Beberapa tahun yang lalu saat hari gini mall dan supermarket di Jepang diramaikan hiasan natal. Pelayan kasir dan supermarket memakai topi ala santa, pohon cemara berhiaskan lampu berdiri megah di tengah-tengah Mall. Menarik juga, padahal kebanyakan agama mereka bukan nasrani tapi ikut berpartisipasi menyambut kemeriahan 25 desember.

Ada teman saya orang Jepang, agama dia Sinto, namun ketika dia menikah melaksanakannya di gereja pakai prosesi ala nasrani. Saya bingung, dia pakai kalung salip ketika kutanya agama dia apa?, dia jawab sinto. Malahan dia pernah mengajak saya ke nara jalan-jalan sekalian dia mau ke kuil budha. Katanya dia mau sembayang dan saya diajaknya untuk melihat-lihat patung budha emas.

Saya ikut jalan-jalan dan memang di sana terdapat patung Budha besar emas. Banyak turis manca negara disana dan saya membaur bersama mereka mengabadikan tempat tersebut. Sedangkan teman saya tadi sembayang di kuil budha.

3 Keyakinan dijalani sekaligus oleh teman jepang saya itu, Shinto, Kristen dan Budha. Tapi kurasa mendingan kali dari pada teman saya jepang satu lagi tidak punya agama apa pun. Ketika kutanya agamanya apa?, dia geleng-geleng sambil ketawa ‘iranai’ (gak perlu) itu agama. Hahahhaha.

Jepang itu menarik dan unik, walau pun warga negaranya kebanyakan tak jelas agamanya apa, namun tetap tertib, jarang yang bikin rusuh dan bikin onar. Entahlah, kalau kita yang beragama ini, yang jelas agamanya apa, takut berbuat dosa dan kejahatan karena dilarang oleh agama. Kalau orang jepang takut berbuat dosa dan kejahatan? yang jelas bukan dilarang oleh agamanya dong, agamanya saja tak jelas apa.

Saya 3 tahun di Jepang banyak berteman dengan orang jepang yang tidak punya agama.Iseng-iseng saya berdakwah ngajakin di Sholat dan Puasa ada yang mau dan ada yang tidak. Namun, sholat ya sholat aja, puasa, ikut puasa aja, kalau secara penuh menjadi Muslim mereka enggan.

Saya tarik kesimpulan toleransi mereka tinggi. Umat muslim khusuk sholat Jumat di masjid mereka tidak reseh ngelarang-larang, padahal masjid di jepang itu langka. Mereka bantu umat muslim dengan menyediakan lahan parkir di halaman rumahnya, selesai Sholat malah diajakin makan di rumahnya. “jangan takut, butaniku haitenai (tidak ada daging babinya)”. Ketika saya beserta teman muslim bersilahturahmi. Saya pikir orang jepang ngerti juga kalau kami tak makan yang begituan.

Orang jepang mayoritas tak punya agama, mayoritas juga beragama Sinto, sedikit yang beragama Budha, jarang yang kristen dan Islam. Namun kehidupan mereka tertib, aman dan tentram. Selama tiga tahun di sana saya bisa tarik kesimpulan kalau agama nyata mereka adalah Malu. Kalau berbuat kejahatan mereka malu, kalau korupsi mereka malu, kalau tak disiplin mereka malu.

Malu dengan keluarga, teman, orang lain dan terlebih malu pada diri sendiri. Peraturan dibuat untuk dilanggar?, itu bagi kita. “Peraturan dibuat supaya tertib”, kata teman saya orang jepang.