- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Apa yang Terjadi Jika Singapura Setop Ekspor BBM ke Indonesia?


TS
duta.pertamax
Apa yang Terjadi Jika Singapura Setop Ekspor BBM ke Indonesia?
Quote:

Sukabumi -Indonesia harus mengimpor 900.000 barel per hari minyak mentah dan BBM dari total kebutuhan 1,4 juta barel per hari. Faktanya hampir sebagian besar minyak mentah dan BBM itu diimpor dari Singapura.
"Apa yang terjadi kalau Singapura setop ekspor BBM ke Indonesia, apa yang terjadi kalau Malaysia juga setop ekspor BBM ke Indonesia? 5 hari kita bisa meninggal," ungkap Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo ditemui di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (9/2/2014).
Quote:
Menurutnya apalagi hal itu terjadi dalam kondisi perang, maka pesawat tempur canggih, kapal perang, tank tempur dan kendaraan tempur milik Indonesia tidak akan bisa beroperasi dalam waktu yang lama. "Mau diisi sama apa? sama air?," ucapnya.
Ia mendorong masyarakat membantu program pemerintah mengurangi impor BBM dan minyak mentah. Salah satunya dengan memperbanyak tanaman yang menghasilkan biodiesel seperti kemiri sunan.
"Saya mengharapkan ada MoU dengan TNI AD, dengan Pindad dan lainnya, agar menciptakan mesin kendaraan alutsista yang bisa 100% menggunakan biodiesel," ujarnya.
Selain itu, pengembangan tanaman Kemiri Sunan bisa ditanam di areal bekas lahan pertambangan.
"Saya juga nanti ingin ada MoU dengan Kementerian Kehutanan, agar areal pasca tambang ditanami kemiri sunan, perusahaan tambang kan wajib lakukan penghijauan kembali, nanti tanaman yang ditamam adalah kemiri sunan, biar bijinya bisa kita manfaatkan untuk biodiesel, percuma tanam pohon gede-gede kalau sedikit manfaatnya," ungkapnya.
(rrd/hen) http://finance.detik.com/read/2014/0...nesia?f9911013
Quote:
Bos Pertamina Ungkap Alasan Impor Minyak Lewat Singapura
Jakarta -Sampai saat ini Pertamina melakukan impor minyak lewat anak usahanya yang berdomisili di Singapura yaitu PT Pertamina Energy Trading (Petral). Kenapa Petral harus berdomisili di Singapura?
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengatakan, pembentukan Petral bertujuan untuk optimalisasi dan restrukturisasi kegiatan trading ekspor-impor Pertamina.
"Petral merupakan best practice dalam industri migas. Dan sebagian besar perusahaan minyak termasuk NOC (National Oil Company) juga memiliki perusahaan seperti Petral, di antaranya Shell yang punya Sietco, Petronas punya Petco, BP ada BP Trading, PTT ada PTT Trading, Petrochina ada Petrochina International yang bermarkas juga di Singapura. SK Energy punya SK Energy International yang bermarkas di Singapura juga," ujar Karen dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Karen mengatakan, pembentukan Petral juga berfungsi untuk mengurangi risiko perusahaan dalam bisnis jual-beli minyak dan gas. "Petral juga sebagai bentuk risk management exposure bisnis korporasi," ucapnya.
Karen menambahkan, alasan penunjukan Petral sebagai perusahaan trading Pertamina adalah karena fleksibilitas dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan operasionalm dan pemanfaatan kesempatan usaha di pasar.
"Untuk kegiatan ekspor maupun impor minyak atau BBM, Petral juga tidak bisa memutuskan langkah sendirian, ada mekanisme yang berlaku di mana dalam pengadaan atau penjualan harus sesuai kebutuhan dan permintaan dari Pertamina. Kemudian oleh Pertamina dievaluasi apakah pengadaan impor atau ekspor disetujui apa tidak, jika disetujui maka transaksi dilakukan," kata Karen.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis bahwa nilai impor minyak mentah dan hasil minyak Indonesia selama Oktober 2014 mencapai US$ 2,14 miliar atau Rp 21,4 triliun. Dari jumlah itu, 1,12 juta ton atau US$ 1,11 miliar (sekitar Rp 11 triliun). Ini adalah impor yang paling besar.
(rrd/dnl) http://finance.detik.com/read/2013/1...ewat-singapura
Kilang minyak di Indonesia "CUPU"
Kilang memadai = ketergantungan BBM impor akan berkurang, dan akan memperkuat ketahanan energi nasional (termasuk militer)
Spoiler for :
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia belum terlambat untuk membangun kilang minyak, sepanjang ada kemauan dari pemerintah.
"Alasan pemerintah dan Pertamina karena keuntungan membangun kilang lebih kecil dari sektor hulu," ungkap pengamat perminyakan Kurtubi saat dihubungi Kompas.com, pada Minggu (22/9/2013) pagi.
Ia mengatakan, ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak (BBM) impor dari Singapura disebabkan kapasitas kilang minyak yang ada saat ini di bawah kapasitas yang dibutuhkan.
Akibatnya, meskipun semua kilang-kilang minyak itu beroperasi penuh, BBM yang dihasilkan jauh di bawah kebutuhan. Sebagai informasi, sejak resmi berdiri pada 1957, PT Pertamina (Persero) hanya memiliki enam unit kilang minyak, dengan kapasitas 1,05 juta barel per hari (bph).
Keenam kilang tersebut yakni Kilang Dumai, Kilang Plaju, Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, Kilang Balongan dan Kilang Sorong. Dari total kapasitas, kilang-kilang minyak hanya mampu memproduksi BBM sebanyak 700.000-800.000 barel per hari.
Sementara itu, konsumsi BBM Indonesia saat ini mencapai 1,5 juta-1,6 juta bph dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Ini sangat disayangkan, termasuk salah satu kegagalan pemerintah karena selama berkuasa hampir 10 tahun ini tidak ada dibangun kilang minyak yang baru, padahal semua orang tahu, kalau konsumsi BBM terus meningkat," imbuhnya.
Sebelumnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (18/9/2013), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan mengakui margin yang rendah menjadi salah satu penghambat pembangunan kilang-kilang minyak tersebut.
Namun, ditemui usai rapat, ia mengaku kepada wartawan, Indonesia telat jika mulai membangun kilang minyak tahun depan, harusnya tahun ini. Kurtubi menjelaskan pemerintah selama ini lebih senang mengimpor daripada membangun kilang minyak, lantaran sektor hulu dinilai lebih menguntungkan.
Sektor hulu yang dimaksud adalah eksplorasi minyak, dimana memiliki margin yang besar. "Harga minyaknya tinggi, harga produksinya relatif rendah," tuturnya.
Menurutnya, yang tidak menjadi pertimbangan pemerintah adalah manfaat lain dari pembangunan kilang minyak. Pertama, dengan adanya kilang, ketergantungan BBM impor akan berkurang, dan akan memperkuat ketahanan energi nasional. Kedua, menciptakan lapangan pekerjaan.
"Margin refinary relatif kecil dibanding sektor hulu, tapi mustahil rugi," pungkasnnya.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea....Kilang.Minyak
"Alasan pemerintah dan Pertamina karena keuntungan membangun kilang lebih kecil dari sektor hulu," ungkap pengamat perminyakan Kurtubi saat dihubungi Kompas.com, pada Minggu (22/9/2013) pagi.
Ia mengatakan, ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak (BBM) impor dari Singapura disebabkan kapasitas kilang minyak yang ada saat ini di bawah kapasitas yang dibutuhkan.
Akibatnya, meskipun semua kilang-kilang minyak itu beroperasi penuh, BBM yang dihasilkan jauh di bawah kebutuhan. Sebagai informasi, sejak resmi berdiri pada 1957, PT Pertamina (Persero) hanya memiliki enam unit kilang minyak, dengan kapasitas 1,05 juta barel per hari (bph).
Keenam kilang tersebut yakni Kilang Dumai, Kilang Plaju, Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, Kilang Balongan dan Kilang Sorong. Dari total kapasitas, kilang-kilang minyak hanya mampu memproduksi BBM sebanyak 700.000-800.000 barel per hari.
Sementara itu, konsumsi BBM Indonesia saat ini mencapai 1,5 juta-1,6 juta bph dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Ini sangat disayangkan, termasuk salah satu kegagalan pemerintah karena selama berkuasa hampir 10 tahun ini tidak ada dibangun kilang minyak yang baru, padahal semua orang tahu, kalau konsumsi BBM terus meningkat," imbuhnya.
Sebelumnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (18/9/2013), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan mengakui margin yang rendah menjadi salah satu penghambat pembangunan kilang-kilang minyak tersebut.
Namun, ditemui usai rapat, ia mengaku kepada wartawan, Indonesia telat jika mulai membangun kilang minyak tahun depan, harusnya tahun ini. Kurtubi menjelaskan pemerintah selama ini lebih senang mengimpor daripada membangun kilang minyak, lantaran sektor hulu dinilai lebih menguntungkan.
Sektor hulu yang dimaksud adalah eksplorasi minyak, dimana memiliki margin yang besar. "Harga minyaknya tinggi, harga produksinya relatif rendah," tuturnya.
Menurutnya, yang tidak menjadi pertimbangan pemerintah adalah manfaat lain dari pembangunan kilang minyak. Pertama, dengan adanya kilang, ketergantungan BBM impor akan berkurang, dan akan memperkuat ketahanan energi nasional. Kedua, menciptakan lapangan pekerjaan.
"Margin refinary relatif kecil dibanding sektor hulu, tapi mustahil rugi," pungkasnnya.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea....Kilang.Minyak

Tidak perlu cemas,
"selalu ada pilihan"
Diubah oleh duta.pertamax 09-02-2014 20:54
0
4.8K
Kutip
56
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan