- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Sahabat] masuk gan dijamin gak nyesel!!


TS
abcd123tes
[Sahabat] masuk gan dijamin gak nyesel!!
assalamualaikum wr.wb
selat malan agan/aganwati, ketemu lagi sama ane newbie kece
sebelum baca ane saranin siapin dulu cemilan dan minuman nya 
agan semua tau sahabat kan ? sahabat itu temen yg bisa ente utangin
bukan itu gan, sahabat adalah temen yg slalu stia menemani ente disaat suka maupun duka.
tread ini 1.000.000.000,00% no repost gan, kalo ga percaya cek aje di alam semesta manapun pasti kaga ada.
***
Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untukmelepaskan dahaga yang
melanda tenggorokanku. Setelah beristirahat aku langsung menggayuh pedal
sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghapirinya.
“Hai…..”, kataku Dengan senyum aku menyapanya. Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.
“Hai.. boleh kenalan gak?”. “Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya. “Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku. Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas
kursi dan memberi tah u namanya. “Namaku Tamara”, katanya dengan senyum. “Kamu tinggal dimana?”, kataku. “Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.” “Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di
taman ini. Lagi pula gak enak
juga kalau suasananya begini-
begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan
lembut.
Langkah demi langkah
mengawali perkenalanku
dengan si dia yaitu Tamara.
Kami berjalan mengeliling
taman, dari pada hanya
terdiam lebih baik aku
memulai pembicaran. Aku
menanyakan banyak hal
kepadanya. Dan kami selalu
menyelingi pembicaraan kami
dengan candaan yang cukup
untuk mengocok perut hingga
sakit.
Sekarang sang mentari akan
kembali ke peraduannya. Kami
berjalan pulang bersama
karena arah rumah kami
searah. Tamara berada di
depan kompleks sedangkan
rumahku ada di lorong kedua
sebeleh kanan di kompleks
tempat tinggalku. Sesampai di
depan rumah Tamara kami
berhenti dan menyempatkan
diri untuk bercanda sebentar.
Suara teriakan Ibunya yang
memanggil membuat kami
berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat
masuk, udah hampir malam
nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku
duluan yah?”, katanya dengan
senyum.
“Iya...”, kataku sembari
membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang,
nanti di cariin sama Ibu
kamu”.
“Ok… aku pulang yah..
dadah..!, sambil berjalan dan
melambaikan tangan.
Di perjalanan, aku hanya bisa
berkata “baru kali ini aku bisa
cepat berkenalan dengan
seorang gadis, apalagi gadis
seperti Tamara”. Kini aku
berjalan di antara jalan yang
sepi dengan sedikit
penerangan dari lampu jalan
yang mulai redup dan di
kerumuni serangga.
Sesampai di rumah aku di
marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak
Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling
taman”, kataku sambil
menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat
lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku
meninggalkan ibu di teras
rumah.
***
Keesokan paginya aku bertemu
dengan Tamara, ternyata aku
sama sekolah dengan dia,
kemarin aku lupa nanya sih.
Aku langsung berlari
menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu
aku!”, kataku sambil berlari.
Tamara berhenti dan
memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah
keringatan kayak gini?, ini usap
keringatmu!”, katanya sembari
menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu
jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil
tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu
gerbang di tutup”.
Sesampai di sekolah aku
langsung ke kelas dan ternyata
Tamara juga sekelas dengan
aku. Dia duduk di sampingku,
karena Dino teman aku baru
pindah sekolah dua hari yang
lalu. Tamara naik dan
memperkenalkan dirinya ke
teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku
Tamara Adelia, panggil aja aku
Tamara. Aku baru pindah dari
Makassar kemarin, semoga kita
semua bisa menjadi teman
yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.
Kini kami semakin dekat. Kami
selalu bersama, kami duduk di
depan kelas sembari bercerita
tentang tugas sekolah.
“Kamu suka pelajaran apa?”,
tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran
matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran
itu?, padahal pelajaran itu
agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan
pelajaran itu, kalau kamu
sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan
pelajaran bahasa Indonesia,
yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran
itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka
aja dengan pelajaran itu. Aku
sudah buat beberapa cerpen,
mau baca?”, kataku sambil
menyodorkan beberapa cerpen
karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak
percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu
baca yah dan berikan saran,
ok?”.
“Ok…”, katanya sambil
tersenyum.
***
“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel
menandakan kami akan
melanjutkan ke pelajaran
berikutnya. Tapi, guru yang
mengajar tidak datang. Jadi
aku dan Tamara bersama
teman-teman yang lain hanya
bercerita tentang hal-hal yang
dapat mengocok perut.
Tak lama kemudian, kami pun
pulang. Aku bersama Tamara
dan temanku yang lain
berjalan menuju pintu
gerbang, menertawai hal yang
tak patut ditertawai. Di
perjalanan pulang Tamara
berteriak, “Auuuuhh sakit,
Zhaky bantu aku berdiri!”
pintanya sambil meneteskan
air matanya. kaki Tamara
tersandung batu, dan
kelihatannya kaki Tamara
Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk,
pasti kamu akan sembuh kok”,
kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit
banget. Bantu aku berdiri
donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya
sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh,
gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku
berat loh!”, katanya sambil
tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja
ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”,
tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil
tersenyum.
Sesampai di depan rumah
Tamara, Ibunya yang sedang
membaca koran kaget saat
melihat kedatanganku yang
menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan
nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata
Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu
jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku
dengan maksud
memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak
Zhaky”, katanya sambil
tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang
dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan
main ke rumah yah?”, kata ibu
Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil
tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara
punggungku rasanya ingin
copot, benar juga kata Tamara
badannya berat. Tapi, tidak
apalah dari pada sahabat aku
Tamara gak pulang ke rumah.
Sesampai dirumah aku
langsung melepas pakaian dan
makan siang. Sesudah itu aku
langsung tidur karena aku
lelah banget udah gendong
Tamara.
***
Keesokan paginya aku
menunggu Tamara di depan
rumahnya. Saat melihat dia
keluar rumah, dia sudah bisa
berjalan dengan baik. Aku
kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong
kayak gitu?”, tanyanya sambil
mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat
amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa
ke tukang urut, rasanya sakit
amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan
dengan pincang”, kataku
sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-
teman ku berkumpul
membicarakan sesuatu, aku
dan Tamara bergegas ke sana
dan mendengar apa yang di
ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita
libur bagaimana kalau kita
liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku
memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan,
baiknya kita ke mana?”, kata
Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke
tempat rekreasi terkenal di
kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai
Bira!”, kataku.
Tak sabar menunggu saat itu,
aku menceritakan sedikit
tentang pantai Bira kepada
Tamara. Kami tidak
memerhatikan penjelasan guru,
akibat cerita kami yang
semakin mengasyikkan. Tak
lama kemudian bel istirahat
pun berbunyi. Rasanya aku
tidak ingin berpisah dengan
Tamara walau sekejap saja.
Tapi, mungkin itu cuman
perasaanku saja. Kami
berkeliling sekolah mencari
hal-hal yang baru dan
melupakan apa yang aku
banyangkan tadi.
Tidak lama kemudian, bel
kembali berbunyi kami berlari
ke kelas. Kami berlari sambil
tertawa dengan senangnya.
Rasanya hal ini adalah hal
yang terindah bagiku.
Sesampai di kelas kami duduk
dan menunggu guru. Tak lama
kemudian, guru yang mengajar
pun datang.
Aku merasa agak tidak enak
badan. Tamara iseng mencubit
pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa,
kan?” tanyanya dengan
khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku
dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus
antar kamu pulang!”, katanya
sambil berjalan menuju
guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang,
kamu mau mengantarnya?”
tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.
Berhubung sudah hampir
pulang Tamara memasukkan
barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan
barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”,
katanya.
Tamara meminta izin
mengantar aku pulang. Sambil
memegang jemari-jemariku dan
sesekali memegang keningku.
Tamara selalu bertanya tentang
keadaanku. Tapi, aku hanya
bisa menjawabnya dengan
kalimat, “Aku baik-baik saja kok,
gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku
langsung di bawa Tamara ke
kamarku sembari ibu
mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak
teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi
sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu
rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu
tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara,
udah bawa pulang anak tante
ini”.
“Iya, sama-sama tante”,
katanya.
Aku melihat senyuman indah
dari Tamara saat akan keluar
dari kamarku.
Keesokan paginya, rasanya
badanku udah sehat. Aku
bergegas menyiapkan barang
yang akan ku bawa. Aku mandi
dan sesudah itu berpakaian
rapi dan langsung menuju
rumah Tamara. Tapi, Tamara
sudah berangkat duluan. Aku
langsung ke sekolah. Sampai di
sekolah aku melihat Tamara
dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”,
katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”,
kataku sambil meraih
tangannya dan meletakkannya
di keningku.
Tak berapa lama kemudian,
bus yang akan mengantar kami
ke pantai Bira pun datang. Aku
duduk di belakang bersama
anak lelaki lainnya. Tamara
berada di depan bersama
teman wanitanya. Di
perjalanan rasa gelisahku
semakin tak menentu. Aku
memiliki pirasat buruk dan
naas tak berselang beberapa
lama mobil yang aku tumpangi
kecelakaan.
Aku merasa kepalaku sakit, saat
ku pegang kepalaku
mengeluarkan darah yang
banyak. Tapi, yang ada di
pikiranku sekarang adalah
Tamara. Aku langsung berteriak
dengan nada yang lemah.
“Tamara.. kamu gak apa-apa,
kan?”. Aku tak mendengar
suaranya. Aku melihat teman-
temanku terluka dan
mengeluarkan banyak darah.
Saat aku ke tempat duduk
Tamara, aku melihat kepala
Tamara mengeluarkan banyak
darah. Rasa sakit yang aku rasa
membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu
di sini”, kata ibuku sambil
menangis.
Mendengar suara itu, aku
terbangun. Aku sekarang
berada di rumah sakit, aku
kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara
baik-baik sajakan Bu?”.
Ibu hanya terdiam sambil
menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku
mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah
berada di tempat lain”, dengan
nada yang pelan ibu
memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah
meninggal akibat kecelakaan
itu”, kata ibu sembari
memelukku.
Aku terduduk di ranjang dan
dipeluk ibu sambil menangis
dengan keras dan berkata “
kenapa dia terlalu cepat
meninggalkan aku Bu?”. Aku
terdiam dan mengingat saat
aku sakit, dia memberiku
senyuman yang kuanggap
indah itu dan menjadi
senyuman terakhir darinya.
(SELESAI)
selat malan agan/aganwati, ketemu lagi sama ane newbie kece


agan semua tau sahabat kan ? sahabat itu temen yg bisa ente utangin

ok gan langsung aja pada iti nyee, ane newbie kece menceritakan sebuah cerpen pendek buatan ane dan temen ane.
tread ini 1.000.000.000,00% no repost gan, kalo ga percaya cek aje di alam semesta manapun pasti kaga ada.
nama cerpen nya: "Tanpa judul"
***
Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untukmelepaskan dahaga yang
melanda tenggorokanku. Setelah beristirahat aku langsung menggayuh pedal
sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghapirinya.
“Hai…..”, kataku Dengan senyum aku menyapanya. Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.
“Hai.. boleh kenalan gak?”. “Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya. “Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku. Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas
kursi dan memberi tah u namanya. “Namaku Tamara”, katanya dengan senyum. “Kamu tinggal dimana?”, kataku. “Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.” “Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di
taman ini. Lagi pula gak enak
juga kalau suasananya begini-
begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan
lembut.
Langkah demi langkah
mengawali perkenalanku
dengan si dia yaitu Tamara.
Kami berjalan mengeliling
taman, dari pada hanya
terdiam lebih baik aku
memulai pembicaran. Aku
menanyakan banyak hal
kepadanya. Dan kami selalu
menyelingi pembicaraan kami
dengan candaan yang cukup
untuk mengocok perut hingga
sakit.
Sekarang sang mentari akan
kembali ke peraduannya. Kami
berjalan pulang bersama
karena arah rumah kami
searah. Tamara berada di
depan kompleks sedangkan
rumahku ada di lorong kedua
sebeleh kanan di kompleks
tempat tinggalku. Sesampai di
depan rumah Tamara kami
berhenti dan menyempatkan
diri untuk bercanda sebentar.
Suara teriakan Ibunya yang
memanggil membuat kami
berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat
masuk, udah hampir malam
nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku
duluan yah?”, katanya dengan
senyum.
“Iya...”, kataku sembari
membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang,
nanti di cariin sama Ibu
kamu”.
“Ok… aku pulang yah..
dadah..!, sambil berjalan dan
melambaikan tangan.
Di perjalanan, aku hanya bisa
berkata “baru kali ini aku bisa
cepat berkenalan dengan
seorang gadis, apalagi gadis
seperti Tamara”. Kini aku
berjalan di antara jalan yang
sepi dengan sedikit
penerangan dari lampu jalan
yang mulai redup dan di
kerumuni serangga.
Sesampai di rumah aku di
marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak
Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling
taman”, kataku sambil
menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat
lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku
meninggalkan ibu di teras
rumah.
***
Keesokan paginya aku bertemu
dengan Tamara, ternyata aku
sama sekolah dengan dia,
kemarin aku lupa nanya sih.
Aku langsung berlari
menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu
aku!”, kataku sambil berlari.
Tamara berhenti dan
memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah
keringatan kayak gini?, ini usap
keringatmu!”, katanya sembari
menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu
jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil
tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu
gerbang di tutup”.
Sesampai di sekolah aku
langsung ke kelas dan ternyata
Tamara juga sekelas dengan
aku. Dia duduk di sampingku,
karena Dino teman aku baru
pindah sekolah dua hari yang
lalu. Tamara naik dan
memperkenalkan dirinya ke
teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku
Tamara Adelia, panggil aja aku
Tamara. Aku baru pindah dari
Makassar kemarin, semoga kita
semua bisa menjadi teman
yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.
Kini kami semakin dekat. Kami
selalu bersama, kami duduk di
depan kelas sembari bercerita
tentang tugas sekolah.
“Kamu suka pelajaran apa?”,
tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran
matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran
itu?, padahal pelajaran itu
agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan
pelajaran itu, kalau kamu
sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan
pelajaran bahasa Indonesia,
yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran
itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka
aja dengan pelajaran itu. Aku
sudah buat beberapa cerpen,
mau baca?”, kataku sambil
menyodorkan beberapa cerpen
karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak
percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu
baca yah dan berikan saran,
ok?”.
“Ok…”, katanya sambil
tersenyum.
***
“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel
menandakan kami akan
melanjutkan ke pelajaran
berikutnya. Tapi, guru yang
mengajar tidak datang. Jadi
aku dan Tamara bersama
teman-teman yang lain hanya
bercerita tentang hal-hal yang
dapat mengocok perut.
Tak lama kemudian, kami pun
pulang. Aku bersama Tamara
dan temanku yang lain
berjalan menuju pintu
gerbang, menertawai hal yang
tak patut ditertawai. Di
perjalanan pulang Tamara
berteriak, “Auuuuhh sakit,
Zhaky bantu aku berdiri!”
pintanya sambil meneteskan
air matanya. kaki Tamara
tersandung batu, dan
kelihatannya kaki Tamara
Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk,
pasti kamu akan sembuh kok”,
kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit
banget. Bantu aku berdiri
donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya
sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh,
gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku
berat loh!”, katanya sambil
tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja
ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”,
tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil
tersenyum.
Sesampai di depan rumah
Tamara, Ibunya yang sedang
membaca koran kaget saat
melihat kedatanganku yang
menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan
nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata
Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu
jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku
dengan maksud
memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak
Zhaky”, katanya sambil
tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang
dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan
main ke rumah yah?”, kata ibu
Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil
tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara
punggungku rasanya ingin
copot, benar juga kata Tamara
badannya berat. Tapi, tidak
apalah dari pada sahabat aku
Tamara gak pulang ke rumah.
Sesampai dirumah aku
langsung melepas pakaian dan
makan siang. Sesudah itu aku
langsung tidur karena aku
lelah banget udah gendong
Tamara.
***
Keesokan paginya aku
menunggu Tamara di depan
rumahnya. Saat melihat dia
keluar rumah, dia sudah bisa
berjalan dengan baik. Aku
kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong
kayak gitu?”, tanyanya sambil
mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat
amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa
ke tukang urut, rasanya sakit
amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan
dengan pincang”, kataku
sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-
teman ku berkumpul
membicarakan sesuatu, aku
dan Tamara bergegas ke sana
dan mendengar apa yang di
ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita
libur bagaimana kalau kita
liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku
memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan,
baiknya kita ke mana?”, kata
Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke
tempat rekreasi terkenal di
kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai
Bira!”, kataku.
Tak sabar menunggu saat itu,
aku menceritakan sedikit
tentang pantai Bira kepada
Tamara. Kami tidak
memerhatikan penjelasan guru,
akibat cerita kami yang
semakin mengasyikkan. Tak
lama kemudian bel istirahat
pun berbunyi. Rasanya aku
tidak ingin berpisah dengan
Tamara walau sekejap saja.
Tapi, mungkin itu cuman
perasaanku saja. Kami
berkeliling sekolah mencari
hal-hal yang baru dan
melupakan apa yang aku
banyangkan tadi.
Tidak lama kemudian, bel
kembali berbunyi kami berlari
ke kelas. Kami berlari sambil
tertawa dengan senangnya.
Rasanya hal ini adalah hal
yang terindah bagiku.
Sesampai di kelas kami duduk
dan menunggu guru. Tak lama
kemudian, guru yang mengajar
pun datang.
Aku merasa agak tidak enak
badan. Tamara iseng mencubit
pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa,
kan?” tanyanya dengan
khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku
dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus
antar kamu pulang!”, katanya
sambil berjalan menuju
guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang,
kamu mau mengantarnya?”
tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.
Berhubung sudah hampir
pulang Tamara memasukkan
barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan
barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”,
katanya.
Tamara meminta izin
mengantar aku pulang. Sambil
memegang jemari-jemariku dan
sesekali memegang keningku.
Tamara selalu bertanya tentang
keadaanku. Tapi, aku hanya
bisa menjawabnya dengan
kalimat, “Aku baik-baik saja kok,
gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku
langsung di bawa Tamara ke
kamarku sembari ibu
mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak
teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi
sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu
rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu
tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara,
udah bawa pulang anak tante
ini”.
“Iya, sama-sama tante”,
katanya.
Aku melihat senyuman indah
dari Tamara saat akan keluar
dari kamarku.
Keesokan paginya, rasanya
badanku udah sehat. Aku
bergegas menyiapkan barang
yang akan ku bawa. Aku mandi
dan sesudah itu berpakaian
rapi dan langsung menuju
rumah Tamara. Tapi, Tamara
sudah berangkat duluan. Aku
langsung ke sekolah. Sampai di
sekolah aku melihat Tamara
dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”,
katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”,
kataku sambil meraih
tangannya dan meletakkannya
di keningku.
Tak berapa lama kemudian,
bus yang akan mengantar kami
ke pantai Bira pun datang. Aku
duduk di belakang bersama
anak lelaki lainnya. Tamara
berada di depan bersama
teman wanitanya. Di
perjalanan rasa gelisahku
semakin tak menentu. Aku
memiliki pirasat buruk dan
naas tak berselang beberapa
lama mobil yang aku tumpangi
kecelakaan.
Aku merasa kepalaku sakit, saat
ku pegang kepalaku
mengeluarkan darah yang
banyak. Tapi, yang ada di
pikiranku sekarang adalah
Tamara. Aku langsung berteriak
dengan nada yang lemah.
“Tamara.. kamu gak apa-apa,
kan?”. Aku tak mendengar
suaranya. Aku melihat teman-
temanku terluka dan
mengeluarkan banyak darah.
Saat aku ke tempat duduk
Tamara, aku melihat kepala
Tamara mengeluarkan banyak
darah. Rasa sakit yang aku rasa
membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu
di sini”, kata ibuku sambil
menangis.
Mendengar suara itu, aku
terbangun. Aku sekarang
berada di rumah sakit, aku
kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara
baik-baik sajakan Bu?”.
Ibu hanya terdiam sambil
menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku
mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah
berada di tempat lain”, dengan
nada yang pelan ibu
memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah
meninggal akibat kecelakaan
itu”, kata ibu sembari
memelukku.
Aku terduduk di ranjang dan
dipeluk ibu sambil menangis
dengan keras dan berkata “
kenapa dia terlalu cepat
meninggalkan aku Bu?”. Aku
terdiam dan mengingat saat
aku sakit, dia memberiku
senyuman yang kuanggap
indah itu dan menjadi
senyuman terakhir darinya.
(SELESAI)

Cape gan ngetik panjang panjang, kalo boleh ane minta


masa udah cape cape ngetik malah ditimpuk bata sih gan

sori gan kalo ga pake pic dan masih brantakan (ane pake hp gan)
jangan lupa

follow @abcd123tes
Diubah oleh abcd123tes 15-01-2014 20:15
0
1.9K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan