Kaskus

Entertainment

bramfahmyAvatar border
TS
bramfahmy
Mari Bergabung dalam Gerakan Tagih Janji (GERGAJI)

page on facebook: https://www.facebook.com/g3rgaji

Manifesto “Gerakan Tagih Janji” - GERGAJI

Tagih Janji Penguasa

Kegagalan demokrasi prosedural mulai nampak di depan mata. Mekanisme perguliran kekuasaan lewat pemilu, ternyata bukan jaminan bagi terjadinya perubahan. Janji-janji politik atas nama keadilan dan kesejahteraan hanya menjadi jargon pemikat untuk berkuasa. Sementara pelaksanaan kekuasaan senyatanya hanya menjadi instrumen kepentingan sempit elit politik untuk memfasilitas kebutuhan Partai, kroni bisnis partai dan pribadi politisi.

Buruknya kinerja lembaga politik perwakilan telah menimbulkan stagnasi kekuasaan. Kekuasaan menjadi lebih mudah membuat “jargon perubahan” daripada bekerja untuk perubahan. Penyanderaan politik kini telah masuk tidak hanya di lingkup kekuasaan, tapi telah menjerat leher kekuasaan untuk dijadikan alat pengeruk kepentingan kuasa politik dan kuasa ekonomi. Penguasaan lembaga politik oleh gurita-gurita korporasi bisnis bukan hanya menjadi ancaman bagi keberlangsungan demokrasi. Tapi lambat laun akan membentuk suatu pemerintahan bayangan yang menyetir kekuasaan untuk kepentingan mengeruk keuntungan dari sumber daya publik. Penguasaan ini tidak hanya mengancam anggaran negara (APBN-APBD) tetapi sumber daya potensial lainnya; hutan, tambang, minyak, gas bumi dan lain sebagainya.

Keterpurukan bangsa yang menjadi cerminan langsung dari buruknya kekuasaan politik. Hal ini dapat dipotret dari berbagai fenomena yang muncul dan terus berulang. Persoalan korupsi politik bukan lagi simptom akan tetapi telah menjadi sistemik dan laten. Struktur dan mekanisme kekuasaan telah diarahkan sedemikian rupa untuk memenuhi nafsu mengeruk sumber daya maksimal dari posisi-posisi di kekuasaan. Partai politik bukan lagi instrumen demokrasi untuk intermediasi kepentingan rakyat akan tetapi menjadi alat eksploitasi sumber daya untuk kepentingan partai dan oknum politisi korup. Para politisi dan bahkan pimpinan partai secara terang benderang ikut di dalam tawar-menawar proyek-proyek anggaran, menciptakan sekoci untuk mengeruk keuntungan pribadi dan mengumpulkan sumber daya untuk semata melanggengkan posisi di kursi kekuasaan. Nilai-nilai luhur yang dituliskan di dalam platform partai bahkan dengan pengutipan nilai-nilai suci agama dilanggar. Nistanya, praktek ini juga dilakukan oleh figur-figur partai yang seharusnya menjadi teladan. Praktek ini bergeser jauh dari standar etika pejabat publik, jauh dari platform partai politik, bahkan bertentangan dengan konstitusi dan jati diri bangsa Indonesia.

Buruknya kekuasaan politik juga dapat dipotret dari buruknya jaminan akan hak-hak dasar. Lambannya kenaikan grafik pengurangan kemiskinan menunjukan rendahnya komitmen dan kerja keras penguasa untuk menciptakan kesejahteraan. Tersanderanya berbagai paket regulasi jaminan kesejahteraan, sulitnya akses atas kesehatan dan pendidikan murah, serta rendahnya standar upah pekerja menunjukan pengkondisian dan pembiaran oleh Rezim Politik yang berkuasa. Bisa jadi kondisi kemiskinan hanya menjadi komoditas politik dan alat tukar nilai ekonomi, yaitu ketika negara membiarkan kekuatan korporasi berkembang dan mengeruk keuntungan di satu sisi. Sementara di sisi yang lain, kondisi kemiskinan semakin mencekik dengan rendahnya upah dan naiknya harga-harga kebutuhan pokok serta buruknya pelayanan publik.

Persoalan besar lain juga terpotret dari buruknya keadilan hukum. Buruknya integritas hukum masih dibuktikan dengan berbagai kasus tangkap tangan Hakim yang menerima suap, terungkapnya skandal asusila serta diskriminasi hukum di dalam kasus narkoba dan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini menunjukan rendahnya keberpihakan lembaga peradilan terhadap penuntasan kasus korupsi, kasus narkoba juga pelecehan terhadap kaum perempuan. Berbagai tindak kejahatan disertai kekerasan, pembunuhan semakin sering terjadi. Hal ini menunjukan buruknya kinerja penegakan hukum terutama di dalam mewujudkan akses terhadap keadilan (access to justice). Berbagai skandal besar yang berkaitan dengan politik juga masih menunjukan adanya indikasi diskriminasi hukum. Indikasi tekanan politik terhadap hukum atau komodifikasi proses hukum untuk maksud-maksud politik masih terjadi. Penerapan hukuman ringan terhadap koruptor kakap, pengurangan masa tahanan dan pembiaran terhadap para tersangka korupsi berkeliaran masih terus menjadi pemberitaan hangat publik sehari-hari.

Akumulasi dari dari berbagai persoalan krusial di atas menunjukan buruk dan rendahnya kinerja dan kredibilitas kekuasaan politik. Hal ini semakin mengarah pada menurunnya popularitas berbagai partai berkuasa yang juga menunjukan rendahnya kepercayaan rakyat (public trust) terhadap kekuasaan politik. Rakyat secara mudah berkesimpulan bahwa amanat untuk mengelola kekuasaan yang selama ini diberikan telah dilangkahi, dikhianati dan dibohongi oleh politisi dan institusi politik. Mirisnya hal ini terjadi di hampir semua partai politik yang ada di tampuk kekuasaan dan di semua level hingga ke tingkat kekuasaan di propinsi dan Kabupaten/Kota.

Presiden beserta Gubernur dan Bupati/Walikota di pucuk pemerintahan yang terpilih secara langsung oleh Pemilu yang “dipandang” demokratis terbukti belum mampu menciptakan sebuah pemerintahan yang efektif. Di sisi yang lain, lembaga parlemen belum berfungsi dengan baik dan lebih dominan menjadi alat persekongkolan elit untuk berebut anggaran, merancang undang-undang dan parturan yang berkualitas buruk, juga pelaksanaan fungsi pengawasan serta pengimbangan (check and balances) yang rendah. Akibat tidak efektifnya pemerintahan dan buruknya kinerja parlemen, pembangunan dan proses-proses perubahan tidak dapat berjalan efektif. Padahal, sumber daya anggaran sebagai daya dukung utama di dalam APBN dan APBD terus meningkat dari tahun ke tahun.

Sistem multi-partai dan pemilu yang sedemikian terbuka, seharusnya dapat menjadi modal dasar dalam upaya menciptakan perubahan dinamika menuju perubahan. Putusnya tali mandat harus dimulai dengan memperbaiki lembaga politik, yaitu partai politik dan parlemen. Untuk mendorong hal ini, ruang koreksi publik harus dibuka lebar oleh partai. Keran kontrol terhadap politisi harus dibuka, terutama terhadap masyarakat yang diwakilinya di tingkatan daerah pemilihan. Liberalisasi sistem politik harus memiliki makna yang substansial kepada rakyat yaitu dengan diciptakannya mekanisme pertanggungjawaban politik (akuntabilitas politik). Kekuatan oligarkhi elit harus mau diganti dengan model pengelolaan partai politik yang lebih demokratis, transparan dan berbasis kepentingan konstituen. Dengan kondisi yang seperti ini, tali mandat akan mudah dijaga dengan kontrol publik yang kuat dan janji-janji politik dapat dengan mudah ditagih sebagai bentuk pertanggungjawaban dari kinerja partai politik.

Gerakan Tagih Janji
Gerakan Tagih Janji (Gerjaji) adalah seruan membentuk front rakyat yang secara independen menuntut janji-janji perubahan. Gergaji adalah individu dan organisasi masyarakat sipil yang sadar akan hak sipil dan hak politik politik rakyat untuk bergerak di dalam koridor menuntut mekanisme demokrasi yang lebih berpihak pada kepentingan rakyat. Untuk melawan segala bentuk kemunafikan, kebohongan, kedzaliman dan ketidakadilan, kami menyeru:
1) Kepada seluruh elemen masyarakat baik individu atau institusi masyarakat sipil untuk bergerak bersama-sama secara sistemik menuntut terlaksananya janji-janji politik baik oleh kekuasaan politik di parlemen, maupun pemerintahan di semua tingkatan baik di tingkat Nasional, Propinsi maupun Kabupaten-Kota.
2) Kepada seluruh elemen masyarakat untuk memulai proses evaluasi kinerja terhadap lembaga politik maupun politisi sebagai bahan menuntut perubahan ke depan.
3) Kepada seluruh elemen masyarakat untuk terus mendorong upaya penuntasan berbagai skandal publik yang dilakukan oleh politisi dan menjadikannya catatan berharga di dalam mendorong rekruitmen politik yang lebih berkualitas, bersih dan amanah.
4) Kepada politisi, partai politik dan parlemen untuk sadar akan adanya perikatan mandat politik dengan rakyat dapil dan segera membuka ruang komunikasi dan pertanggungjawaban kepada konstituen terkait prestasi juga kinerja selama ini.
5) Kepada politisi, partai politik dan parlemen untuk melakukan proses rekuruitmen politik yang demokratis, berintegritas, bersih, amanah dan memilih calon wakil rakyat di setiap tingkatan yang amanah serta tidak memiliki catatan skandal publik.

0
1K
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan