- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
MA Ungkap Rekayasa Kasus Narkotika, Kelayakan Penyidik Polri Dipertanyakan
TS
benny012
MA Ungkap Rekayasa Kasus Narkotika, Kelayakan Penyidik Polri Dipertanyakan
Quote:
MA Ungkap Rekayasa Kasus Narkotika, Kelayakan Penyidik Polri Dipertanyakan
Andri Haryanto - detikNews
Halaman 1 dari 2
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) seakan menelanjangi kepolisian dengan memberikan vonis bebas terhadap dua terdakwa kasus narkotika. MA menilai kasus yang menjerat sales obat nyamuk Rudy Santoso (41) dan Ket San (21) adalah hasil rekayasa pihak kepolisian. Berkaca dari kasus itu patut dipertanyakan kelayakan penyidik Polri dalam penanganan kasus narkoba.
"Dia (penyidik) itu harus mendapat sanksi. Artinya kelayakan dia menjadi penyidik harus dipertanyakan," demikian dikatakan anggota Kompolnas Hamidah Abdurrahman saat berbincang dengan detikcom, Senin (6/1/2014).
Seorang penyidik narkotika seharusnya mampu dengan matang menyelidiki target yang akan disasarnya. Bukan malah mengejar target yang berujung menindak kasus yang tidak ada tapi diada-adakan.
Hamidah menambahkan, perlakuan diskriminasi juga kerap terjadi dalam kasus narkotika. Dia mencontohkan bagaimana para penyidik tebang pilih dalam menangani kasus yang melibatkan orang kecil.
"Sedangkan yang produsen dan bandar tidak dijangkau oleh mereka. Kompolnas berharap polisi semakin profesional, dapat melakukan tugasnya dengan fair, tidak tebang pilih, jangan asal," tegas Hamidah.
Dia mencontohkan kasus yang menimpa Rudy, dimana penyidik tidak melakukan tes urine terhadap Rudy. Hal inilah yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam membebaskan Rudy dari jerat penjara 4 tahun.
Kisah rekayasa polisi terhadap Rudi terkuak dari putusan kasasi Mahkamah Agung pada tanggal 22 Oktober 2012 lalu. Rudy ditangkap polisi dari Ditreskoba Polda Jawa Timur di kos-kosannya di Jalan Rungkut Asri, Surabaya, pada 7 Agustus 2011 sore. Versi polisi, saat digerebek, pria kelahiran 4 April 1971 itu membuang sesuatu ke kloset yang belakangan diketahui sabu dengan berat bersih 0,2 gram
Oleh MA, ia dinyatakan tidak bersalah dan telah jadi korban rekayasa oleh penyidik. Putusan ini diketok hakim agung Mayjen (Purn) Timur Manurung sebagai ketua majelis, hakim agung Dr Salman Luthan, dan hakim anggota Dr Andi Samsan Nganro sebagai hakim anggota.
Dalam pertimbangan hukumnya, MA menyatakan Rudy dijebak oleh Susi. Susi menyelinap ke kamar Rudy dengan alasan buang air besar dan sesaat kemudian kamar kos Rudy digerebek 4 orang polisi. Rudy baru tahu ada Susi setelah ada penggerebekan.
"Hal ini menjadi dapat dibenarkan adalah suatu rekayasa penyidik polisi untuk menjebak terdakwa dalam peristiwa tersebut," ucap majelis.
Senasib dengan Rudy, Ket San dituduh memiliki 2 pil ekstasi saat ditangkap polisi di Jalan Raya Sebangkau No 7, Kecamatan Selakau, Sambas, Kalimantan Barat, pada 20 Juni 2009. Oleh Pengadilan Negeri (PN) Sambas dan Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak, Ket San dihukum 4 tahun penjara.
Merasa dijebak dan tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan, Ket San pun mencari keadilan hingga ke Jalan Medan Merdeka Utara dan permohonan ini dikabulkan MA.
"Mengadili sendiri, menyatakan Ket San alias Cong Ket Khiong alias Atun tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam semua dakwaan," putus majelis kasasi yang terdiri dari Imron Anwari, Prof Dr Surya Jaya dan Achmad Yamani.
Alasan membebaskan Ket San karena dalam persidangan yang menjadi saksi adalah aparat kepolisian. Adapun warga masyarakat yang menyaksikan peristiwa tersebut tidak dihadirkan sebagai saksi. Padahal pihak kepolisian dalam pemeriksaan perkara a quo mempunyai kepentingan terhadap perkara agar perkara yang ditanganinya berhasil di pengadilan.
MA juga menyatakan polisi dalam menyidik kasus ini menggunakan kekerasan supaya tersangka mau mengakui apa yang dituduhkan. Padahal, dalam kasus tersebut tidak ada saksi yang melihat ekstasi tersebut dibuang oleh Ket San.
Tidak jarang pula terjadi, barang bukti tersebut milik polisi. Kemudian dengan berbagai trik menyatakan ditemukan di kantong terdakwa atau tempat lainnya untuk selanjutnya dijadikan alat pemerasan atas diri terdakwa.
"Seperti halnya dalam perkara a quo, terdakwa dimintai uang oleh polisi sebesar Rp 100 juta agar perkaranya bisa bebas, tidak dilanjutkan,"putus MA dalam sidang kasasi pada 27 Juli 2010 silam.
Andri Haryanto - detikNews
Halaman 1 dari 2
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) seakan menelanjangi kepolisian dengan memberikan vonis bebas terhadap dua terdakwa kasus narkotika. MA menilai kasus yang menjerat sales obat nyamuk Rudy Santoso (41) dan Ket San (21) adalah hasil rekayasa pihak kepolisian. Berkaca dari kasus itu patut dipertanyakan kelayakan penyidik Polri dalam penanganan kasus narkoba.
"Dia (penyidik) itu harus mendapat sanksi. Artinya kelayakan dia menjadi penyidik harus dipertanyakan," demikian dikatakan anggota Kompolnas Hamidah Abdurrahman saat berbincang dengan detikcom, Senin (6/1/2014).
Seorang penyidik narkotika seharusnya mampu dengan matang menyelidiki target yang akan disasarnya. Bukan malah mengejar target yang berujung menindak kasus yang tidak ada tapi diada-adakan.
Hamidah menambahkan, perlakuan diskriminasi juga kerap terjadi dalam kasus narkotika. Dia mencontohkan bagaimana para penyidik tebang pilih dalam menangani kasus yang melibatkan orang kecil.
"Sedangkan yang produsen dan bandar tidak dijangkau oleh mereka. Kompolnas berharap polisi semakin profesional, dapat melakukan tugasnya dengan fair, tidak tebang pilih, jangan asal," tegas Hamidah.
Dia mencontohkan kasus yang menimpa Rudy, dimana penyidik tidak melakukan tes urine terhadap Rudy. Hal inilah yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam membebaskan Rudy dari jerat penjara 4 tahun.
Kisah rekayasa polisi terhadap Rudi terkuak dari putusan kasasi Mahkamah Agung pada tanggal 22 Oktober 2012 lalu. Rudy ditangkap polisi dari Ditreskoba Polda Jawa Timur di kos-kosannya di Jalan Rungkut Asri, Surabaya, pada 7 Agustus 2011 sore. Versi polisi, saat digerebek, pria kelahiran 4 April 1971 itu membuang sesuatu ke kloset yang belakangan diketahui sabu dengan berat bersih 0,2 gram
Oleh MA, ia dinyatakan tidak bersalah dan telah jadi korban rekayasa oleh penyidik. Putusan ini diketok hakim agung Mayjen (Purn) Timur Manurung sebagai ketua majelis, hakim agung Dr Salman Luthan, dan hakim anggota Dr Andi Samsan Nganro sebagai hakim anggota.
Dalam pertimbangan hukumnya, MA menyatakan Rudy dijebak oleh Susi. Susi menyelinap ke kamar Rudy dengan alasan buang air besar dan sesaat kemudian kamar kos Rudy digerebek 4 orang polisi. Rudy baru tahu ada Susi setelah ada penggerebekan.
"Hal ini menjadi dapat dibenarkan adalah suatu rekayasa penyidik polisi untuk menjebak terdakwa dalam peristiwa tersebut," ucap majelis.
Senasib dengan Rudy, Ket San dituduh memiliki 2 pil ekstasi saat ditangkap polisi di Jalan Raya Sebangkau No 7, Kecamatan Selakau, Sambas, Kalimantan Barat, pada 20 Juni 2009. Oleh Pengadilan Negeri (PN) Sambas dan Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak, Ket San dihukum 4 tahun penjara.
Merasa dijebak dan tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan, Ket San pun mencari keadilan hingga ke Jalan Medan Merdeka Utara dan permohonan ini dikabulkan MA.
"Mengadili sendiri, menyatakan Ket San alias Cong Ket Khiong alias Atun tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam semua dakwaan," putus majelis kasasi yang terdiri dari Imron Anwari, Prof Dr Surya Jaya dan Achmad Yamani.
Alasan membebaskan Ket San karena dalam persidangan yang menjadi saksi adalah aparat kepolisian. Adapun warga masyarakat yang menyaksikan peristiwa tersebut tidak dihadirkan sebagai saksi. Padahal pihak kepolisian dalam pemeriksaan perkara a quo mempunyai kepentingan terhadap perkara agar perkara yang ditanganinya berhasil di pengadilan.
MA juga menyatakan polisi dalam menyidik kasus ini menggunakan kekerasan supaya tersangka mau mengakui apa yang dituduhkan. Padahal, dalam kasus tersebut tidak ada saksi yang melihat ekstasi tersebut dibuang oleh Ket San.
Tidak jarang pula terjadi, barang bukti tersebut milik polisi. Kemudian dengan berbagai trik menyatakan ditemukan di kantong terdakwa atau tempat lainnya untuk selanjutnya dijadikan alat pemerasan atas diri terdakwa.
"Seperti halnya dalam perkara a quo, terdakwa dimintai uang oleh polisi sebesar Rp 100 juta agar perkaranya bisa bebas, tidak dilanjutkan,"putus MA dalam sidang kasasi pada 27 Juli 2010 silam.
[url]http://news.detik..com/read/2014/01/07/032056/2459883/10/1/ma-ungkap-rekayasa-kasus-narkotika-kelayakan-penyidik-polri-dipertanyakan[/url]
Itulah wajah polisi yg sebenarnya disini
0
1.2K
Kutip
8
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan