- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Terkait Guntur Bumi, Habib Selon: "Jangan Bangunin Macan Tidur"


TS
yokono
Terkait Guntur Bumi, Habib Selon: "Jangan Bangunin Macan Tidur"
Quote:
Terkait Guntur Bumi, Habib Selon: Jangan Bangunin Macan Tidur
Senin, 24 Februari 2014 15:30 Oleh: Fahri Haidar

Senin, 24 Februari 2014 15:30 Oleh: Fahri Haidar

Jakarta, Sayangi.com - Ketua Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Habib Salim Alatas atau yang akrab disapa Habib Selon angkat bicara terkait isu penipuan dan praktik pengobatan yang dilakukan Ustadz Guntur Bumi (UGB).
“Apapun yang menimpa dan jadi permasalahan para Ulama, Ustadz, Kyai, Da’i dan sebagainya itu kan ujian dari Allah SWT. Tapi permasalahannya ini persoalan apa?”, kata Habib Selon kepada wartawan di ponpes Assidiqiyah Pusat, Kedoya, Jakarta Barat, Jum’at (21/2).
Menurutnya, jika pasien yang berobat ke tempat UGB merasa diberatkan, merasa kecewa, lebih baik tidak usah berobat. Begitupun, sambung habib, jika ke dokter merasa diberatkan, merasa dibohongi sama dokter, lebih baik jangan berobat.
“Jangan udah ga berhasil dibilang itu dokter ga bener, itu ustadz ga bener, itu habib ga bener, nah ini orang yang suka jadi provokator dan ngadu domba. Ini harus kita benahi, kita umat Islam dan para ulama tidak akan membiarkan orang-orang seperti ini,”tegasnya.
Habib mengungkapkan, terkadang ada orang yang mau ngetop, mau cari pamor. Siapapun, tandasnya, jika mau cari pamor jangan nempel di ustadz, jangan nempel di habib atau ulama. Lebih baik katanya, ke tempat olga saja atau ikut program TV yang lagi naik, pasti nanti dikenal.
“Ga usah lah...jangan bangunin macan tidur. Kalo dia merasa dirugikan, laporkan. Tapi dengan syarat, ada bukti. Dan juga UGB jangan segan-segan laporin mereka balik. Sekarang ini banyak orang-orang liberal dan otak PKI. Ingat... otak PKI, bukan orang PKI. Mereka mau hancurkan dengan berbagai macam cara ustadz dan da’i," katanya.
Dia menjelaskan, misalnya ada satu pengobatan harus ada beli obat ratusan juta. Jika mampu, jelasnya, silahkan beli, kalo tidak mampu, tidak dipaksakan.
”Di dokter Anda masuk UGD, diinfus, belum dapet kamar udah kasih duit. Kok ga dikomplain? Belum tentu baik tuh penyakit,” tuturnya.
Menurutnya, UGB baca sholawat, baca dzikir, baca Qur’an. Dia menanyakan yang dianggap pelecehan dan pemerasan dimana. Dia juga menegaskan, jika ada unsur pemerasan silahkan dilaporkan dengan bukti yang kuat.
“Misalnya saya ngobatin orang, wah ini obatnya musti jinten item dan beras merah, tolong beli. Kalo mau beli sendiri silahkan. Kalo dia minta saya beliin saya beliin. Ini harganya segini, kalo mampu dan ikhlas ya udah. Tapi kalo disuruh beli obat begitu, dia ngasih uang, tapi dia ga ikhlas ya jangan berobat. Berarti dia mencari masalah,” jelas sang Habib.
Habib Selon menghimbau jika orang terkena penyakit, Jangan pergi ke dukun. Karena, katanya, itu salah dan diharamkan.
“Kalo UGB bukan dukun, dukun beda dengan orang yang bersyariat,” imbuhnya.(GWH)
KANDANG MACANNYA
“Apapun yang menimpa dan jadi permasalahan para Ulama, Ustadz, Kyai, Da’i dan sebagainya itu kan ujian dari Allah SWT. Tapi permasalahannya ini persoalan apa?”, kata Habib Selon kepada wartawan di ponpes Assidiqiyah Pusat, Kedoya, Jakarta Barat, Jum’at (21/2).
Menurutnya, jika pasien yang berobat ke tempat UGB merasa diberatkan, merasa kecewa, lebih baik tidak usah berobat. Begitupun, sambung habib, jika ke dokter merasa diberatkan, merasa dibohongi sama dokter, lebih baik jangan berobat.
“Jangan udah ga berhasil dibilang itu dokter ga bener, itu ustadz ga bener, itu habib ga bener, nah ini orang yang suka jadi provokator dan ngadu domba. Ini harus kita benahi, kita umat Islam dan para ulama tidak akan membiarkan orang-orang seperti ini,”tegasnya.
Habib mengungkapkan, terkadang ada orang yang mau ngetop, mau cari pamor. Siapapun, tandasnya, jika mau cari pamor jangan nempel di ustadz, jangan nempel di habib atau ulama. Lebih baik katanya, ke tempat olga saja atau ikut program TV yang lagi naik, pasti nanti dikenal.
“Ga usah lah...jangan bangunin macan tidur. Kalo dia merasa dirugikan, laporkan. Tapi dengan syarat, ada bukti. Dan juga UGB jangan segan-segan laporin mereka balik. Sekarang ini banyak orang-orang liberal dan otak PKI. Ingat... otak PKI, bukan orang PKI. Mereka mau hancurkan dengan berbagai macam cara ustadz dan da’i," katanya.
Dia menjelaskan, misalnya ada satu pengobatan harus ada beli obat ratusan juta. Jika mampu, jelasnya, silahkan beli, kalo tidak mampu, tidak dipaksakan.
”Di dokter Anda masuk UGD, diinfus, belum dapet kamar udah kasih duit. Kok ga dikomplain? Belum tentu baik tuh penyakit,” tuturnya.
Menurutnya, UGB baca sholawat, baca dzikir, baca Qur’an. Dia menanyakan yang dianggap pelecehan dan pemerasan dimana. Dia juga menegaskan, jika ada unsur pemerasan silahkan dilaporkan dengan bukti yang kuat.
“Misalnya saya ngobatin orang, wah ini obatnya musti jinten item dan beras merah, tolong beli. Kalo mau beli sendiri silahkan. Kalo dia minta saya beliin saya beliin. Ini harganya segini, kalo mampu dan ikhlas ya udah. Tapi kalo disuruh beli obat begitu, dia ngasih uang, tapi dia ga ikhlas ya jangan berobat. Berarti dia mencari masalah,” jelas sang Habib.
Habib Selon menghimbau jika orang terkena penyakit, Jangan pergi ke dukun. Karena, katanya, itu salah dan diharamkan.
“Kalo UGB bukan dukun, dukun beda dengan orang yang bersyariat,” imbuhnya.(GWH)
KANDANG MACANNYA
Quote:
dafet setoran berafe bib dr ugb ??


Quote:
Original Posted By shadownet►
Wkwkkk.. ternyata slogan rombongan SARKUB rata-rata sama... mengatakan jangan ke dukun padahal dirinya sendiri adalah dukun... parahnya lagi dukun berkedok Ustadz atau Kyai...

NB : Hal ini semua tidak lepas dari ajaran yang mengatas namakan ASWAJA dengan dalih melestarikan budaya padahal isinya adalah klenik dan perdukunan yang dibalut dengan topeng agama...
Wkwkkk.. ternyata slogan rombongan SARKUB rata-rata sama... mengatakan jangan ke dukun padahal dirinya sendiri adalah dukun... parahnya lagi dukun berkedok Ustadz atau Kyai...
Spoiler for Barang Bukti:


NB : Hal ini semua tidak lepas dari ajaran yang mengatas namakan ASWAJA dengan dalih melestarikan budaya padahal isinya adalah klenik dan perdukunan yang dibalut dengan topeng agama...
Quote:
Warga Mengadu ke MUI Karena Merasa Ditipu Ustad Guntur Bumi

15 Februari 2014 18:08
Jakarta, Sayangi.com - Karena merasa tertipu dan mendapatkan perlakuan pengobatan yang tidak wajar dari Ustad Guntur Bumi (UGB), Hj. Yanelly (74) mendatangi Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menyampaikan apa yang dialami ketika dia dan ibunya Nurcayati (94) berobat ke ustad yang sering tampil di salah satu stasiun TV ini.
Atas penipuan ini Yarnelly mengalami kerugian 32 gram plus pembayaran 1 juta rupiah (uang pendaftaran Rp500.000 perorang).
Ketika berkunjung ke Sekretariat MUI, Hj Yarnelly didampingi sejumlah lawyer yang tergabung dalam Law Emporcement Watch (LEW) pimpinan Denny Ardiansyah Lubis SH MH dan diterima oleh Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) DR.H.Amirsyah Tambunan, pada Sabtu (14/2) siang di kantor MUI, Jakarta.
Di sekretariat MUI Yarnelly menjelaskan kronologis kejadiannya. Menurutnya pada Jumat (7/2) siang saat Hj.Yarnelly dan Nurcayati selaku orang tuanya yang ditemani oleh anaknya Suta, dan menantunya Mamik berobat ke Padepokan Silaturahmi Ustad Susilo Wibowo alias Ustad Guntur Bumi (UGB).
Tetapi setelah mendengar keterangan dari Staf UGB, dia merasakan keheranan, mengapa keluhan sakit di kaki yang telah dirasakan 2 tahun belakangan ini dianggap seakan terkena “kiriman” orang jahat berupa santet.
"Mengapa keluhan kaki yang menurut dokter karena “bergeser” hanya diolesi balsem Rhemason," kata Yarnelly.
Selain itu, yang lebih membuatnya heran adalah staf UGB mengeluarkan sejenis kawat-kawat halus dari atas kepalanya.Hal yang sama juga dialami oleh ibunya, Nurcayati dan pendamping mereka, Suta, selaku anak atau cucu mengeluarkan kawat-kawat kecil dan halus di atas kepalanya.
Pada saat giliran dipanggil, bukan lagi perasaan heran yang dialami Hj.Yarnelly, namun telah berganti takut, sebab UGB mengeluarkan belatung dari kepalanya, kepala Nurcayati, anaknya Suta, dan menantunya, Mamik juga keluar belatung.
Dilanjutkan Yarnelly, setelah mendengar penjelasan UGB selepas Magrib, dia semakin terseret dalam arus pikiran sang ustad yang menjelaskan kepada semua pasien dan pendamping dalam ruang praktik sang ustad, bahwa penyakit itu dapat dibagi 2 kategori, yaitu penyakit fisik dan non fisik. Jenis penyakit fisik dapat diobati oleh dokter dan tabib lainnya, namun penyakit non fisik berasal dari “kiriman” orang yang iri dan jahat pada seseorang alias santet atau teluh yang dilakukan seseorang untuk mencelakakan orang tidak disukai.
Mendengar penjelasan UGB bahwa satu dari keempat orang yang sedang menjalani pengobatan ini akan menjadi “korban” santet, maka ketakutan Yarnelly semakin menjadi. Lalu Yarnelly menanyakan solusinya kepada UGB.
UGB mengatakan akan memagari mereka. "Insya Allah, kami akan menjaga ibu dan bapak sekalian, yaitu akan kami “pagari”, namun dengan syarat mengqhatam-kan 30 juz Al-Quran sebelum bedug Subuh Sabtu terdengar," kata Yarnelis menirukan UGB.
Kalau tidak bisa, sambung UGB kepada Yarnelis, maka dibadalkan (diwakili) saja oleh para santri UGB di Ponpes Assidiqie, Desa Cijeruk, Bogor. Untuk semua itu, UGB meminta sejumlah uang senilai 25 juta (setelah tawar-menawar) sebagai biaya badal sekaligus memotong hewan kerbau Mina.
Lalu, Hj. Yarnelly mencopot 3 bentuk cincin emas yang dikenakannya dan dengan segera ditimbang UGB, hanya 7 gram totalnya. Karena tidak mencukupi dengan nominal yang diminta UGB, maka diputuskan agar pasien segera melunasi dengan cara mengirim staf-nya untuk mengambil kekurangannya di rumah pasien. Praktis, usai pengobatan pasien diikuti oleh 3 orang staf UGB ke rumah Hj.Yarnelly di Tangerang.
Seluruh emas yang ada di rumah pun dikumpulkan dan disetor (tanpa tanda terima) kepada staf utusan UGB. Sayangnya, hanya ada 25 gram emas. Total semua yang telah disetor Jumat itu hanya 32 gram plus pembayaran 1 juta rupiah uang pendaftaran (per orang Rp.500.000).
Setelah kejadian ini, sadarlah Yarnelis bahwa ia dan keluarganya telah tertipu dengan praktik pengobatan yang ganjil ini. Mengapa kesembuhan harus dibayar dengan melakukan sedekah? Dan mengapa sedekah itu terjadi setelah dirinya “diintimidasi” bahwa telah terkena santet dari orang iri dan jahat.
Sementara itu, Wakil Sekjen MUI Amirsyah yang didampingi staf MUI Bidang Pendidikan Arief, menjanjikan kepada pasien dan para lawyer pendamping yang juga dikawal oleh Forum Umat Islam Peduli Korban UGB, Nur Hidayat dkk.
Amirsyah menjelaskan, bahwa MUI memang tidak bersifat aktif, namun pasif sehingga menunggu dulu keluhan dari masyarakat sebelum melakukan tindakan. Oleh karena itu ia berjanji akan memasukkan pengaduan korban praktik UGB ke dalam materi Rapim, Selasa, 18 Pebruari mendatang di Kantor MUI. (VAL)
SUMBER
Jakarta, Sayangi.com - Karena merasa tertipu dan mendapatkan perlakuan pengobatan yang tidak wajar dari Ustad Guntur Bumi (UGB), Hj. Yanelly (74) mendatangi Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menyampaikan apa yang dialami ketika dia dan ibunya Nurcayati (94) berobat ke ustad yang sering tampil di salah satu stasiun TV ini.
Atas penipuan ini Yarnelly mengalami kerugian 32 gram plus pembayaran 1 juta rupiah (uang pendaftaran Rp500.000 perorang).
Ketika berkunjung ke Sekretariat MUI, Hj Yarnelly didampingi sejumlah lawyer yang tergabung dalam Law Emporcement Watch (LEW) pimpinan Denny Ardiansyah Lubis SH MH dan diterima oleh Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) DR.H.Amirsyah Tambunan, pada Sabtu (14/2) siang di kantor MUI, Jakarta.
Di sekretariat MUI Yarnelly menjelaskan kronologis kejadiannya. Menurutnya pada Jumat (7/2) siang saat Hj.Yarnelly dan Nurcayati selaku orang tuanya yang ditemani oleh anaknya Suta, dan menantunya Mamik berobat ke Padepokan Silaturahmi Ustad Susilo Wibowo alias Ustad Guntur Bumi (UGB).
Tetapi setelah mendengar keterangan dari Staf UGB, dia merasakan keheranan, mengapa keluhan sakit di kaki yang telah dirasakan 2 tahun belakangan ini dianggap seakan terkena “kiriman” orang jahat berupa santet.
"Mengapa keluhan kaki yang menurut dokter karena “bergeser” hanya diolesi balsem Rhemason," kata Yarnelly.
Selain itu, yang lebih membuatnya heran adalah staf UGB mengeluarkan sejenis kawat-kawat halus dari atas kepalanya.Hal yang sama juga dialami oleh ibunya, Nurcayati dan pendamping mereka, Suta, selaku anak atau cucu mengeluarkan kawat-kawat kecil dan halus di atas kepalanya.
Pada saat giliran dipanggil, bukan lagi perasaan heran yang dialami Hj.Yarnelly, namun telah berganti takut, sebab UGB mengeluarkan belatung dari kepalanya, kepala Nurcayati, anaknya Suta, dan menantunya, Mamik juga keluar belatung.
Dilanjutkan Yarnelly, setelah mendengar penjelasan UGB selepas Magrib, dia semakin terseret dalam arus pikiran sang ustad yang menjelaskan kepada semua pasien dan pendamping dalam ruang praktik sang ustad, bahwa penyakit itu dapat dibagi 2 kategori, yaitu penyakit fisik dan non fisik. Jenis penyakit fisik dapat diobati oleh dokter dan tabib lainnya, namun penyakit non fisik berasal dari “kiriman” orang yang iri dan jahat pada seseorang alias santet atau teluh yang dilakukan seseorang untuk mencelakakan orang tidak disukai.
Mendengar penjelasan UGB bahwa satu dari keempat orang yang sedang menjalani pengobatan ini akan menjadi “korban” santet, maka ketakutan Yarnelly semakin menjadi. Lalu Yarnelly menanyakan solusinya kepada UGB.
UGB mengatakan akan memagari mereka. "Insya Allah, kami akan menjaga ibu dan bapak sekalian, yaitu akan kami “pagari”, namun dengan syarat mengqhatam-kan 30 juz Al-Quran sebelum bedug Subuh Sabtu terdengar," kata Yarnelis menirukan UGB.
Kalau tidak bisa, sambung UGB kepada Yarnelis, maka dibadalkan (diwakili) saja oleh para santri UGB di Ponpes Assidiqie, Desa Cijeruk, Bogor. Untuk semua itu, UGB meminta sejumlah uang senilai 25 juta (setelah tawar-menawar) sebagai biaya badal sekaligus memotong hewan kerbau Mina.
Lalu, Hj. Yarnelly mencopot 3 bentuk cincin emas yang dikenakannya dan dengan segera ditimbang UGB, hanya 7 gram totalnya. Karena tidak mencukupi dengan nominal yang diminta UGB, maka diputuskan agar pasien segera melunasi dengan cara mengirim staf-nya untuk mengambil kekurangannya di rumah pasien. Praktis, usai pengobatan pasien diikuti oleh 3 orang staf UGB ke rumah Hj.Yarnelly di Tangerang.
Seluruh emas yang ada di rumah pun dikumpulkan dan disetor (tanpa tanda terima) kepada staf utusan UGB. Sayangnya, hanya ada 25 gram emas. Total semua yang telah disetor Jumat itu hanya 32 gram plus pembayaran 1 juta rupiah uang pendaftaran (per orang Rp.500.000).
Setelah kejadian ini, sadarlah Yarnelis bahwa ia dan keluarganya telah tertipu dengan praktik pengobatan yang ganjil ini. Mengapa kesembuhan harus dibayar dengan melakukan sedekah? Dan mengapa sedekah itu terjadi setelah dirinya “diintimidasi” bahwa telah terkena santet dari orang iri dan jahat.
Sementara itu, Wakil Sekjen MUI Amirsyah yang didampingi staf MUI Bidang Pendidikan Arief, menjanjikan kepada pasien dan para lawyer pendamping yang juga dikawal oleh Forum Umat Islam Peduli Korban UGB, Nur Hidayat dkk.
Amirsyah menjelaskan, bahwa MUI memang tidak bersifat aktif, namun pasif sehingga menunggu dulu keluhan dari masyarakat sebelum melakukan tindakan. Oleh karena itu ia berjanji akan memasukkan pengaduan korban praktik UGB ke dalam materi Rapim, Selasa, 18 Pebruari mendatang di Kantor MUI. (VAL)
SUMBER
Diubah oleh yokono 25-02-2014 01:02
0
17.6K
Kutip
138
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan