- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Masakan Padang Sumber Kolesterol? Eits... baca ini dulu


TS
muss4fir
Masakan Padang Sumber Kolesterol? Eits... baca ini dulu
masakan padang, saya rasa hampir seluruh masyarakat indonesia sudah tidak asing lagi dengan hal ini. dari segi rasa, tidak ada yang meragukan masakan padang. Bahkan salah satu menu masakan padang yaitu rendangdinobatkan sebagai masakan paling nikmat di dunia.
kbetulan tadi ane baca2 thread sebelah tentang RM Padang VS Warung Txxxl, kebanyakan komen disana mengatakan bahwa masakan di rm padang memang nikmat dari segi rasa tapi takut bahaya kolesterol dari santannya.
lalu bagaimana kenyataannya??
silahkan baca artikel berikut
kbetulan tadi ane baca2 thread sebelah tentang RM Padang VS Warung Txxxl, kebanyakan komen disana mengatakan bahwa masakan di rm padang memang nikmat dari segi rasa tapi takut bahaya kolesterol dari santannya.
lalu bagaimana kenyataannya??
silahkan baca artikel berikut
Spoiler for Guru Besar Ilmu Gizi Unand Ungkap Rahasia Sehat Masakan Minang:
Guru Besar Ilmu Gizi Unand Ungkap Rahasia Sehat Masakan Minang
Masakan tradisional masyarakat Minangkabau selama ini dinilai tidak sehat karena memakai santan dan bumbu yang banyak. Misalnya pada makanan seperti gulai, rendang dan masakan yang mengandung santan lainnya. Diduga menyebabkan sakit jantung, tekanan darah tinggi dan stroke.
Hal itu dibantah oleh penelitian Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, MMedSci, Phd, SpGK, yang baru dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Rabu (20/11/2013).
Dia mengatakan, kalau orang Minang berhenti memakan santan dan malah beralih memakan makanan yang digoreng bisa berakibat fatal. Alasannya, melihat kecenderungan masyarakat saat memasak, semakin banyak santan, maka akan semakin banyak bumbu.
"Bumbu dalam masakan Minang yang memakai santan adalah rahasia sehat dari makanan orang Minang," kata Indrawaty dalam wawancara dengan ranahberita.com, Senin (26/11/2013).
Bumbu yang dimaksud adalah kunyit, jahe, lengkuas, serai, daun salam, cabe, bawang merah dan putih serta daun-daun lainnya. Bumbu ini dikatakan sehat karena mengandung antioksidan. Antioksidan berfungsi sebagai zat yang menetralisir lemak jenuh pada santan dan hewan.
"Hal yang ditakutkan dari masakan Minang itu kan lemak daging yang bercampur dengan lemak kelapa. Kedua lemak itu merupakan lemak jenuh yang jahat. Namun, ketika diramu oleh orang Minang dengan bumbu khasnya, lemak itu bisa dinetralisir dengan zat antioksidan yang terdapat di dalam bumbu itu," ujar jebolan Monash University, Australia ini.
Makanan tradisional Minang yang dianggap sehat itu adalah masakan yang memakai santan dan mengandung bumbu yang disebutkan di atas. Di antara bumbu tersebut, menurut Indrawaty, yang paling tinggi kandungan antioksidannya adalah jahe, kunyit, dan cabe.
"Samba lado hijau itu sebenarnya juga baik. Tapi, tak mungkin orang makan cabe itu dalam jumlah banyak, paling sedikit saja. Tapi kalau digulai, kecenderungan orang kalau makan gulai akan menyantap kuahnya lebih banyak. Sehingga bisa menyerap zat antioksidan cabe lebih besar juga," ujarnya.
Makanan yang berbahaya bagi kesehatan itu, tambah Indrawaty adalah gorengan. Jika masyarakat Minang mengganti santan dengan minyak goreng, tentu orang akan semakin minim memakan bumbu-bumbu di atas. Sehingga, lemak yang terdapat pada minyak goreng itu diserap tanpa ada yang menetralisir.
Sebenarnya, kata Indrawaty, lemak yang terkandung dalam santan jauh lebih sedikit dari minyak goreng. Dibandingkan santan dan minyak goreng dalam jumlah yang sama, misalnya masing-masing dalam satu gelas, maka lemak pada santan hanya 30 persen. Sedangkan lemak minyak goreng itu 100 persen kandungannya.
"Jadi selama ini kita melihat, kebanyak orang Minang tidak percaya diri ketika bicara soal makanan. Karena menganggap makanan khas Minangkabau tidak sehat. Padahal tidak masalah. Itulah hebatnya nenek moyang kita yang telah memikirkannya di zaman yang serba terbatas. Kalau memang tidak sehat, buktinya sampai sekarang kita baik-baik saja," ujar dosen yang juga pernah menuntut ilmu di Sheffield University, Inggris ini.
Menurutnya, kecemasan masyarakat akan masakan Minangkabau muncul sejak tahun 1950an. Peneliti dari Amerika mendapatkan hasil bahwa penderita sakit jantung karena lemak jenuh. Lemak jenuh yang dimaksud adalah lemak jenuh hewani. "Penelitian mereka terhadap orang yang mengonsumsi lemak jenuh hewani. Orang Amerika tidak ada makan kelapa. Sementara, kadar lemak jenuh kelapa dan hewan itu berbeda,"
Indrawaty meminta, agar masyarakat tetap mengonsumsi masakan tradisional yang mengandung dengan bumbu-bumbu khas. Alasannya, selain aman untuk kesehatan juga merupakan kekayaan budaya.
"Asalkan makannya jangan berlebihan. Apapun makanannya, kalau berlebihan tidak baik bagi kesehatan," tambah Indrawaty. (Arjuna/Ed1)
ranahberita.com
Masakan tradisional masyarakat Minangkabau selama ini dinilai tidak sehat karena memakai santan dan bumbu yang banyak. Misalnya pada makanan seperti gulai, rendang dan masakan yang mengandung santan lainnya. Diduga menyebabkan sakit jantung, tekanan darah tinggi dan stroke.
Hal itu dibantah oleh penelitian Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, MMedSci, Phd, SpGK, yang baru dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Rabu (20/11/2013).
Dia mengatakan, kalau orang Minang berhenti memakan santan dan malah beralih memakan makanan yang digoreng bisa berakibat fatal. Alasannya, melihat kecenderungan masyarakat saat memasak, semakin banyak santan, maka akan semakin banyak bumbu.
"Bumbu dalam masakan Minang yang memakai santan adalah rahasia sehat dari makanan orang Minang," kata Indrawaty dalam wawancara dengan ranahberita.com, Senin (26/11/2013).
Bumbu yang dimaksud adalah kunyit, jahe, lengkuas, serai, daun salam, cabe, bawang merah dan putih serta daun-daun lainnya. Bumbu ini dikatakan sehat karena mengandung antioksidan. Antioksidan berfungsi sebagai zat yang menetralisir lemak jenuh pada santan dan hewan.
"Hal yang ditakutkan dari masakan Minang itu kan lemak daging yang bercampur dengan lemak kelapa. Kedua lemak itu merupakan lemak jenuh yang jahat. Namun, ketika diramu oleh orang Minang dengan bumbu khasnya, lemak itu bisa dinetralisir dengan zat antioksidan yang terdapat di dalam bumbu itu," ujar jebolan Monash University, Australia ini.
Makanan tradisional Minang yang dianggap sehat itu adalah masakan yang memakai santan dan mengandung bumbu yang disebutkan di atas. Di antara bumbu tersebut, menurut Indrawaty, yang paling tinggi kandungan antioksidannya adalah jahe, kunyit, dan cabe.
"Samba lado hijau itu sebenarnya juga baik. Tapi, tak mungkin orang makan cabe itu dalam jumlah banyak, paling sedikit saja. Tapi kalau digulai, kecenderungan orang kalau makan gulai akan menyantap kuahnya lebih banyak. Sehingga bisa menyerap zat antioksidan cabe lebih besar juga," ujarnya.
Makanan yang berbahaya bagi kesehatan itu, tambah Indrawaty adalah gorengan. Jika masyarakat Minang mengganti santan dengan minyak goreng, tentu orang akan semakin minim memakan bumbu-bumbu di atas. Sehingga, lemak yang terdapat pada minyak goreng itu diserap tanpa ada yang menetralisir.
Sebenarnya, kata Indrawaty, lemak yang terkandung dalam santan jauh lebih sedikit dari minyak goreng. Dibandingkan santan dan minyak goreng dalam jumlah yang sama, misalnya masing-masing dalam satu gelas, maka lemak pada santan hanya 30 persen. Sedangkan lemak minyak goreng itu 100 persen kandungannya.
"Jadi selama ini kita melihat, kebanyak orang Minang tidak percaya diri ketika bicara soal makanan. Karena menganggap makanan khas Minangkabau tidak sehat. Padahal tidak masalah. Itulah hebatnya nenek moyang kita yang telah memikirkannya di zaman yang serba terbatas. Kalau memang tidak sehat, buktinya sampai sekarang kita baik-baik saja," ujar dosen yang juga pernah menuntut ilmu di Sheffield University, Inggris ini.
Menurutnya, kecemasan masyarakat akan masakan Minangkabau muncul sejak tahun 1950an. Peneliti dari Amerika mendapatkan hasil bahwa penderita sakit jantung karena lemak jenuh. Lemak jenuh yang dimaksud adalah lemak jenuh hewani. "Penelitian mereka terhadap orang yang mengonsumsi lemak jenuh hewani. Orang Amerika tidak ada makan kelapa. Sementara, kadar lemak jenuh kelapa dan hewan itu berbeda,"
Indrawaty meminta, agar masyarakat tetap mengonsumsi masakan tradisional yang mengandung dengan bumbu-bumbu khas. Alasannya, selain aman untuk kesehatan juga merupakan kekayaan budaya.
"Asalkan makannya jangan berlebihan. Apapun makanannya, kalau berlebihan tidak baik bagi kesehatan," tambah Indrawaty. (Arjuna/Ed1)
ranahberita.com
atau artikel berikut
Spoiler for Kuliner Minang Menyehatkan:
Kuliner Minang Menyehatkan
Padang Ekspres • Kamis, 21/11/2013 10:32 WIB
Padang, Padek—Stigma negatif masakan Minang memicu terjangkit penyakit kolesterol, jantung, berujung pada stroke, sudah saatnya dibuang. Ternyata hasil kajian ilmiah membuktikan bahwa kuliner Minang tidaklah berbahaya dikonsumsi, syaratnya asal tidak berlebihan dan komposisi bumbunya harus tetap dipertahankan.
Setidaknya itulah hasil kajian duo guru besar asal Universitas Andalas (Unand), Prof dr Nur Indrawaty Lipoeto MMedSci PhD SpGK dan Prof Dr Deddi Prima Putra Apt yang keduanya sama-sama dikukuhkan sesuai bidang ilmunya masing-masing di Convention Hall Kampus Unand Limaumanih Padang, kemarin (20/11).
Nur Indrawaty Lipoeto yang dikukuhkan menjadi guru besar dalam bidang Ilmu Gizi pada Fakultas Kodokteran melihat keberadaan santan kelapa menjadi salah satu faktor menjadikan masakan Minang tidak terlalu berbahaya dikonsumsi. Berbeda bila menggunakan minyak goreng olahan, lebih rentan terjangkit berbahaya.
Kajian soal kuliner Minang itu sendiri sudah dituangkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Unand itu dalam buku terbarunya berjudul ”Menu Sehat Makanan Minang” diterbitkan Gramedia. Bila tak ada hambatan, Desember 2013 mendatang buku ini sudah beredar di pasaran.
”Keberadaan santan kelapa menjadikan kuliner Minang ramah dikonsumsi. Pasalnya, santan ini belum teroksidasi. Berbeda bila mengkonsumsi gorengan, biasanya minyak gorengan gampang teroksidasi akibat sudah melalui olahan pabrik,” sebut Indrawati di sela-sela pengukuhan.
Keberadaan bumbu menyertai kuliner Minang, tambah Indrawaty, kian menambah mengapa masakan itu menyehatkan. Pasalnya, pada bumbu-bumbu berasal dari tanaman itu, banyak mengandung zat-zat bersifat antioksidan/penghambat timbulnya penyakit.
”Ambil contoh cabai merah. Bila dimasak banyak mengandung vitamin C juga mengandung karoten (pro vitamin A). Cabai merah juga membantu meningkatkan kekebalan tubuh. Belum lagi serai, lengkuas dan lainnya,” tambah Indrawaty.
Di sisi lain, Deddi Prima Putra yang dikukuhkan menjadi guru besar dalam bidang Ilmu Kimia Bahan Alam pada Fakultas Farmasi Unand, mengakui banyak tumbuhan yang biasa digunakan untuk bumbu masakan mampu menghambat tumbuhnya penyakit. Peranan tumbuhan itu dalam makanan, bermacam-macam sesuai kandungan zat dalam tumbuhan tersebut.
Dia juga menyebutkan masih banyak tumbuhan obat di Indonesia termasuk di Sumbar, belum terindentifikasi. ”Beberapa peneliti menyebutkan bahwa sampai 2001 tumbuhan obat di Indonesia sudah 2.039 spesies teridentifikasi. Artinya, baru sekitar 0,05 persen dari total jenis tumbuhan yang ada,” sebutnya.
Khusus Sumatera, tambahnya, pencarian dan penelitian inventori telah dimulai sejak 30 tahun lalu oleh peneliti tergabung dalam Pusat Studi Tumbuhan Obat Unand. Dari 62 kali survei, belasan ribu koleksi spesimen berbentuk herbarium sudah terkumpul di Hebarium Unand. Namun, data ini belum lengkap dan pemanfaatannya belum optimal. Butuh biaya mengoptimalkan potensi itu.
Guru Besar Ilmu Gizi yang juga Kepala BKKBN Prof dr Fasli Jalal PhD SpGK mengakui perlunya kajian ilmiah lebih mendalam soal kuliner Minang. ”Harus kita akui bahwa kuliner Minang memiliki keunggulan dibanding kuliner lainnya. Biarpun begitu, butuh kajian lebih mendalam seperti apa sebetulnya keunggulan kuliner tersebut,” sebut Fasli ketika menghadiri pengukuhan duo guru besar tercatat pasangan suami-istri tersebut. Hadir pada kesempatan itu, Rektor Unand Dr Werry Darta Taifur, Ketua Majelis Guru Besar (MGB) Prof Novirman Jamarun, Wakil Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah, Wawako Payakumbuh Suwandel Mukhtar, dan lainnya. (rdo)
Padang Ekspres • Kamis, 21/11/2013 10:32 WIB
Padang, Padek—Stigma negatif masakan Minang memicu terjangkit penyakit kolesterol, jantung, berujung pada stroke, sudah saatnya dibuang. Ternyata hasil kajian ilmiah membuktikan bahwa kuliner Minang tidaklah berbahaya dikonsumsi, syaratnya asal tidak berlebihan dan komposisi bumbunya harus tetap dipertahankan.
Setidaknya itulah hasil kajian duo guru besar asal Universitas Andalas (Unand), Prof dr Nur Indrawaty Lipoeto MMedSci PhD SpGK dan Prof Dr Deddi Prima Putra Apt yang keduanya sama-sama dikukuhkan sesuai bidang ilmunya masing-masing di Convention Hall Kampus Unand Limaumanih Padang, kemarin (20/11).
Nur Indrawaty Lipoeto yang dikukuhkan menjadi guru besar dalam bidang Ilmu Gizi pada Fakultas Kodokteran melihat keberadaan santan kelapa menjadi salah satu faktor menjadikan masakan Minang tidak terlalu berbahaya dikonsumsi. Berbeda bila menggunakan minyak goreng olahan, lebih rentan terjangkit berbahaya.
Kajian soal kuliner Minang itu sendiri sudah dituangkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Unand itu dalam buku terbarunya berjudul ”Menu Sehat Makanan Minang” diterbitkan Gramedia. Bila tak ada hambatan, Desember 2013 mendatang buku ini sudah beredar di pasaran.
”Keberadaan santan kelapa menjadikan kuliner Minang ramah dikonsumsi. Pasalnya, santan ini belum teroksidasi. Berbeda bila mengkonsumsi gorengan, biasanya minyak gorengan gampang teroksidasi akibat sudah melalui olahan pabrik,” sebut Indrawati di sela-sela pengukuhan.
Keberadaan bumbu menyertai kuliner Minang, tambah Indrawaty, kian menambah mengapa masakan itu menyehatkan. Pasalnya, pada bumbu-bumbu berasal dari tanaman itu, banyak mengandung zat-zat bersifat antioksidan/penghambat timbulnya penyakit.
”Ambil contoh cabai merah. Bila dimasak banyak mengandung vitamin C juga mengandung karoten (pro vitamin A). Cabai merah juga membantu meningkatkan kekebalan tubuh. Belum lagi serai, lengkuas dan lainnya,” tambah Indrawaty.
Di sisi lain, Deddi Prima Putra yang dikukuhkan menjadi guru besar dalam bidang Ilmu Kimia Bahan Alam pada Fakultas Farmasi Unand, mengakui banyak tumbuhan yang biasa digunakan untuk bumbu masakan mampu menghambat tumbuhnya penyakit. Peranan tumbuhan itu dalam makanan, bermacam-macam sesuai kandungan zat dalam tumbuhan tersebut.
Dia juga menyebutkan masih banyak tumbuhan obat di Indonesia termasuk di Sumbar, belum terindentifikasi. ”Beberapa peneliti menyebutkan bahwa sampai 2001 tumbuhan obat di Indonesia sudah 2.039 spesies teridentifikasi. Artinya, baru sekitar 0,05 persen dari total jenis tumbuhan yang ada,” sebutnya.
Khusus Sumatera, tambahnya, pencarian dan penelitian inventori telah dimulai sejak 30 tahun lalu oleh peneliti tergabung dalam Pusat Studi Tumbuhan Obat Unand. Dari 62 kali survei, belasan ribu koleksi spesimen berbentuk herbarium sudah terkumpul di Hebarium Unand. Namun, data ini belum lengkap dan pemanfaatannya belum optimal. Butuh biaya mengoptimalkan potensi itu.
Guru Besar Ilmu Gizi yang juga Kepala BKKBN Prof dr Fasli Jalal PhD SpGK mengakui perlunya kajian ilmiah lebih mendalam soal kuliner Minang. ”Harus kita akui bahwa kuliner Minang memiliki keunggulan dibanding kuliner lainnya. Biarpun begitu, butuh kajian lebih mendalam seperti apa sebetulnya keunggulan kuliner tersebut,” sebut Fasli ketika menghadiri pengukuhan duo guru besar tercatat pasangan suami-istri tersebut. Hadir pada kesempatan itu, Rektor Unand Dr Werry Darta Taifur, Ketua Majelis Guru Besar (MGB) Prof Novirman Jamarun, Wakil Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah, Wawako Payakumbuh Suwandel Mukhtar, dan lainnya. (rdo)
dan artikel berikut
Spoiler for Santan Pada Masakan Padang Tidak Berbahaya, Asal….:
Santan Pada Masakan Padang Tidak Berbahaya, Asal….
SATUHARAPAN.COM/LIFE - Santan kelapa memang gurih. Tetapi, hati-hati jangan terlalu banyak mengonsumsi santan, agar kadar kolesterol tidak tinggi. Kolesterol yang tinggi, akan memicu sejumlah penyakit. Bagi kita orang Indonesia, santan adalah bumbu dapur sehari-hari. Aneka masakan lezat tercipta berkat campuran santan. Bahkan, tumisan yang tadinya biasa-biasa saja rasanya, tiba-tiba menjadi gurih dan nikmat berkat santan. Masalahnya adalah, bagaimana meminimalkan pengaruh buruk santan bagi tubuh?
Professor Mark Wahlqvist, Direktur Asia Pacific Health and Nutrition Centre di Universitas Monash Australia telah meriset masakan Padang di Sumatera Barat selama 25 tahun menyatakan bahwa santan akan aman bila dimasak bersama sayur, ayam, ikan dan tahu. Dia melihat kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi pada Masakan Padang yang menggunakan daging, telur dan jeroan. "Ini karena jumlah lemak yang ada pada telur, daging dan jeroan. Sedangkan pada masakan santan yang menggunakan campuran sayur, ayam dan tahu, tidak ditemukan kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi," katanya.
Bila begitu, maka menyantap sayur godog ala betawi, yang disajikan bersama potongan ketupat, akan aman? Menurut Wahlqvist, semua masakan santan akan aman dikonsumsi bila sekali habis. Namun bila direbus ulang terus menerus sehingga menimbulkan lapisan minyak, masakan santan menjadi tidak aman. Sebab, lapisan minyak tersebut akan memicu tingginya kadar kolesterol dari dalam tubuh.
Santan kelapa sebetulnya mengandung asam lemak dan trigliserid yang mudah dibakar tubuh, selain itu mengandung sedikit fruktosa. Santan selama ini selalu diperdebatkan, apakah baik untuk tubuh atau tidak? Perdebatan itu dikarenakan penggunaan santan kelapa untuk masakan dan santan kelapa yang diolah menjadi minyak goreng. Namun, keduanya dinyatakan oleh American Heart Association dan National Heart Foundation sebagai bahan yang sebaiknya dihindari.
Santan kelapa bisa dikatakan, ada pada semua masakan Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pulau Sumatera memang mayoritas masakannya menggunakan santan. Pada Masakan Padang, risiko meningkatkan potensi terkena penyakit jantung dan semua penyakit yang diakibatkan kolesterol adalah karena masakan bersantan yang diolah bersama daging, jeroan dan telur itu, dimakan bersama nasi yang mengandung karbohidrat dan gula. Bila dikonsumsi terus menerus, tentu saja tidak baik bagi tubuh. Sudah begitu, biasanya masakan bersantan pada masakan Padang, kuah santannya sudah membuat lapisan minyak yang berkilau-kilau tebal. Daun singkong dan sambal yang diklaim akan menetralisir lemak pada masakan Padang, tugasnya menjadi berat karena mereka harus melawan minyak santan sekaligus lemak pada daging dan jeroan yang disantap.
Bagaimana dengan masakan Jawa Tengah seperti gudeg komplet yang meliputi, opor ayam, sambal goreng dan telur, dan kuah areh yang terbuat dari santan kental? Bahaya hampir sama dengan masakan Padang, karena nangka muda yang diolah menjadi gudeg, dibubuhi gula dan santan yang direbus hingga larut sehingga meresep ke dalam nangka muda. Sudah begitu, hampir semua masakan Jawa Tengah ini, menggunakan tambahan gula dalam jumlah yang lumayan. Tidak saja pada gudeg, opor ayam dan sambal goreng, bahkan sambal pun dibubuhi gula cukup banyak.
Jadi, berdasarkan uraian di atas, sudah saatnya kita mengonsumsi makanan bersantan dengan bijak. Aman dengan santan, bisa kita lakukan.
Editor : Prasto Prabowo
SATUHARAPAN.COM/LIFE - Santan kelapa memang gurih. Tetapi, hati-hati jangan terlalu banyak mengonsumsi santan, agar kadar kolesterol tidak tinggi. Kolesterol yang tinggi, akan memicu sejumlah penyakit. Bagi kita orang Indonesia, santan adalah bumbu dapur sehari-hari. Aneka masakan lezat tercipta berkat campuran santan. Bahkan, tumisan yang tadinya biasa-biasa saja rasanya, tiba-tiba menjadi gurih dan nikmat berkat santan. Masalahnya adalah, bagaimana meminimalkan pengaruh buruk santan bagi tubuh?
Professor Mark Wahlqvist, Direktur Asia Pacific Health and Nutrition Centre di Universitas Monash Australia telah meriset masakan Padang di Sumatera Barat selama 25 tahun menyatakan bahwa santan akan aman bila dimasak bersama sayur, ayam, ikan dan tahu. Dia melihat kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi pada Masakan Padang yang menggunakan daging, telur dan jeroan. "Ini karena jumlah lemak yang ada pada telur, daging dan jeroan. Sedangkan pada masakan santan yang menggunakan campuran sayur, ayam dan tahu, tidak ditemukan kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi," katanya.
Bila begitu, maka menyantap sayur godog ala betawi, yang disajikan bersama potongan ketupat, akan aman? Menurut Wahlqvist, semua masakan santan akan aman dikonsumsi bila sekali habis. Namun bila direbus ulang terus menerus sehingga menimbulkan lapisan minyak, masakan santan menjadi tidak aman. Sebab, lapisan minyak tersebut akan memicu tingginya kadar kolesterol dari dalam tubuh.
Santan kelapa sebetulnya mengandung asam lemak dan trigliserid yang mudah dibakar tubuh, selain itu mengandung sedikit fruktosa. Santan selama ini selalu diperdebatkan, apakah baik untuk tubuh atau tidak? Perdebatan itu dikarenakan penggunaan santan kelapa untuk masakan dan santan kelapa yang diolah menjadi minyak goreng. Namun, keduanya dinyatakan oleh American Heart Association dan National Heart Foundation sebagai bahan yang sebaiknya dihindari.
Santan kelapa bisa dikatakan, ada pada semua masakan Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pulau Sumatera memang mayoritas masakannya menggunakan santan. Pada Masakan Padang, risiko meningkatkan potensi terkena penyakit jantung dan semua penyakit yang diakibatkan kolesterol adalah karena masakan bersantan yang diolah bersama daging, jeroan dan telur itu, dimakan bersama nasi yang mengandung karbohidrat dan gula. Bila dikonsumsi terus menerus, tentu saja tidak baik bagi tubuh. Sudah begitu, biasanya masakan bersantan pada masakan Padang, kuah santannya sudah membuat lapisan minyak yang berkilau-kilau tebal. Daun singkong dan sambal yang diklaim akan menetralisir lemak pada masakan Padang, tugasnya menjadi berat karena mereka harus melawan minyak santan sekaligus lemak pada daging dan jeroan yang disantap.
Bagaimana dengan masakan Jawa Tengah seperti gudeg komplet yang meliputi, opor ayam, sambal goreng dan telur, dan kuah areh yang terbuat dari santan kental? Bahaya hampir sama dengan masakan Padang, karena nangka muda yang diolah menjadi gudeg, dibubuhi gula dan santan yang direbus hingga larut sehingga meresep ke dalam nangka muda. Sudah begitu, hampir semua masakan Jawa Tengah ini, menggunakan tambahan gula dalam jumlah yang lumayan. Tidak saja pada gudeg, opor ayam dan sambal goreng, bahkan sambal pun dibubuhi gula cukup banyak.
Jadi, berdasarkan uraian di atas, sudah saatnya kita mengonsumsi makanan bersantan dengan bijak. Aman dengan santan, bisa kita lakukan.
Editor : Prasto Prabowo


tien212700 memberi reputasi
1
10K
Kutip
42
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan