- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Buang Gengsi ke Tong Sampah


TS
cakexero
Buang Gengsi ke Tong Sampah

Seorang usahawan kelas menengah menelpon kawannya dan bercerita dengan napas terengah. “Aduh, tadi saya kikuk betul di pesawat. Saya duduk di kelas bisnis bersama istri. Adapun lima usahawan besar duduk di kelas ekonomi.”
Dari lima usahawan itu, tambah saudagar berusia 35 tahun ini, ada dua pengusaha yang membuat ia rikuh. Pengusaha pertama, memberi ia pinjaman usaha tanpa bunga sebesar Rp 2 miliar. Pinjaman tanpa bunga karena ia pernah bekerja di perusahaan usahawan itu, dan pengusaha itu sendiri tidak ingin makan uang dari bunga pinjaman teman.
Adapun pengusaha kedua, baru saja sehari sebelumnya memberi ia diskon 15 persen ketika membeli rumah di Jakarta Utara. Ia minta diskon karena beralasan dompet lagi tipis dan keuntungan perusahaan menurun. “Mereka sih tidak bilang apa-apa. Namun, saya dan istri rikuh setengah mati,” ujar anak muda ini, Jum’at (29/3), di Jakarta.
Dengan terbuka, ia mengatakan bahwa naik kelas bisnis semata karena menjaga gengsi. Akan tetapi, ternyata sekian banyak direktur utama perusahaan besar lebih suka duduk di kelas ekonomi. Kalau duduk di kelas ekonomi, teman-temannya melihat ia dengan mata bercahaya kagum. “Sudah sangat kaya, masih bisa hidup sederhana.”
Wakil Presiden Jusuf Kalla (2004-2009) menuturkan, sepengetahuan dia, pejabat-pejabat teras beberapa negara maju selalu duduk di kelas ekonomi. Demikian pula dengan para usahawan besar. “Saya lihat hanya CEO yang duduk di bisnis, itu pun tidak semuanya. Para direktur umumnya duduk di kelas ekonomi,” ujarnya. Di perusahaannya sendiri, para direktur, termasuk anak-anaknya, dan para pemegang saham perusahaan , duduk di kelas ekonomi. Tidak masalah, tambah Jusuf. Bukankah penumpang di kelas bisnis dan ekonomi tiba di lokasi tujuan bersama-sama.
Banyak warga masih melihat unsur gengsi sebagai faktor menentukan. Mereka naik bisnis karena gengsi, padahal untuk naik bisnis ia membayar tiket dua kali lebih mahal dibandingkan kelas ekonomi. Kalau yang berangkat hanya seorang, bisa ditoleransi, tetapi kalau yang bertolak lebih dari empat orang, terkesan buang-buang duit.
Seorang pemilik perusahaan beromzet Rp 27 triliun per tahun mengungkapkan, dalam perusahaannya ada aturan ketat soal naik pesawat. Hanya dia sebagai direktur utama yang naik kelas bisnis, sedangkan para direktur senior, termasuk anak-anak dan menantunya, naik kelas ekonomi. Akan tetapi, kalau penerbangannya lebih dari dua belas jam, para direktur senior tersebut diperbolehkan naik pesawat kelas bisnis.
Tampaknya tujuan yang hendak dicapai dari aturan naik pesawat ini adalah penghematan anggaran perusahaan, efisiensi, dan mengajak para karyawan untuk hidup proporsional dan sederhana. Masalahnya, banyak kalangan yang merasa gengsinya terusik kalau naik kelas ekonomi. Ia merasa posisinya sebagai bos tertepikan kalau naik kelas ekonomi. Padahal, gengsi itu bisa menyangkut soal hasil karya atau produk. Kalau karya kita prima, seandainya produk kita kelas satu, biar kita duduk di kelas ekonomi, semua orang tahu bahwa kita pekerja kelas satu.
sumber: SUMBER
——
Sobat-Yubies.. Terkadang kita mengutamakan apa kata orang, sehingga kita terjebak dalam gaya hidup yang menjerumuskan kita kepada kesengsaraan. Hutang di kartu kredit menumpuk, uang bisnis terpakai, rumah yang sudah lunas terpaksa “sekolah” lagi ke bank. Apapun alasannya, gengsi adalah salah satu “musuh besar” kita dan patut kita lawan. Khususnya ketika kita menjalankan bisnis, dimana keuangan perlu kita atur dengan lebih ketat dan disiplin.
SUMBER

artinya nurutin gengsi ya gak makan boss
Diubah oleh cakexero 21-02-2014 03:57
0
5.1K
80


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan