- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Budaya malu jepang yang harus kita ikuti


TS
damara80
Budaya malu jepang yang harus kita ikuti
Belajar Budaya Malu Jepang

Waktu mengikuti pelatihan e-ktp kemarin saya mendapat sebuah cerita. Ada seorang wisatawan berkunjung ke Jepang dan naik kereta. Kebetulan kamera pocketnya tertinggal di kereta tersebut. Saat dia kembali mengecek ke kereta itu ternyata kameranya masih di posisi semula tanpa sedikitpun berubah.
Berbeda di negara kita saat kita kehilangan handphone saja orang yang menemukan akan segera melepas kartu ponselnya dan menggunakan atau bahkan menjualnya untuk kepentingan pribadi.
Saat itu disampaikan bahwa di Jepang sangat menjunjung budaya malu. Malu tersebut ternyata sudah turun-menurun dan mendarah daging dengan masyarakat Jepang sejak era Samurai dengan cara harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) saat mereka kalah dalam pertempuran dan masih dalam keadaan hidup.
di era modern sedikit berubah, jika ada pejabat yang korupsi atau gagal menjalankan tugasnya mereka akan mengundurkan diri secara sukarela.
Saat mengemudi pun mereka malu saat harus memotong jalan yang menganggu pengemudi lainnya, sehingga mereka lebih memilih memutar jalan meskipun itu lebih jauh.
Saat antri pun tidak ketinggalan, mereka selalu rapi dan tidak mau menyerobot antrian.
Mereka malu terhadap lingkungan jika sudah melanggar peraturan atau norma yang sudah dusepakati bersama.
Beberapa contoh diatas mungkin berkebalikan dengan negara kita tercinta Indonesia. Kadang malah saya miris karena ada pikiran nyleneh bahwa peraturan ada untuk dilanggar.
Contoh kecil saja saat kita berlalu-lintas saat tidak ada polisi kadang kita ogah-ogahan memakai helm. Atau karena menggunakan motor sport dengan seenaknya kita memacu kendaraan melebihi batas maksimum kecepatan di Jalan.
Saya disini mengajak sobat untuk sedikit belajar budaya malu di Jepang, karena saat kita melanggar peraturan yang dirugikan bukan hanya kita saja namun orang lain di sekitar kita.

Dari mengamati perilaku kehidupan masyarakat Jepang, sebenarnya tergambar bagaimana komunitas terdidik terlahir dari suatu sifat & sikap yang sederhana. Yang pertama mari kita lihat bagaimana orang Jepang mengedepankan rasa ''malu''. Fenomena "malu" yang telah mendarah daging dalam sikap dan budaya masyarakat Jepang ternyata membawa implikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan. Penulis cermati bahwa di Jepang sebenarnya banyak hal baik lain terbentuk dari sikap malu ini, termasuk didalamnya masalah kehormatan terhadap HAM, masalah law anforcement, masalah kebersihan moral aparat, dan sebagainya.
Bagaimana masyarakat Jepang bersikap terhadap peraturan lalu lintas adalah suatu nyata. Orang Jepang lebih senang memakai jalan memutar dari pada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan raya. Bagaimana taatnya mereka untuk menunggu lampu traffice light menjadi hijau, meskipun dijalan itu sudah tidak ada kendaraan yang lewat lagi. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian tiket kereta, masuk ke stadion, di halte bus, bahkan memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi bersusun rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungan apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. Sifat berikutnya adalah masalah "sopan santun dan menghormati orang lain". Masyarakat Jepang sangat terlatih refleksnya untuk mengatakan gomennasai (maaf) dalam setiap kondisi yang tidak mengenakan orang lain. Kalo kita berjalan tergesa-gesa dan menabrak orang Jepang, sebelum kita meminta maaf orang Jepang dengan cepat akan meminta maaf kepada kita. demikian juga apabila bertabrakan sepeda dengan mereka, tidak peduli siapa yang sebenarnya pada pihak yang salah, mereka akan secara refleks mengatakan gomennasai (maaf).[removed]void(0);
Jika Menarik kasihlah ane cendol atau paling tidak rate serta Budayakan Koment .[removed]void(0);

Waktu mengikuti pelatihan e-ktp kemarin saya mendapat sebuah cerita. Ada seorang wisatawan berkunjung ke Jepang dan naik kereta. Kebetulan kamera pocketnya tertinggal di kereta tersebut. Saat dia kembali mengecek ke kereta itu ternyata kameranya masih di posisi semula tanpa sedikitpun berubah.
Berbeda di negara kita saat kita kehilangan handphone saja orang yang menemukan akan segera melepas kartu ponselnya dan menggunakan atau bahkan menjualnya untuk kepentingan pribadi.
Saat itu disampaikan bahwa di Jepang sangat menjunjung budaya malu. Malu tersebut ternyata sudah turun-menurun dan mendarah daging dengan masyarakat Jepang sejak era Samurai dengan cara harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) saat mereka kalah dalam pertempuran dan masih dalam keadaan hidup.
di era modern sedikit berubah, jika ada pejabat yang korupsi atau gagal menjalankan tugasnya mereka akan mengundurkan diri secara sukarela.
Saat mengemudi pun mereka malu saat harus memotong jalan yang menganggu pengemudi lainnya, sehingga mereka lebih memilih memutar jalan meskipun itu lebih jauh.
Saat antri pun tidak ketinggalan, mereka selalu rapi dan tidak mau menyerobot antrian.
Mereka malu terhadap lingkungan jika sudah melanggar peraturan atau norma yang sudah dusepakati bersama.
Beberapa contoh diatas mungkin berkebalikan dengan negara kita tercinta Indonesia. Kadang malah saya miris karena ada pikiran nyleneh bahwa peraturan ada untuk dilanggar.
Contoh kecil saja saat kita berlalu-lintas saat tidak ada polisi kadang kita ogah-ogahan memakai helm. Atau karena menggunakan motor sport dengan seenaknya kita memacu kendaraan melebihi batas maksimum kecepatan di Jalan.
Saya disini mengajak sobat untuk sedikit belajar budaya malu di Jepang, karena saat kita melanggar peraturan yang dirugikan bukan hanya kita saja namun orang lain di sekitar kita.

Dari mengamati perilaku kehidupan masyarakat Jepang, sebenarnya tergambar bagaimana komunitas terdidik terlahir dari suatu sifat & sikap yang sederhana. Yang pertama mari kita lihat bagaimana orang Jepang mengedepankan rasa ''malu''. Fenomena "malu" yang telah mendarah daging dalam sikap dan budaya masyarakat Jepang ternyata membawa implikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan. Penulis cermati bahwa di Jepang sebenarnya banyak hal baik lain terbentuk dari sikap malu ini, termasuk didalamnya masalah kehormatan terhadap HAM, masalah law anforcement, masalah kebersihan moral aparat, dan sebagainya.
Bagaimana masyarakat Jepang bersikap terhadap peraturan lalu lintas adalah suatu nyata. Orang Jepang lebih senang memakai jalan memutar dari pada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan raya. Bagaimana taatnya mereka untuk menunggu lampu traffice light menjadi hijau, meskipun dijalan itu sudah tidak ada kendaraan yang lewat lagi. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian tiket kereta, masuk ke stadion, di halte bus, bahkan memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi bersusun rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungan apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. Sifat berikutnya adalah masalah "sopan santun dan menghormati orang lain". Masyarakat Jepang sangat terlatih refleksnya untuk mengatakan gomennasai (maaf) dalam setiap kondisi yang tidak mengenakan orang lain. Kalo kita berjalan tergesa-gesa dan menabrak orang Jepang, sebelum kita meminta maaf orang Jepang dengan cepat akan meminta maaf kepada kita. demikian juga apabila bertabrakan sepeda dengan mereka, tidak peduli siapa yang sebenarnya pada pihak yang salah, mereka akan secara refleks mengatakan gomennasai (maaf).[removed]void(0);
Jika Menarik kasihlah ane cendol atau paling tidak rate serta Budayakan Koment .[removed]void(0);
0
3.6K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan