan nasib aplikasinya, petugas di Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Paska Panen malah menjawab berkas miliknya hilang. Ia diminta mengajukan berkas kedua. Begitu putus asa ingin berbisnis di Indonesia, pengusaha ini memutuskan mendatangi kantor Direktorat langsung dan memasukkan permohonannya sendiri. "Aplikasi saya tetap tidak diproses, saya tak tahu kenapa," katanya.
Saat itulah ia bertemu seorang Indonesia yang menawarkan untuk meloloskan permohonan tersebut jika membayar sejumlah uang. Namun malang pula nasibnya, calo itu tak pernah kembali dengan hasil apa pun walaupun sudah mengantongi uang yang ia berikan. (baca: Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal)
Majalah Tempo pekan ini menurunkan laporan tentang dugaan suap terkait dengan pemberian sertifikat halal untuk lembaga pemberi sertifikasi halal di Australia. Tempo menemukan praktek ini rupanya sudah menjadi rahasia umum di kalangan pengusaha di Australia. Beberapa pengusaha bahkan terang-terangan mengeluhkan mahalnya mendapatkan sertifikat halal dari Indonesia.(baca: Transaksi Mahal Label Halal)
Direktur JBS Australia John Berry mengatakan hal ini terjadi menyusul pertumbuhan bisnis halal yang sangat pesat di Australia. Sampai sekitar tahun 2000-an, pemotongan daging halal didominasi oleh peternak di selatan Australia. Namun, setelah itu, bisnis pemotongan daging halal menyebar ke seluruh Australia.
"Semakin banyak pabrik-pabrik dan tempat pemotongan hewan beralih ke bisnis halal dalam lima tahun terakhir," katanya. Pemicunya tentu saja permintaan produk halal yang terus meningkat dari seluruh dunia. Namun hal ini rupanya memicu persaingan di dalam negeri Australia sendiri, di antara lembaga pemberi sertifikat halal.
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...i-di-Australia
Diubah oleh vikiejeleek 27-02-2014 17:53
0
13.1K
Kutip
142
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan