- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Skenario King Maker SBY


TS
Dazes
Skenario King Maker SBY
Spoiler for No Repost :
Quote:

Quote:
Pemilu tahun 2014 ini SBY tidak bisa lagi bertarung dalam perebutan posisi Capres. Pernah diusulkan oleh Ruhut Sitompul tentang perpanjangan masa jabatan Presiden RI, dimana SBY diskenario-kan akan tarung di 2014, tapi mendapat tantangan hebat, sehingga gagasan Ruhut layu sebelum berkembang.
Tapi apa SBY berhenti begitu saja?, SBY masih banyak kepentingan untuk menjaga irama kekuasaannya. Pertama, ia masih kuatir soal kelanjutan kasus Bank Century yang dicurigai adalah usaha pembobolan talangan Bank untuk biaya politik, kedua Kasus Hambalang walaupun tidak menerjang dirinya langsung, masih ada Ibas yang namanya kerap disebut dalam kasus ini. Selain itu SBY sendiri merasa akan mengamankan posisi kelanjutan Trah Sarwo Edhie lewat jalur anak tertuanya Agus Yudhoyono sebagai pelanjut kekuasaan di Republik ini sepuluh tahun mendatang.
Skenario memasukkan sayap Cikeas sebagai Presiden RI awalnya berjalan tanpa hambatan. Di tahun-tahun 2009-2012 kelompok SBY masih mendominasi panggung publik, namun setelah kemunculan Jokowi semuanya berantakan. Kemunculan Jokowi bersamaan dengan penangkapan-penangkapan gembong Partai Demokrat yang ditengarai terlibat korupsi oleh KPK.
Ada empat orang yang digadang-gadang akan menggantikan posisi SBY : Pertama, Pramono Edhie Wibowo, Kedua, Chaerul Tanjung, Ketiga Hatta Rajasa dan keempat adalah Gita Wirjawan. Nama Dahlan Iskan muncul belakangan ketika fenomena Jokowi menguat, Dahlan Iskan juga bisa masuk ke dalam lingkaran satu SBY karena pengaruh Chaerul Tanjung, namun Dahlan Iskan tidak sepenuhnya disukai oleh lingkaran dalam SBY, terutama Hatta Rajasa. Namun Chaerul Tanjung (CT) tetap bersikeras menempatkan Dahlan, sebagai alat penghubung Dahlan dengan CT digunakanlah kawan lama CT. Abdul Azis (diberi jabatan oleh Dahlan sebagai Komisaris Bank Mandiri) sebagai ‘Penjaga Dahlan’. Fungsi Azis selain sebagai protokol juga sebagai ‘pengawas’ Dahlan agar jangan sampai offside.
Pada Januari 2013, SBY masih mengira bisa menggolkan jago-jagonya sebagai Presiden RI. Apalagi ada perkiraan keberhasilan Prabowo “Mengandangkan” Jokowi di DKI. Bagi SBY pertarungan adalah melawan Prabowo.
Sementara Prabowo sendiri masih berharap PDI Perjuangan berada dalam satu garis, apalagi ada isu yang berkembang bahwa PDI Perjuangan telah mengeluarkan “surat kontrak” dimana Prabowo di tahun 2014 akan masuk jadi Presiden RI bergantian di tahun 2009 dimana Megawati pernah jadi Capres bersanding dengan Prabowo. Tapi isu surat kontrak itu tidak pernah ada, karena kalaupun ada itu akan melanggar hak rakyat untuk melakukan pilihan politik.
Jokowi nama yang muncul tiba-tiba, di bulan Januari 2013 namanya disisihkan terus sebagai Capres RI. Karena logikanya tidak mungkin seorang Gubernur yang baru terpilih maju lagi ke dalam gelanggang Capres RI, tapi kenyataannya puluhan survey yang dirilis dari berbagai macam lembaga memperlihatkan Jokowi memenangkan pertarungannya dengan mudah.
Di bulan Februari, SBY mencoba Dahlan Iskan untuk merebut massa Jokowi. Lalu Dahlan Iskan yang memang tidak dipersiapkan serius oleh SBY dijanjikan posisi bagus oleh SBY “kelak di masa datang”. Dahlan merasa SBY berada di pihaknya, di sisi lain Hatta Rajasa marah besar bila Dahlan Iskan “Newbie” tiba-tiba menjadi corong kekuatan politik SBY, di belakang Hatta Rajasa berusaha mati-matian menjegal Dahlan Iskan termasuk dengan mengeluarkan beberapa isu yang disebarkan lewat media massa. Dahlan Iskan terbukti bisa populer melawan gerakan anti Dahlan, tapi tetap saja dibandingkan Jokowi, Dahlan Iskan mati langkah.
Kemudian Dahlan mencoba mendekati Jokowi dengan berbagai macam bantuan taktis atas kerja-kerja Jokowi, namun tetap saja nama itu tidak mengangkat. Dahlan bahkan membangun “kantong-kantong politik yang jumlahnya ratusan diberbagai daerah” gerakan Dahlan dianggap sukses besar tapi menjadi ancaman di internal SBY, apalagi banyak nama orang-orang Jawa Pos tiba-tiba jadi orang penting di BUMN-BUMN dan ada juga yang jadi broker jabatan disana.
Bagi Istana Dahlan melangkah offside, ia mengutak utik Petral dan ini menimbulkan kemarahan besar di kalangan internal SBY, Dahlan tiba-tiba dijauhi Istana. Ia terpaksa bergerak sendirian bersama Azis yang jadi garansi politik dari CT.
Di tengah melambungnya popularitas Dahlan, tiba-tiba SBY merestui tokoh muda Gita Wirjawan. Majunya GW jelas bikin kecewa Dahlan Iskan, namun SBY sedang memainkan dadu merah disini, ia sudah paham, Dahlan Iskan tidak mungkin bisa dipegang. “Sasarannya sekarang berubah, Jokowi terlalu kuat untuk dihancurkan”.
Masuknya nama GW ada di bulan Agustus 2013, saat itu survey internal SBY menyatakan posisi Jokowi terlalu kuat, supaya diketahui dikalangan pemain-pemain politik ada yang namanya “survey bedak” dan “survey celana dalam”. Survey bedak digunakan untuk menggiring opini publik, sementara “Survey celana dalam” adalah survey sungguh-sungguh yang tidak direkayasa. 100% “survey celana dalam” memenangkan nama Jokowi.
Inilah yang bikin berantakan tembakan posisi Capres dari sayap Demokrat. Tujuan utama Gita Wirjawan adalah Wakil Presidennya Jokowi, hal yang sama sudah dilakukan oleh Hatta Rajasa. Si “Uban” atau Rambut Perak, nama julukan Hatta Rajasa adalah orang pertama yang ngebet banget bisa masuk sebagai Cawapres-nya Jokowi.
Awalnya ia menggunakan media Koran Republika (media yang amat dekat dengan Amien Rais) sebagai penggerak opini, kemudian HR juga menggunakan sosial media, tidak ada pesan tersirat HR mengejar posisi RI-1. Ia sejak awal menggunakan kekuatan politiknya untuk masuk ke RI-2, target Hatta Rajasa adalah posisi pegangan Ekonomi. Namun kubu PDI Perjuangan dan Jokowi diam saja atas tembakan-tembakan pendekatan Hatta Rajasa, bahkan sampai-sampai HR menggunakan urusan MRT sebagai alat mendekat ke Jokowi, tapi ini gagal total.
Hatta Rajasa kemudian menggunakan nama Amien Rais untuk mendekati Jokowi. Awalnya Amien Rais memuji-muji Jokowi, tapi tak ada reaksi dari kubu Jokowi. Lalu Amien Rais menggunakan nada provokasi menghajar Megawati dan Jokowi lewat komentar panasnya soal “Gugatan Nasionalisme Megawati soal Indosat” seraya Amien Rais lupa bahwa keputusan penjualan Indosat adalah kebijakan kolektif dimana saat itu Amien Rais adalah Ketua MPR RI.
Serangan kepada Megawati soal Nasionalisme membuat marah kubu PDI Perjuangan, alih-alih mampu mendekati Jokowi, Amien Rais malah jadi korban celaan ribuan pendukung Jokowi di sosial media. Kredibilitas Amien Rais rusak total dan Jokowi menjauh dari Hatta Rajasa.
Hancurnya front Amien Rais dan Hatta Rajasa dalam merebut hati Jokowi membuat lega Gita Wirjawan. Tembusan masuk lewat jalur humanis Gita yang memblocking acara di SCTV, tanpa sepengetahuan Jokowi. Sebelumnya Gita “menjebak” Jokowi untuk main “berita-beritaan” di SCTV, Jokowi agak kagok dan kurang suka dengan aksi Gita ini.
Beberapa kali Gita merapat ke Jokowi tapi tidak dengan cara yang kasar. Beberapa kali juga Jokowi menghindar. Gita juga menggunakan media untuk mempromosikan dirinya, salah satu media yang menjadi langganan Gita adalah Merdeka.Com, lewat media online Merdeka.com dan beberapa afiliasi website buatan yang mengarah pada Merdeka.com Gita membangun persepsi publik.
Namun sayangnya usaha Gita habis-habisan di Sosial Media dan berbagai media publik justru berakibat sebaliknya, “kelas menengah marah besar terhadap usaha pemaksaan Gita tampil di ruang publik” karena semua sudut diusahakan ada gambar Gita dengan konten yang tidak cerdas, bahkan di detik..com Gita membeli slot iklan yang langsung muncul ketika seseorang membuka detik..com.
Usaha Gita melemah di akhir tahun, ketika pendekatan politik ke Jokowi dinilai semakin sia-sia, Jokowi semakin merapat ke kubu PDI Perjuangan dan menolak untuk bermain mata dengan kelompok diluar PDI Perjuangan. Alasan Jokowi sederhana karena hanya PDI Perjuangan yang bisa dipercaya untuk menggaransi keamanan politiknya. Jokowi juga diam saja ketika banyak dukungan mengalir diluar Partai.
Sementara Megawati sendiri di bulan September sudah memunculkan “Garis Kesabaran Revolusioner” garis yang diciptakan Megawati untuk membuat “Demokrasi Terpimpin” berjalan tertib di tubuh Partai. Megawati menunjuk pada Bulan April 2014 sebagai “Tahun Penentuan Kepemimpinan Kita” .
“Kesabaran Revolusioner” ala Megawati inilah yang kemudian dibaca oleh sayap politik SBY sebagai “Panggung bermainnya” mereka terus menerus menggoda Jokowi agar keluar dari “Lingkaran Kesetiaan” dan masuk ke dalam gendang SBY.
Politik penentuan Megawati ini membuat dirinya dikepung media habis-habisan. Namanya dijelek-jelekkan, karena bagi kelompok pemain garis SBY, “Megawati adalah satu-satunya halangan kita”. Di awal tahun 2013 Jokowi digebukin oleh media pro SBY, kini Megawati-lah sasaran gebukan itu. Tapi mereka lupa yang dihadapi mereka adalah Megawati orang yang berani sendirian melawan Orde Baru.
Kini semua media bertanya “Siapa yang bisa ditransaksikan sebagai wakil Jokowi” karena semua Cawapres Demokrat SBY punya jaringan media-nya, jaringan inilah yang terus menerus dipakai untuk memainkan opini publik. Cilakanya permainan opini media ini juga masuk ke dalam kelompok yang berani berada diluar garis “Keputusan April 2014” dengan mengusung Projo (Pro Jokowi). Dan Projo ini dihembus-hembuskan lewat detik..com dan entah kebetulah atau tidak, jagoan Projo diluar PDI Perjuangan adalah : Chaerul Tanjung.
Apakah CT adalah “Laskar Terakhir SBY” untuk mengobrak-abrik Benteng Megawati di PDI Perjuangan setelah semua panglimanya seperti Dahlan Iskan, Gita Wirjawan dan Hatta Rajasa gagal total?
Tapi apa SBY berhenti begitu saja?, SBY masih banyak kepentingan untuk menjaga irama kekuasaannya. Pertama, ia masih kuatir soal kelanjutan kasus Bank Century yang dicurigai adalah usaha pembobolan talangan Bank untuk biaya politik, kedua Kasus Hambalang walaupun tidak menerjang dirinya langsung, masih ada Ibas yang namanya kerap disebut dalam kasus ini. Selain itu SBY sendiri merasa akan mengamankan posisi kelanjutan Trah Sarwo Edhie lewat jalur anak tertuanya Agus Yudhoyono sebagai pelanjut kekuasaan di Republik ini sepuluh tahun mendatang.
Skenario memasukkan sayap Cikeas sebagai Presiden RI awalnya berjalan tanpa hambatan. Di tahun-tahun 2009-2012 kelompok SBY masih mendominasi panggung publik, namun setelah kemunculan Jokowi semuanya berantakan. Kemunculan Jokowi bersamaan dengan penangkapan-penangkapan gembong Partai Demokrat yang ditengarai terlibat korupsi oleh KPK.
Ada empat orang yang digadang-gadang akan menggantikan posisi SBY : Pertama, Pramono Edhie Wibowo, Kedua, Chaerul Tanjung, Ketiga Hatta Rajasa dan keempat adalah Gita Wirjawan. Nama Dahlan Iskan muncul belakangan ketika fenomena Jokowi menguat, Dahlan Iskan juga bisa masuk ke dalam lingkaran satu SBY karena pengaruh Chaerul Tanjung, namun Dahlan Iskan tidak sepenuhnya disukai oleh lingkaran dalam SBY, terutama Hatta Rajasa. Namun Chaerul Tanjung (CT) tetap bersikeras menempatkan Dahlan, sebagai alat penghubung Dahlan dengan CT digunakanlah kawan lama CT. Abdul Azis (diberi jabatan oleh Dahlan sebagai Komisaris Bank Mandiri) sebagai ‘Penjaga Dahlan’. Fungsi Azis selain sebagai protokol juga sebagai ‘pengawas’ Dahlan agar jangan sampai offside.
Pada Januari 2013, SBY masih mengira bisa menggolkan jago-jagonya sebagai Presiden RI. Apalagi ada perkiraan keberhasilan Prabowo “Mengandangkan” Jokowi di DKI. Bagi SBY pertarungan adalah melawan Prabowo.
Sementara Prabowo sendiri masih berharap PDI Perjuangan berada dalam satu garis, apalagi ada isu yang berkembang bahwa PDI Perjuangan telah mengeluarkan “surat kontrak” dimana Prabowo di tahun 2014 akan masuk jadi Presiden RI bergantian di tahun 2009 dimana Megawati pernah jadi Capres bersanding dengan Prabowo. Tapi isu surat kontrak itu tidak pernah ada, karena kalaupun ada itu akan melanggar hak rakyat untuk melakukan pilihan politik.
Jokowi nama yang muncul tiba-tiba, di bulan Januari 2013 namanya disisihkan terus sebagai Capres RI. Karena logikanya tidak mungkin seorang Gubernur yang baru terpilih maju lagi ke dalam gelanggang Capres RI, tapi kenyataannya puluhan survey yang dirilis dari berbagai macam lembaga memperlihatkan Jokowi memenangkan pertarungannya dengan mudah.
Di bulan Februari, SBY mencoba Dahlan Iskan untuk merebut massa Jokowi. Lalu Dahlan Iskan yang memang tidak dipersiapkan serius oleh SBY dijanjikan posisi bagus oleh SBY “kelak di masa datang”. Dahlan merasa SBY berada di pihaknya, di sisi lain Hatta Rajasa marah besar bila Dahlan Iskan “Newbie” tiba-tiba menjadi corong kekuatan politik SBY, di belakang Hatta Rajasa berusaha mati-matian menjegal Dahlan Iskan termasuk dengan mengeluarkan beberapa isu yang disebarkan lewat media massa. Dahlan Iskan terbukti bisa populer melawan gerakan anti Dahlan, tapi tetap saja dibandingkan Jokowi, Dahlan Iskan mati langkah.
Kemudian Dahlan mencoba mendekati Jokowi dengan berbagai macam bantuan taktis atas kerja-kerja Jokowi, namun tetap saja nama itu tidak mengangkat. Dahlan bahkan membangun “kantong-kantong politik yang jumlahnya ratusan diberbagai daerah” gerakan Dahlan dianggap sukses besar tapi menjadi ancaman di internal SBY, apalagi banyak nama orang-orang Jawa Pos tiba-tiba jadi orang penting di BUMN-BUMN dan ada juga yang jadi broker jabatan disana.
Bagi Istana Dahlan melangkah offside, ia mengutak utik Petral dan ini menimbulkan kemarahan besar di kalangan internal SBY, Dahlan tiba-tiba dijauhi Istana. Ia terpaksa bergerak sendirian bersama Azis yang jadi garansi politik dari CT.
Di tengah melambungnya popularitas Dahlan, tiba-tiba SBY merestui tokoh muda Gita Wirjawan. Majunya GW jelas bikin kecewa Dahlan Iskan, namun SBY sedang memainkan dadu merah disini, ia sudah paham, Dahlan Iskan tidak mungkin bisa dipegang. “Sasarannya sekarang berubah, Jokowi terlalu kuat untuk dihancurkan”.
Masuknya nama GW ada di bulan Agustus 2013, saat itu survey internal SBY menyatakan posisi Jokowi terlalu kuat, supaya diketahui dikalangan pemain-pemain politik ada yang namanya “survey bedak” dan “survey celana dalam”. Survey bedak digunakan untuk menggiring opini publik, sementara “Survey celana dalam” adalah survey sungguh-sungguh yang tidak direkayasa. 100% “survey celana dalam” memenangkan nama Jokowi.
Inilah yang bikin berantakan tembakan posisi Capres dari sayap Demokrat. Tujuan utama Gita Wirjawan adalah Wakil Presidennya Jokowi, hal yang sama sudah dilakukan oleh Hatta Rajasa. Si “Uban” atau Rambut Perak, nama julukan Hatta Rajasa adalah orang pertama yang ngebet banget bisa masuk sebagai Cawapres-nya Jokowi.
Awalnya ia menggunakan media Koran Republika (media yang amat dekat dengan Amien Rais) sebagai penggerak opini, kemudian HR juga menggunakan sosial media, tidak ada pesan tersirat HR mengejar posisi RI-1. Ia sejak awal menggunakan kekuatan politiknya untuk masuk ke RI-2, target Hatta Rajasa adalah posisi pegangan Ekonomi. Namun kubu PDI Perjuangan dan Jokowi diam saja atas tembakan-tembakan pendekatan Hatta Rajasa, bahkan sampai-sampai HR menggunakan urusan MRT sebagai alat mendekat ke Jokowi, tapi ini gagal total.
Hatta Rajasa kemudian menggunakan nama Amien Rais untuk mendekati Jokowi. Awalnya Amien Rais memuji-muji Jokowi, tapi tak ada reaksi dari kubu Jokowi. Lalu Amien Rais menggunakan nada provokasi menghajar Megawati dan Jokowi lewat komentar panasnya soal “Gugatan Nasionalisme Megawati soal Indosat” seraya Amien Rais lupa bahwa keputusan penjualan Indosat adalah kebijakan kolektif dimana saat itu Amien Rais adalah Ketua MPR RI.
Serangan kepada Megawati soal Nasionalisme membuat marah kubu PDI Perjuangan, alih-alih mampu mendekati Jokowi, Amien Rais malah jadi korban celaan ribuan pendukung Jokowi di sosial media. Kredibilitas Amien Rais rusak total dan Jokowi menjauh dari Hatta Rajasa.
Hancurnya front Amien Rais dan Hatta Rajasa dalam merebut hati Jokowi membuat lega Gita Wirjawan. Tembusan masuk lewat jalur humanis Gita yang memblocking acara di SCTV, tanpa sepengetahuan Jokowi. Sebelumnya Gita “menjebak” Jokowi untuk main “berita-beritaan” di SCTV, Jokowi agak kagok dan kurang suka dengan aksi Gita ini.
Beberapa kali Gita merapat ke Jokowi tapi tidak dengan cara yang kasar. Beberapa kali juga Jokowi menghindar. Gita juga menggunakan media untuk mempromosikan dirinya, salah satu media yang menjadi langganan Gita adalah Merdeka.Com, lewat media online Merdeka.com dan beberapa afiliasi website buatan yang mengarah pada Merdeka.com Gita membangun persepsi publik.
Namun sayangnya usaha Gita habis-habisan di Sosial Media dan berbagai media publik justru berakibat sebaliknya, “kelas menengah marah besar terhadap usaha pemaksaan Gita tampil di ruang publik” karena semua sudut diusahakan ada gambar Gita dengan konten yang tidak cerdas, bahkan di detik..com Gita membeli slot iklan yang langsung muncul ketika seseorang membuka detik..com.
Usaha Gita melemah di akhir tahun, ketika pendekatan politik ke Jokowi dinilai semakin sia-sia, Jokowi semakin merapat ke kubu PDI Perjuangan dan menolak untuk bermain mata dengan kelompok diluar PDI Perjuangan. Alasan Jokowi sederhana karena hanya PDI Perjuangan yang bisa dipercaya untuk menggaransi keamanan politiknya. Jokowi juga diam saja ketika banyak dukungan mengalir diluar Partai.
Sementara Megawati sendiri di bulan September sudah memunculkan “Garis Kesabaran Revolusioner” garis yang diciptakan Megawati untuk membuat “Demokrasi Terpimpin” berjalan tertib di tubuh Partai. Megawati menunjuk pada Bulan April 2014 sebagai “Tahun Penentuan Kepemimpinan Kita” .
“Kesabaran Revolusioner” ala Megawati inilah yang kemudian dibaca oleh sayap politik SBY sebagai “Panggung bermainnya” mereka terus menerus menggoda Jokowi agar keluar dari “Lingkaran Kesetiaan” dan masuk ke dalam gendang SBY.
Politik penentuan Megawati ini membuat dirinya dikepung media habis-habisan. Namanya dijelek-jelekkan, karena bagi kelompok pemain garis SBY, “Megawati adalah satu-satunya halangan kita”. Di awal tahun 2013 Jokowi digebukin oleh media pro SBY, kini Megawati-lah sasaran gebukan itu. Tapi mereka lupa yang dihadapi mereka adalah Megawati orang yang berani sendirian melawan Orde Baru.
Kini semua media bertanya “Siapa yang bisa ditransaksikan sebagai wakil Jokowi” karena semua Cawapres Demokrat SBY punya jaringan media-nya, jaringan inilah yang terus menerus dipakai untuk memainkan opini publik. Cilakanya permainan opini media ini juga masuk ke dalam kelompok yang berani berada diluar garis “Keputusan April 2014” dengan mengusung Projo (Pro Jokowi). Dan Projo ini dihembus-hembuskan lewat detik..com dan entah kebetulah atau tidak, jagoan Projo diluar PDI Perjuangan adalah : Chaerul Tanjung.
Apakah CT adalah “Laskar Terakhir SBY” untuk mengobrak-abrik Benteng Megawati di PDI Perjuangan setelah semua panglimanya seperti Dahlan Iskan, Gita Wirjawan dan Hatta Rajasa gagal total?
Spoiler for Buka gan:
Bagi yang merasa thread ini menarik, bantu 

ya gan
Ane juga gk nolak klo dikasi




Ane juga gk nolak klo dikasi



Bagaimana menurut para kaskuser? Apakah artikel diatas juga merupakan serangan balik dari pihak PDI?

Bagi yang punya komentar menarik dan ingin dimasukkan ke pejewan, silahkan PM ane

Lanjutan ada di post 6 gan (Gk gitu penting sih

Sumbernya gan
Quote:
Diubah oleh Dazes 08-02-2015 22:20
0
5.5K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan