- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bisnis Online Wajib Terdaftar di Kementerian Perdagangan (Jual Beli Online)


TS
mows
Bisnis Online Wajib Terdaftar di Kementerian Perdagangan (Jual Beli Online)
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Anda yang suka posting barang dagangan di dunia maya, kemungkinan tak bakal leluasa lagi menggelar lapak. Ke depan, tanpa mendapatkan stempel terdaftar dari Kementerian Perdagangan (Kemdag) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), aktivitas perdagangan online Anda dinyatakan tidak sah, tak diakui.
Ketentuan ini termaktub dalam Undang-Undang (UU) Perdagangan yang disahkan DPR dalam rapat paripurna, Selasa, (11/2) lalu. Di beleid ini terselip tiga pasal yang khusus mengatur tentang transaksi elektronik. Transaksi elektronik tersebut juga mencakup perdagangan di dunia maya atau e-commerce.
UU Perdagangan memasukkan benang merah berupa UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang berlaku sejak 2008 lalu. Di luar itu, setiap kementerian terkait sedang menyiapkan peraturan turunan dan peraturan penjelas seperti yang diamanatkan dalam UU Perdagangan.
Sekadar informasi, inisiasi aturan ini sudah dimulai sejak 1972 silam. Tapi, usulan pembuatan undang-ndangnya lantas mandeg. Baru di 2010 kembali mencuat. Dalam kurun waktu belum ada aturan yang mengatur tentang perdagangan di tanah air, kita menggunakan UU Penyaluran Perusahaan 1934 alias Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 Staatsblad 1938 Nomor 86 bikinan penjajah Belanda.
Tak ayal, harapan akan pengaturan iklim perdagangan yang lebih baik khususnya e-commerce digantungkan pada UU Perdagangan. “Perlindungan kepada konsumen adalah target utama kami,” kata Erik Satrya Wardhana, Wakil Ketua Komisi Perdagangan (VI) DPR.
Karena itu, Daniel Tumiwa, Ketua Indonesia E-commerce Association (IDEA), menyambut baik regulasi anyar tersebut. Dia menegaskan, tanpa payung hukum, tapak bisnis e-commerce tidak kuat, tatkala muncul perselisihan hukum.
Pemerintah sendiri meyakinkan aturan e-commerce di UU Perdagangan bisa melindungi kedua belah pihak: pelaku usaha dan pembeli.
Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan, juga optimistis, ketentuan tersebut bisa meminimalisir penipuan yang sering terjadi dalam transaksi di dunia maya. “Ini juga menjadi panduan bagi penjual agar menjadi pelaku usaha yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Perdagangan tidak sah
Bicara soal potensi penipuan, hal ini sebenarnya bisa terjadi, baik di kalangan penjual maupun pembeli. Modus penipuan di kalangan penjual, misalnya, dengan tidak mengirimkan barang yang sudah terjual atau produk tak sesuai dengan spesifi kasi yang ditawarkan di awal. Sebaliknya, penipuan di kalangan pembeli bisa terjadi tatkala pembeli mangkir tidak mau membayar barang yang sudah di tangannya.
Agar implementasi perlindungan hukum nanti berjalan, pemerintah akan mewajibkan pelaku usaha e-commerce untuk mendaftarkan usaha mereka ke Kemdag. Lalu, atas pilihan menggunakan jalur internet untuk bertransaksi, pelaku usaha juga wajib mendaftarkan diri ke Kemkominfo. Jadi, publik bisa mengecek legalitas pelaku usaha e-commerce.
Dengan begitu, semisal terjadi sengketa antara penjual dan pembeli di dunia maya, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemkominfo Gatot S. Dewa Broto menyatakan, penyelesaian masalah itu bakal lebih mudah. Sebab, legalitas usaha jelas di mata pengadilan.
Namun, Sri Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemdag, mengaku “penertiban” pelaku usaha e-commerce bakal tak mudah. Dus, dia menebak saat peraturan turunan UU Perdagangan jadi, ada pelaku usaha yang masih enggan mendaftarkan usaha mereka.
“Kalau sudah ada aturan jelas tapi tidak melaksanakan, maka kami sebut mereka melakukan perdagangan elektronik secara tidak sah,” tegas Sri.
Tentu, pemerintah tak berhenti pada cap perdagangan tidak sah saja. Sanksi yang lebih tegas harus ada. Nah, Seperti apa, sih, rancangan pemerintah untuk menciptakan iklim ecommerce yang konon bakal lebih baik ini? Yuk, simak di halaman selanjutnya. ( Anastasia Lilin Y, Herry Prasetyo)
Ketentuan ini termaktub dalam Undang-Undang (UU) Perdagangan yang disahkan DPR dalam rapat paripurna, Selasa, (11/2) lalu. Di beleid ini terselip tiga pasal yang khusus mengatur tentang transaksi elektronik. Transaksi elektronik tersebut juga mencakup perdagangan di dunia maya atau e-commerce.
UU Perdagangan memasukkan benang merah berupa UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang berlaku sejak 2008 lalu. Di luar itu, setiap kementerian terkait sedang menyiapkan peraturan turunan dan peraturan penjelas seperti yang diamanatkan dalam UU Perdagangan.
Sekadar informasi, inisiasi aturan ini sudah dimulai sejak 1972 silam. Tapi, usulan pembuatan undang-ndangnya lantas mandeg. Baru di 2010 kembali mencuat. Dalam kurun waktu belum ada aturan yang mengatur tentang perdagangan di tanah air, kita menggunakan UU Penyaluran Perusahaan 1934 alias Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 Staatsblad 1938 Nomor 86 bikinan penjajah Belanda.
Tak ayal, harapan akan pengaturan iklim perdagangan yang lebih baik khususnya e-commerce digantungkan pada UU Perdagangan. “Perlindungan kepada konsumen adalah target utama kami,” kata Erik Satrya Wardhana, Wakil Ketua Komisi Perdagangan (VI) DPR.
Karena itu, Daniel Tumiwa, Ketua Indonesia E-commerce Association (IDEA), menyambut baik regulasi anyar tersebut. Dia menegaskan, tanpa payung hukum, tapak bisnis e-commerce tidak kuat, tatkala muncul perselisihan hukum.
Pemerintah sendiri meyakinkan aturan e-commerce di UU Perdagangan bisa melindungi kedua belah pihak: pelaku usaha dan pembeli.
Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan, juga optimistis, ketentuan tersebut bisa meminimalisir penipuan yang sering terjadi dalam transaksi di dunia maya. “Ini juga menjadi panduan bagi penjual agar menjadi pelaku usaha yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Perdagangan tidak sah
Bicara soal potensi penipuan, hal ini sebenarnya bisa terjadi, baik di kalangan penjual maupun pembeli. Modus penipuan di kalangan penjual, misalnya, dengan tidak mengirimkan barang yang sudah terjual atau produk tak sesuai dengan spesifi kasi yang ditawarkan di awal. Sebaliknya, penipuan di kalangan pembeli bisa terjadi tatkala pembeli mangkir tidak mau membayar barang yang sudah di tangannya.
Agar implementasi perlindungan hukum nanti berjalan, pemerintah akan mewajibkan pelaku usaha e-commerce untuk mendaftarkan usaha mereka ke Kemdag. Lalu, atas pilihan menggunakan jalur internet untuk bertransaksi, pelaku usaha juga wajib mendaftarkan diri ke Kemkominfo. Jadi, publik bisa mengecek legalitas pelaku usaha e-commerce.
Dengan begitu, semisal terjadi sengketa antara penjual dan pembeli di dunia maya, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemkominfo Gatot S. Dewa Broto menyatakan, penyelesaian masalah itu bakal lebih mudah. Sebab, legalitas usaha jelas di mata pengadilan.
Namun, Sri Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemdag, mengaku “penertiban” pelaku usaha e-commerce bakal tak mudah. Dus, dia menebak saat peraturan turunan UU Perdagangan jadi, ada pelaku usaha yang masih enggan mendaftarkan usaha mereka.
“Kalau sudah ada aturan jelas tapi tidak melaksanakan, maka kami sebut mereka melakukan perdagangan elektronik secara tidak sah,” tegas Sri.
Tentu, pemerintah tak berhenti pada cap perdagangan tidak sah saja. Sanksi yang lebih tegas harus ada. Nah, Seperti apa, sih, rancangan pemerintah untuk menciptakan iklim ecommerce yang konon bakal lebih baik ini? Yuk, simak di halaman selanjutnya. ( Anastasia Lilin Y, Herry Prasetyo)
Quote:
Merdeka.com - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengaku siap mengatur mekanisme bisnis online atau perdagangan elektronik. Hal ini menyusul disahkannya RUU Perdagangan menjadi UU perdagangan.
Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan dengan adanya UU Perdagangan tersebut, penjual maupun konsumen mendapatkan payung hukum untuk melakukan aktivitas jual beli melalui elektronik.
"Dilindungi kepentingannya sekaligus juga dipandu dan diberikan arahan untuk bisa menjalankan bisnis tersebut secara baik," ujar Bayu di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/2).
Bayu berharap, dengan adanya aturan ini tindak penipuan dalam jual beli via internet tersebut akan terminimalisir. Bayu berjanji akan segera menyusun aturan teknis pelaksanaannya."Tapi yang jelas Indonesia telah memiliki dasar hukum untuk mengelola perdagangan (elektronik)," jelasnya.
Dalam peraturan pelaksanaan tersebut Kementerian Perdagangan akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk aturan IT. Selain itu, online trading akan dimasukan dalam peraturan pelaksanaan. Selama ini aturan mengenai online trading sudah memiliki peraturan tersendiri.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan pengaturan ini sangat diperlukan untuk melindungi pedagang online Indonesia dari serbuan pedagang online luar negeri.
"Online sekarang tidak diatur. Ini persaingan online luar negeri dahsyat, ada amazone.com. Pedagang online kita harus dipayungi. RUU perdagangan memayungi agar kita bisa memayungi pedagang ini," ucap Gita dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1).
Gita mengklaim, aturan ini membuat perdagangan online menjadi lebih dinamis. Dia menyebutkan, salah satu cara mengatur perdagangan online adalah dikenakan pajak.
"Kalau kita transaksi online perpajakannya belum jelas apalagi pelaku online luar negeri," tegasnya.
Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan dengan adanya UU Perdagangan tersebut, penjual maupun konsumen mendapatkan payung hukum untuk melakukan aktivitas jual beli melalui elektronik.
"Dilindungi kepentingannya sekaligus juga dipandu dan diberikan arahan untuk bisa menjalankan bisnis tersebut secara baik," ujar Bayu di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/2).
Bayu berharap, dengan adanya aturan ini tindak penipuan dalam jual beli via internet tersebut akan terminimalisir. Bayu berjanji akan segera menyusun aturan teknis pelaksanaannya."Tapi yang jelas Indonesia telah memiliki dasar hukum untuk mengelola perdagangan (elektronik)," jelasnya.
Dalam peraturan pelaksanaan tersebut Kementerian Perdagangan akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk aturan IT. Selain itu, online trading akan dimasukan dalam peraturan pelaksanaan. Selama ini aturan mengenai online trading sudah memiliki peraturan tersendiri.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan pengaturan ini sangat diperlukan untuk melindungi pedagang online Indonesia dari serbuan pedagang online luar negeri.
"Online sekarang tidak diatur. Ini persaingan online luar negeri dahsyat, ada amazone.com. Pedagang online kita harus dipayungi. RUU perdagangan memayungi agar kita bisa memayungi pedagang ini," ucap Gita dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1).
Gita mengklaim, aturan ini membuat perdagangan online menjadi lebih dinamis. Dia menyebutkan, salah satu cara mengatur perdagangan online adalah dikenakan pajak.
"Kalau kita transaksi online perpajakannya belum jelas apalagi pelaku online luar negeri," tegasnya.
sumber 1
sumber 2
Selamat tinggal Penipu2 FJB.. Recommended Seller sekarang harus pake stempel Pemerintah..

katanya buat melindungi pedagang dan pembeli dari serbuan pedagang di luar negeri tapi....

Diubah oleh mows 21-02-2014 23:05
0
5.5K
Kutip
75
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan