Teh es mau share tingkatan para gamer agan atau sista masuk yang mana
jangan lupan main game jangan sampai lupa waktu
itu aja saran teh es karena ane bukan gamer
Tingkatan para Gamer
Secara singkat gamer merupakan sebutan yang digunakan untuk menyebut seseorang yang bermain video game. Entah pada orang yang bermain game hanya untuk mengisi waktu luang saja ataukah pada orang yang sengaja meluangkan waktu untuk bermain game, semuanya disebut dengan sebutan yang sama, “gamer”. Memang benar dari segi bahasa tidak ada yang salah dengan menyebut setiap orang yang bermain game sebagai gamer terlepas dari tingkat fanatiisme orang tersebut kepada game. Dan memang benar pula kebanyakan gamer hanya bermain game untuk sekedar mengisi waktu luang. Tapi perlu diketahui juga bahwa tak sedikit heavy otaku didunia ini yang memperlakukan game dalam hidupnya pada tingkatan yang lebih jauh lebih tinggi.
Mereka orang yang selalu ingin memiliki pengetahuan lebih pada segala aspek game. Dan menganggap game tak hanya sebatas alat pengisi waktu luang saja, melainkan sebagai sesuatu yang agung, suci, dan merupakan bagian dari kehidupan spiritual dan keutuhan rohani mereka. Atau bahkan menganggap game sebagai bagian dari eksistensi mereka didunia ini.
Oleh karena itu kali ini saya akan mencoba mengklasifikasikan tingkatan-tingkatan gamers. Klasifikasi saya ini tidak berdasarkan berapa banyak uang yang mereka habiskan untuk game, berapa lama waktu yang mereka habiskan untuk bermain game dalam sehari, seberapa parah mereka kecanduan bermain game, atau hal-hal irrasional lainnya. Melainkan berdasarkan beberapa aspek yang lebih rasional:
-Minor Aspect.
Yaitu faktor-faktor yang menjadi minimum requirement pada beberapa tingkatan saja. Aspek ini meliputi seberapa kemampuan bahasa inggrisnya, seberapa tinggi pengetahuan sosialnya tentang gaming world, dan juga seberapa tinggi pengetahuan IT nya, khususnya yang berkaitan dengan seluk beluk didalam sebuah game.
-Major Aspect
Yaitu sebuah faktor utama yang menjadi requirement pada semua tingkatan; seberapa tinggi rasa ingin tahunya tentang inside video game, seberapa besar kecintaannya terhadap video game, seberapa tinggi anggapannya tentang sebuah video game dalam hidupnya, dan seperti apa anggapannya tentang relasi video game dengan kehidupan dan eksistensinya didunia ini.
Pada umumnya semakin tinggi tingkatan seseorang maka semakin lama waktu yang dihabiskannya untuk bermain game dan semakin banyak uang yang rela ia habiskan untuk gaming. Tapi… really, tidak bergantung pada itu. Dan juga jangan pedulikan penamaan yang saya berikan pada tiap tingkatan, saya sendiri bingung mau kasih nama apa. Honestly, it’s just random crap.
Ok, enough the sh*t, lets begin!
Spoiler for 1. Casual:
Inilah tingkatan paling bawah dikalangan gamers dan juga yang paling panyak. Casual gamers umumnya hanyalah orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang game dan jarang atau sekali-sekali saja bermain game, atau untuk mengisi waktu luang saja. Umunya mereka bermain game casual pada PC, tablet, dan ponsel. Dan sesuai namanya, mereka hanya bermain light casual game saja.
Para casual gamers umumnya samasekali tidak dapat berbahasa inggris atau tidak memiliki kemampuan untuk mengerti bahasa yang ada dalam game. Mereka juga samasekali tidak mengerti game pada genre yang kompleks, perusahaan-perusahaan pembuat game, berapa kira-kira budget sebuah game, jumlah staff yang diperlukan, dsb. Casual gamers juga bukan orang yang terlalu mengerti tentang internet, umumnya mereka menggunakan internet hanya sebatas untuk facebook, twitter, youtube, dsb. Mereka tak paham sekedar skema yang paling sederhana bagaimana sebuah computer mengakses internet, client mengirim request ke server (upload) lalu server membalasnya dengan mengirim data ke client (download). Atau bahkan mereka tak pernah tahu kalau mengakses internet=mengakses computer orang lain, LOL. Jadi bisa digeneralisasi kalau casual gamers bukan hanya orang yang tak paham game, tapi juga orang yang benar-benar ignorant masalah IT.
Pendeknya, Casual gamers adalah burung unta yang membenamkan kepalanya pada pasir. Yaitu orang-orang yang bermain game tapi tidak memiliki pengetahuan apa-apa dan tidak memiliki ketertarikan untuk mencari tahu apa yang dia mainkan. Ibaratnya mereka terus saja makan dengan menutup mata tanpa tahu bahan-bahan makanan yang dimakannya. Sekalipun ada upil di makanannya mereka juga tidak akan tahu dan tidak peduli dikarenakan ignorance dan laziness mereka.
Spoiler for 2. Countryside:
Countryside gamers. Tingkatan selanjutnya yang merupakan evolusi dari casual gamers. Bisa dibilang countryside gamers adalah casual gamer yang mulai mencoba game pada genre yang lebih kompleks tapi belum terlalu membutuhkan pengetahuan gaming seperti FPS, Action Adventure, dsb. Tapi tetap saja belum cukup berpengetahuan untuk memainkan game dengan kompleksitas diatasnya seperti RPG, RTS, dan Visual Novel. Dan walaupun mereka bisa main belum tentu mereka mengerti apa yang mereka mainkan karena kemampuan bahasa inggrisnya yang masih minim.
Daris segi pengetahuan tak ada yang berbeda kecuali kemampuan bahasa inggris yang lebih baik dan pengetahuan lebih untuk game yang lebih kompleks.
Kecintaan dan paham mereka terhadap game umumnya tak jauh beda dengan casual gamers, mereka hanya menganggap game sebagai hiburan belaka dan tidak menjadikan game sebagai hobi.
Overval, mereka bisa juga disebut casual gamers yang sudah mulai bermain game yang lebih kompleks.
Spoiler for 3. Vanilla:
Inilah tingkatan rata-rata gamers pada umumnya. Minimum knowledge requirements untuk vanilla gamers adalah kemampuan bahasa inggris untuk mengerti isi game secara keseluruhan dan kemampuan untuk bermain semua genre game.
Minimum knowledge requirements lainnya ialah vanilla gamers setidaknya harus tahu credit dari game yang dimainkannya secara garis besar yang meliputi developer dan publishernya. Atau mungkin juga team yang terlibat dalam game.
Lalu minimum feeling requirement nya adalah menjadikan video game sebagai hobi sehingga membuatnya ingin meluangkan waktu untuk bermain game bukan hanya bermain game untuk mengisi waktu luang saja. Walaupun begitu vanilla gamers tidak menganggap game sebagai sesuatu yang “wah”, melainkan game tak lebih dari sebuah hiburan. Hanya saja yang membedakannya dari tingkatan dibawahnya adalah bagi vanilla gamers video game adalaah sebuah hobi.
Untuk tingkatan ini ke atas, kemampuan bahasa dan kemampuan bermain game sudah tidak menjadi requirement lagi karena dari tingkatan ini ke atas gamers harus bisa memahami alur cerita game sepenuhnya dan memiliki kemampuan memainkan game semua genre.
Spoiler for 4. Hardcore:
Harcore gamers adalah orang-orang yang sangat mencintai video game dan menganggap video game merupakan elemen yang sangat penting dalam hidupnya. Bagi mereka video game adalah kebutuhan primer sehingga aktivitas hidupnya akan terganggu jika tidak ada game. Mereka selalu ingin mengetahui segala hal yang mereka tidak ketahui tentang game dan selalu berusaha menyempatkan dirinya untuk mempelajari hal itu.
Hardcore gamers umumnya tingkatan pertama yang mulai benar-benar mengidolakan game developers dengan hingga menjadi fanboy, khususnya team yang membuat game2 favoritnya. Walaupun tak jarang Vanilla gamers yang juga demikian. Bedanya kalau fanboy dikalangan vanilla gamers masih sangat minoritas.
Minimum knowledge requirements untuk hardcore gamers adalah mengetahui semua yang perlu diketahui sebagai seseorang yang suka bermain game. Hardcore gamers tahu tentang detil grafik dari sebuah game, bisa membedakan cel-shaded 3D dan 3D biasa, bisa membedakan sprites yang mana model, jika ditunjukkan 2 buah game mereka tahu yang mana memiliki lebih polygon count, mana yang jaggy, mana yg menggunakan tekstur beresolusi lebih tinggi mana yang kasar, mana yang memiliki lightning yang lebih fluid mana yang crap seperti anime 8 bit, dsb.
Hardcore gamers selalu ingin terdepan tentang pengetahuan akan game. Setiap ada kesempatan mereka akan selalu berusaha mencari tahu apa yang mereka tidak tahu.
Lalu di level pengetahuan yang lebih tinggi lagi adalah gamers bisa melakukan romhacking dan modding, mereka bisa membuat translation patch, membuat emulator suatu sytem, membuad mod yang berupa extracontent atauu bahkan texture/model fix pada texture/model yang crap dan tidak effisien, Anti-piracy breaker patch jika diisebuah game dipasangi anti-piracy protection tertentu, dan game programming atau modeling lainnya yang sederajat. Biasanya programmers setingkat ini bekerja bersama sebagai team dengan orang-orang yang tidak dikenalnya yang baru ditemuinya di internet.
Lalu di level gamers yang lebih cerdas, gamers bisa melakukan romhacking dan modding pada bagian-bagian yang lebih kompleks seperti memberbaiki algoritma AI jika suatu game AI nya bodoh, memperbaiki algoritma2 tak perlu yang hanya menambah beban pada CPU saja, mampu memperbaiki algoritma jika ada infinite loop meskipun tak memiliki flowchart dan source code-nya, mampu membuat patch untuk merelokasi resources usage yang kurang efisien dan programming2 lainnya yang sederajat. Programmers seperti ini biasanya lonewolf jenius yang tidak mengenal kerja sama, mereka mengerjakan suatu proyek sendirian dan tidak suudi membagi creditnya dengan orang lain.
Lalu level yang paling tinggi, gamers bisa membuat profesional game. Tapi kalau sudah sampai sini namanya bukan gamers lagi, tapi game developers yang bekerja game developer company beneran.
Untuk tingkat hardcore dan tingkatan diatasnya IT knowledge sudah bukan menjadi requirement lagi, yang membedakan hardcore dan tingkatan-tingkatan diatasnya hanyalah feeling dan rasa keingin tahuannya.
Spoiler for 5. Maniac:
Jika hardcore gamers masih menganggap video game sebagai kebutuhan primer, Maniac gamers menganggap video game sebagai sesuatu yang lebih dari itu.
Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang akan sangat menganggu hidup seseorang kalau tidak dipenuhi yaitu pangan, papan, sandang, atau ditambah game kalau menurut hardcore gamers. Jadi singkatnya kebutuhan primer merupakan requirements to life IN PROPER WAY as how it should be.
Lalu adakah kebutuhan yang lebih penting dari kebutuhan primer itu? Ada! Kalau kebutuhan primer adalah requirements to life in proper way as how it should be, masih ada kebutuhan diatasnya, yaitu REQUIREMENTS TO JUST LIFE. Kebutuhan yang kalau tidak dipenuhi akan menyebabkan kematian, misalnya organ2 dalam tubuh kita; jantung, paru-paru, ginjal dan organ-organ lainnya yang mustahil kita bisa hidup tanpanya.
So yeah, bagi Maniac gamers, game adalah sesuatu yang sama pentingnya dengan organ-organ vital tersebut. Jadi no game=no life.
Maniac gamers juga golongan yang paling menghargai devs. Mereka anti piracy, tidak pernah membeli game bajakan dan sangat menghormati mereka sebagai figure yang menginspirasi mereka untuk dapat bermimpi menjadi seperti itu. Mereka akan tersinggung jika devs idolanya dilecehkan sebagaimana ia tersinggung jika negaranya dilecehkan. Dan jika mereka adalah debater seperti saya, maka mereka akan memperjuangkannya sekuat pikiran mereka hingga orang yang melecehkan tadi speechless.
Maniac gamers memiliki semangat yang sangat tinggi untuk mempelajari segala hal tentang game. Kalau hardcore gamers masih menyesuaikan dengan waktu yang tepat untuk belajar, Maniac sudah tidak lagi. Dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun asalkan dia memiliki kemampuan untuk belajar maka ia akan melakukannya, termasuk saat guru PKn menerangkan pelajaran dikelas meski sudah 2x ketahuan guru.
Iwata bagi Maniac gamers sama tingginya dan sama terhormatnya dengan Soekarno bagi orang nasionalis. Dan juga orang-orang Nintendo lainnya, dimata mereka sama berharganya dengan pahlawan nasional bagi orang-orang nasionalis.
Saya dapat mengerti mereka sekalipun manusia generic tak akan bisa mengerti perasaan dan pola pikir mereka yang sangat extraordinary. Dikarenakan mereka adalah revolusioner, dan sejarah telah menunjukkan kalau dalam setiap revolusi besar manusia, peranan manusia generic tak lebih dari pupuk bawang atau sekedar pion. Dan saya dapat memahami mereka pun dikarenakan saya bukan manusia generic. I’m different as they’re.
Spoiler for 6. Lunatic:
They’re extraordinary. They’re beyond our mind. But they’re really there. This human revolution stay coexisted because of them. Who? The LUNATIC!
Jauh melampaui bima sakti menembus pilar-pilar micron yang gagah menjulang mata mereka memandang. Putaran-putaran halus inti CPU beralun mesra mengiringi arsitektur 256 bit-nya, menyebrangi lautan ether mereka berfikir. Ucapan mereka mengumandangkan kebijaksan, me-render signal-signal bitmap hingga memvisualisasikan pergolakan ruang dan waktu yang sempurna dan melampaui kecepatan cahaya menunjukkanb bahwa negative adalah bilangan yang nyata. Siapa? Sang LUNATIC!
The Lunatic gamers, absolutely inilah tingkatan tertinggi yang mampu diraih gamers yang diperoleh setelah menembus batasan pikiran manusia.
Jika relasi antara Maniac dan video game dapat diibaratkan sebuah koloid, relasi antara Lunatic dan video game dapat diibaratkan senyawa atom. 2+2=9 & 9-2=2
Video game sudah bukan lagi organ vital yang jika dipisahkan dari induk akan menyebabkan kematian. Melainkan suatu keberadaan non-dimensional yang telah melebur dengan jiwa membentuk sesuatu yang lebih solid dari sebelumya hingga tiada suatu kekuatan apapun yang mampu memisahkannya.
Jika bagi Maniac no game=instan death, bagi lunatic no game=time paradox. Mereka eksis karena game yang telah bersatu dengan jiwa mereka dan jika game itu dicabut jiwa mereka akan melebur semakin kecil dan kecil melebihi perjalanan astral, hingga menjadi materi yang lebih kecil dari quark sekalipun dan tetap terus mengecil, memutarbalikkan dimensi menuju waktu dimana mereka belum seharusnya eksis.
Jika the maniac menganggap Nintendo sebagai sebuah jalan hidup. Lunatic menganggap Nintendo sebagai sebuah agama dengan Satoru Iwata adalah Tuhannya sedangkan Shigeru Miyamoto, Eiji Aonuma, dan Satoshi Tajiri adalah dewanya.