- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pebisnis etnis China merajai ekonomi Indonesia


TS
duta.pertamax
Pebisnis etnis China merajai ekonomi Indonesia
Quote:

pertumbuhan ekonomi. shutterstock
Merdeka.com - Ekonomi Indonesia saat ini tengah bergairah. Besarnya jumlah penduduk dan tingginya daya beli membuat para pebisnis semakin bergelimang untung.
Data terakhir Bank Dunia akhir tahun lalu menyebutkan, 56,5 persen dari 237 juta populasi Indonesia masuk kategori kelas menengah. Tidak hanya kelas menengah, potensi pertumbuhan orang kaya di Indonesia juga diyakini bakal bergerak cukup cepat.
Pertumbuhan jumlah orang kaya di Indonesia hingga tahun 2016, diperkirakan bakal mencapai 123 persen seiring terus terakselerasinya perekonomian nasional.
Ketua Financial Planning Standards Board Tri Djoko Santoso menyebutkan, tahun lalu jumlah orang kaya di Indonesia mencapai 37.400 orang. Indikator kaya yang digunakannya adalah mempunyai harta di atas USD 1 juta, di luar rumah yang dimilikinya. Jika ditotal, jumlah harta orang kaya di Indonesia mencapai USD 241 miliar.
Masih pada 2013 lalu, nama orang kaya Indonesia yang masuk dalam daftar orang terkaya di dunia bertambah menjadi 25 orang. Padahal tahun lalu hanya terdapat 17 nama orang Indonesia yang masuk dalam daftar orang terkaya di dunia bersama dengan Carlos Slim dan Bill Gates. Dengan begitu, praktis terdapat delapan orang kaya baru masuk dalam daftar tersebut.
Beberapa nama itu antara lain taipan properti Ciputra dengan kekayaan USD 1,5 miliar. Konglomerat pemilik usaha ban Sjamsul Nursalim juga masuk dalam peringkat 1175 dengan kekayaan USD 1,2 miliar.
Satu lagi konglomerat akibat kelapa sawit Lim Hariyanto Wijaya Sarwono juga masuk pada peringkat 1.268 dengan kekayaan USD 1,1 miliar, Benny Subianto yang berbisnis di bidang batu bara juga masuk dengan kekayaan USD 1,1 miliar.
Sementara pengusaha petrokimia Soegiarto Adikoesoemo juga melejit dengan kekayaan USD 1 miliar. Disusul oleh pengusaha peternak ayam Santosa Handojo masuk dengan kekayaan USD 1 miliar.
Harjo Susanto dengan bisnis produk konsumsinya masuk dengan kekayaan USD 1 miliar, dan Alexander Tedja dengan bisnis real estatenya masuk dengan kekayaan USD 1 miliar.
Dari sekian banyak orang kaya di Indonesia, ternyata didominasi oleh masyarakat keturunan China. Berkat keuletan dan semangat pantang menyerah, meski minoritas ternyata mereka juga mampu menguasai sektor-sektor vital bangsa.
Menyambut Tahun Baru China atau Imlek, merdeka.com mencoba mengulas para putra keturunan yang sukses di Indonesia.
http://www.merdeka.com/peristiwa/peb...indonesia.html
Spoiler for :
Kerikilpun diusahakan jadi gunung

tjina klontong bakoel (ilust centprent.com)

tjina klontong bakoel (ilust centprent.com)
Toko kelontong dalam bahasa Inggris disebut dengan convenience store yaitu toko yang menjual segala macam keperluan sehari-hari, mulai dari peralatan mandi, peralatan makan, peralatan dapur, peralatan tulis sampai makanan ringan. Pokoknya komoditas yang tersedia serba-neka (sundries) dan lokasinya juga mudah dijangkau dari tempat permukiman kita. Barangkali pernah tercetus dalam benak Anda, mengapa kedai semacam ini dinamakan dengan ‘toko kelontong’.
Kata ‘kelontong’ memang memiliki sejarah yang cukup tua. Kata ini merujuk kepada alat bunyi-bunyian yang selalu dibawa oleh pedagang keliling tionghoa di saat menjajakan barang dagangannya tempo dulu. Kelontong ini berbentuk tambur (rebana) mini bertangkai dan di kedua sisinya diberi tali pendek dengan biji bulat di ujungnya. Tambur mini ini bisa terbuat dari kaleng, kulit samak, atau kertas semen. Dengan digerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan pada tangkainya, maka biji bulat ini akan ‘menabuh’ tambur ini dengan suara kelontong-kelontong. Orang di dalam rumah akan segera tahu bahwa penjaja barang keliling sedang lewat di rumahnya mendengar suara kelontong yang khas ini. Di zaman itu si penjaja (pedlar) ini disebut dengan ‘tjina klontong’. Perhatikan kelontong yang berada pada genggaman tangan kirinya di gambar atas.

iklan di koran Java Bode tahun 1895 (ilust tropenmuseum)
Barang dagangannya yang merupakan kebutuhan hidup sehari-hari dibawanya dengan pikulan. ‘Kontainer’nya bisa berujud kotak kayu atau keranjang bambu. Bahkan kalau barang dagangan berisi kain dan bahan tenunan lain, maka wadah yang dipikulnya berbentuk seperti lemari. Kalau beban yang dipikulnya cukup berat, kadangkala ia perlu menyewa tukang angkut yang dinamakan ‘koeli’. Begitu ‘tenar’nya ilustrasi ‘tjina klontong’ ini, sampai-sampai dia dipakai sebagai merk minyak wangi (kelonyo) Eau de Lavande (artinya minyak bunga lavender). Gambar yang nampak di atas adalah iklan yang dimuat pada koran Java Bode tertanggal 30 November 1895.
Dengan berjalannya waktu, pedagang keliling ini akhirnya bisa mendirikan toko yang tentunya dengan barang dagangan yang lebih beragam. Sekali pun dia tidak lagi menggunakan kelontong, kiosnya tetap dinamai dengan ‘toko kelontong’. Dan nama ini pun masih cukup lazim dipakai orang sampai sekarang.
Ada pula istilah yang cukup ‘populer’ di zaman itu yaitu ‘tjina mindering’. Sebutan ini ditujukan pada orang tionghoa yang memberikan pinjaman uang dengan bunga tertentu. Kata ‘mindering’ berasal dari bahasa Belanda yang bermakna potongan (harga). ‘Tjina mindering’ ini bukan saja memberi pinjaman uang, tetapi juga menjual barang dengan sistem cicilan. Kalau di zaman sekarang mungkin dinamakan dengan ‘tukang kredit’ atau ‘rentenir’. Umumnya mereka beroperasi di pasar-pasar menawarkan jasanya. Sebutan yang dirasakan cukup miring bahkan pada zaman itu, sempat membuat kalangan tionghoa melayangkan protes kepada pemerintah Hindia Belanda. Mereka berkilah bahwa yang melakukan ‘mindering’ bukan cuma orang ‘tjina’ saja, melainkan banyak pula dari golongan Arab, juga dari orang Belanda totok.
Namun julukan yang sudah terlanjur melekat nampaknya memang sulit dihapuskan. Bahkan kata ‘mindering’ ini masuk ke dalam kosakata bahasa Jawa menjadi ‘mindringan’ yang bermakna ‘mengangsur’. Misalnya ada istilah ‘mindringan batik’ yang bermakna membeli kain batik dengan sistem mengangsur. Istilah ‘tjina mindering’ masih sering saya dengar di tahun 60an dan diucapkan orang dengan wajah mencibir. Dewasa ini istilah ini lenyap dengan sendirinya karena memang tak ada lagi yang menggeluti ‘profesi’ ini. Justru istilah ‘rentenir’ yang masih galib digunakan orang untuk merujuk kepada si lintah darat ini. Kata ini mengadopsi dari bahasa Belanda ‘rentenier’ yang bermakna ‘orang yang hidup dari riba’ (person living off his interest). Jaman memang sudah berubah, tetapi acapkali kata-kata usang ini tetap bertahan tak sirna dimakan waktu.
http://sejarah.kompasiana.com/2012/0...ng-483030.html
Udah gen nya, secara umum mereka ulet, anti males, anti baik, anti NATO ... terbukti

Diubah oleh duta.pertamax 01-02-2014 07:46
0
11.9K
Kutip
141
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan