- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
(Salut Gan) inilah Neneng Seorang Gelandangan Didikan BU RISMA - Walikota Surabaya


TS
KhancUdz
(Salut Gan) inilah Neneng Seorang Gelandangan Didikan BU RISMA - Walikota Surabaya
Maaf Gan Sebelumnya Kalo 
Ane Numpang Share aja..
Cekidot ..

Ternyata Ga cuman si Neneng aja gan yg dibantu..
nih saya kasih update'nya




Ternyata Beliau dari kecil emang suka Seni gan.. khususnya Seni Lukis..
Sedikit profil dan prestasi langsung ke Sumber aja gan : http://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Rismaharini
Thanks Gan yg Udah Mampir ..

Ane Numpang Share aja..
Cekidot ..
Spoiler for :
Surabaya - Pemkot Surabaya rupanya benar-benar mempraktikkan pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Selain memelihara, pemkot melalui Walikota Tri Rismaharini juga mengembangkan bakat anak-anak terlantar ini.
Neneng (15), salah satu gelandangan yang terjaring razia Satpol PP. Sejak 2009, Neneng hidup di UPTD Liponsos Kalijudan. Neneng mengaku warga asli Bandung, Jawa Barat. Namun kini Neneng berniat ingin tinggal di Surabaya. Toh, kini Neneng menjadi salah satu anak didik kebanggaan Risma.
"Saya butuh dua hari untuk menyelesaikan lukisan Bu Risma," kata Neneng yang berhasil melukis wajah Tri Rismaharini dengan sangat baik, Kamis (26/12/2013).
Kepada detikcom, Neneng sempat menceritakan bahwa karya lukisnya itu (gambar Risma) terjual senilai Rp 10 juta. Sementara itu, Risma menyebut Neneng anak yang luar biasa. Hasil lukisannya banyak membuat orang-orang berdecak kagum.
"Ada yang bilang, lukisan Neneng seperti lukisan Pablo Picasso," tutur Risma saat menjadi panelis Regional Public Sector Conference yang digelar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Dyandra Convention Center Surabaya beberapa waktu lalu.
Dari kepiawaiannya melukis, Neneng punya kesempatan untuk menggelar pameran lukisan di museum Paris, Perancis, Februari 2014 mendatang. "Februari 2014 besok itu, Neneng pameran di museum Paris," ujar Risma lagi.
Perubahan dan hasil didikan Risma kepada Neneng ini semakin membuat Pemkot Surabaya optimis. "Kalau kita bina betul, nggak ada makhluk Tuhan yang nggak bisa berbuat (berprestasi)," pungkas Risma.
Neneng (15), salah satu gelandangan yang terjaring razia Satpol PP. Sejak 2009, Neneng hidup di UPTD Liponsos Kalijudan. Neneng mengaku warga asli Bandung, Jawa Barat. Namun kini Neneng berniat ingin tinggal di Surabaya. Toh, kini Neneng menjadi salah satu anak didik kebanggaan Risma.
"Saya butuh dua hari untuk menyelesaikan lukisan Bu Risma," kata Neneng yang berhasil melukis wajah Tri Rismaharini dengan sangat baik, Kamis (26/12/2013).
Kepada detikcom, Neneng sempat menceritakan bahwa karya lukisnya itu (gambar Risma) terjual senilai Rp 10 juta. Sementara itu, Risma menyebut Neneng anak yang luar biasa. Hasil lukisannya banyak membuat orang-orang berdecak kagum.
"Ada yang bilang, lukisan Neneng seperti lukisan Pablo Picasso," tutur Risma saat menjadi panelis Regional Public Sector Conference yang digelar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Dyandra Convention Center Surabaya beberapa waktu lalu.
Dari kepiawaiannya melukis, Neneng punya kesempatan untuk menggelar pameran lukisan di museum Paris, Perancis, Februari 2014 mendatang. "Februari 2014 besok itu, Neneng pameran di museum Paris," ujar Risma lagi.
Perubahan dan hasil didikan Risma kepada Neneng ini semakin membuat Pemkot Surabaya optimis. "Kalau kita bina betul, nggak ada makhluk Tuhan yang nggak bisa berbuat (berprestasi)," pungkas Risma.

Spoiler for Sumur:
http://news.detik..com/surabaya/read/2013/12/26/164525/2451805/475/inilah-neneng-eks-gelandangan-didikan-risma-akan-gelar-pameran-di-perancis?9922032
Ternyata Ga cuman si Neneng aja gan yg dibantu..
nih saya kasih update'nya
Spoiler for Update:
Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dan anak jalanan (Anjal) di Kota Surabaya tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka ternyata memiliki bakat dan kemampuan seni luar biasa yang mungkin bahkan melebihi anak-anak sebaya yang jauh lebih beruntung kehidupannya.
Surabaya,beritalima.com-Bakat dan kemampuan istimewa ABK dan Anjal dalam menghasilkan karya seni tersebut bisa dilihat pada pameran lukisan anak berkebutuhan khusus UPTD Kalijudan dan anak jalanan UPTD Kampung Anak Negeri di Gedung Balai Budaya Surabaya, Jumat (13/12) malam. Orang yang tidak tahu mungkin tidak menyangka bahwa beberapa lukisan yang dipamerkan seperti lukisan walikota Surabaya, Jembatan Suramadu, Taman Pelangi, bunga, topeng, dan juga lukisan Jenderal Soedirman tersebut adalah karya ABK dan Anjal. Maklum, lukisan-lukisan tersebut memang luar biasa bagus dengan tema orisinil, paduan warna unik serta pesan sunyi yang terselip dalam lukisan tersebut.
Walikota Surabaya, Ir Tri Rismaharini MT ketika membuka pameran lukisan tersebut tidak henti memberikan motivasi dan pujian bagi anak-anak hebat itu. Padahal, awalnya, walikota bersama Dinas Sosial selaku leading sector,s empat kebingungan dengan masa depan anak-anak tersebut. Sebab, awalnya mereka adalah anak-anak yang nakal dan semaunya sendiri. Namun, kini, mereka sudah jadi anak-anak yang sopan, manis. Bahkan, setelah dikenalkan dengan seni lukis, mereka sangat senang dan termotivasi.
"Mereka juga memiliki komitmen untuk berhasil. Ada yang sudah meraih penghargaan dan ikut lomba ke luar negeri. Dan mereka tetap menjadi anak yang manis dan sopan. Saya sungguh bangga anak-anak menghasilkan karya yang luar biasa," tegas Walikota Risma.
Bahkan, Walikota Risma menyebut beberapa anak ABK dan Anjal tersebut kini sudah bisa memiliki tabungan sendiri. Saldo tabungan mereka terisi setelah bisa menjual lukisan. Salah satunya Neneng yang baru saja memamerkan karya lukisannya di Kemang, Jakarta.
"Karya anak-anak ini luar biasa dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Inilah kekuasaan Tuhan. Setiap orang diberi kelebihan dan kekurangan. Mudah-mudahan, melalui karya-karyanya, anak-anak ini bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak lainnya di Surabaya untuk terus majud an berkarya," ujar walikota.
Sebelumnya, anak-anak dengan bakat hebat ini sudah bisa menjual 3 lukisan. Malahan, Walikota Risma menyebut dirinya mendapatkan pesanan 100 lukisan anak-anak ini dari salah satu konglomerat di Indonesia. "Konglomerat ini bilang ke saya mau pesan 100 lukisan, tetapi kita tentu tidak bisa memaksa mereka," sambung walikota.
Kabag Humas Pemkot Surabaya, Muhamad Fikser yang ikut mendampingi walikota mengaku terkesan dengan lukisan yang dipamerkan tersebut. "Lukisannya bagus dan ada pesan yang tersirat. Saya terkesan dan juga terharu," ungkapnya.
Selama meninjau pameran lukisan, walikota Risma terlihat akrab dan hafal satu per satu nama-nama anak-anak berkebutuhan khusus dan anak jalanan tersebut. Diantaranya Rizki, Babil, Neneng. Wajah mereka tampak ceria dan sesekali memeluk walikota.
Sementara Asri Nugroho yang ikut membimbing anak-anak tersebut dalam melukis, meyakin bahwa kelak, ada dari mereka yang akan tampil sebagai pelukis profesional. "Mudah-mudahan sampai pada tingkatan profesional. Potensi mereka kalau dikembangkan akan luar biasa, mudah-mudahan," ujar Asri.(sh86
http://www.beritalima.com/2013/12/10...husus-dan.html
Surabaya,beritalima.com-Bakat dan kemampuan istimewa ABK dan Anjal dalam menghasilkan karya seni tersebut bisa dilihat pada pameran lukisan anak berkebutuhan khusus UPTD Kalijudan dan anak jalanan UPTD Kampung Anak Negeri di Gedung Balai Budaya Surabaya, Jumat (13/12) malam. Orang yang tidak tahu mungkin tidak menyangka bahwa beberapa lukisan yang dipamerkan seperti lukisan walikota Surabaya, Jembatan Suramadu, Taman Pelangi, bunga, topeng, dan juga lukisan Jenderal Soedirman tersebut adalah karya ABK dan Anjal. Maklum, lukisan-lukisan tersebut memang luar biasa bagus dengan tema orisinil, paduan warna unik serta pesan sunyi yang terselip dalam lukisan tersebut.
Walikota Surabaya, Ir Tri Rismaharini MT ketika membuka pameran lukisan tersebut tidak henti memberikan motivasi dan pujian bagi anak-anak hebat itu. Padahal, awalnya, walikota bersama Dinas Sosial selaku leading sector,s empat kebingungan dengan masa depan anak-anak tersebut. Sebab, awalnya mereka adalah anak-anak yang nakal dan semaunya sendiri. Namun, kini, mereka sudah jadi anak-anak yang sopan, manis. Bahkan, setelah dikenalkan dengan seni lukis, mereka sangat senang dan termotivasi.
"Mereka juga memiliki komitmen untuk berhasil. Ada yang sudah meraih penghargaan dan ikut lomba ke luar negeri. Dan mereka tetap menjadi anak yang manis dan sopan. Saya sungguh bangga anak-anak menghasilkan karya yang luar biasa," tegas Walikota Risma.
Bahkan, Walikota Risma menyebut beberapa anak ABK dan Anjal tersebut kini sudah bisa memiliki tabungan sendiri. Saldo tabungan mereka terisi setelah bisa menjual lukisan. Salah satunya Neneng yang baru saja memamerkan karya lukisannya di Kemang, Jakarta.
"Karya anak-anak ini luar biasa dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Inilah kekuasaan Tuhan. Setiap orang diberi kelebihan dan kekurangan. Mudah-mudahan, melalui karya-karyanya, anak-anak ini bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak lainnya di Surabaya untuk terus majud an berkarya," ujar walikota.
Sebelumnya, anak-anak dengan bakat hebat ini sudah bisa menjual 3 lukisan. Malahan, Walikota Risma menyebut dirinya mendapatkan pesanan 100 lukisan anak-anak ini dari salah satu konglomerat di Indonesia. "Konglomerat ini bilang ke saya mau pesan 100 lukisan, tetapi kita tentu tidak bisa memaksa mereka," sambung walikota.
Kabag Humas Pemkot Surabaya, Muhamad Fikser yang ikut mendampingi walikota mengaku terkesan dengan lukisan yang dipamerkan tersebut. "Lukisannya bagus dan ada pesan yang tersirat. Saya terkesan dan juga terharu," ungkapnya.
Selama meninjau pameran lukisan, walikota Risma terlihat akrab dan hafal satu per satu nama-nama anak-anak berkebutuhan khusus dan anak jalanan tersebut. Diantaranya Rizki, Babil, Neneng. Wajah mereka tampak ceria dan sesekali memeluk walikota.
Sementara Asri Nugroho yang ikut membimbing anak-anak tersebut dalam melukis, meyakin bahwa kelak, ada dari mereka yang akan tampil sebagai pelukis profesional. "Mudah-mudahan sampai pada tingkatan profesional. Potensi mereka kalau dikembangkan akan luar biasa, mudah-mudahan," ujar Asri.(sh86
http://www.beritalima.com/2013/12/10...husus-dan.html



Spoiler for Update:
Di balik kekurangan, pasti ada kelebihan. Itulah keadilan Tuhan pada umatnya. Tadi malam (13/12), saya menghadiri pameran lukisan karya anak-anak yang memiliki hambatan mental (tuna grahita) dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, di Balai Pemuda, Surabaya.
Acara dibuka oleh Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, dan dihadiri oleh puluhan anak-anak penyandang tuna grahita. Suasana pameran, yang biasanya terkesan formal, malam itu sungguh bernuansa kekeluargaan. Saat anak-anak melihat Ibu Risma, panggilan akrab wallikota Surabaya, mereka berebut memeluknya sambil berteriak, “Ibu Risma, Ibu Risma, minta donat… aku minta kue”. Bu Risma merangkul dan memeluk mereka secara bergantian.
Keakraban itu terjalin karena anak-anak tuna grahita dan anak jalanan yang malam itu menggelar pameran lukisan adalah binaan Pemerintah Kota Surabaya. Sebagian besar dari mereka ditemukan oleh Satpol PP Kota Surabaya di jalanan lampu merah, atau stasiun-stasiun bis dan kereta. Beberapa dari mereka lahir tidak dikehendaki oleh orang tuanya sehingga dibuang di jalan karena enggan menanggung malu.
Ibu Risma dan Pemkot Surabaya lalu merawat mereka, mengambil mereka dari jalanan, menyediakan pondok sosial Kalijudan, lalu membina kehidupannya. Awalnya, kata Ibu Risma dalam sambutan malam itu, anak-anak itu sangat nakal dan susah diatur. Mereka lalu diberi bimbingan oleh para pengasuh, psikolog, dokter, maupun seniman yang peduli.
Setelah beberapa tahun dibina, lihatlah kondisi mereka sekarang.
Di balik kekurangannya, mereka ternyata punya kelebihan yang luar biasa. Mereka mampu menghasilkan karya-karya lukis yang sungguh ekspresif dan natural, tak kalah dari anak-anak lain seusianya. Saat melihat karya lukis anak-anak itu, nampak ekspresi kanvas yang menggambarkan sebuah pengalaman atau kerinduan pada berbagai hal.
Neneng misalnya, melukis figur perempuan misterius, yang mencerminkan kerinduan pada sosok Ibu yang tak pernah diketahui bentuk rupanya. Neneng ditemukan oleh Satpol PP saat sedang mengamen di perempatan jalan Dupak pada tahun 2008. Setelah dilatih dan dibina, ia mulai dapat mengekspresikan perasaannya, kerinduan pada wajah Ibu, pada kanvas lukis.
Ada lagi yang menggambar impian, cita-cita, keinginan jadi dokter, tentara, bahkan pengalaman masa lalu mengamen di jalan raya dan stasiun kereta. Ada seorang anak bernama Omay, yang sangat ekspresif dan lincah berlari dan menari ke sana ke mari. Omay ditemukan juga sedang mengamen di jalanan pada tahun 2010. Karya dari Muslimah, yang oleh kawan-kawannya dipanggil So’imah juga mengesankan. Ia mampu mengekspresikan perasaannya pada kanvas secara detil. Pengalaman rasa, pemandangan, suasana hati, tergambar jelas dari lukisan So’imah
http://junantoherdiawan.com/author/admin/
Acara dibuka oleh Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, dan dihadiri oleh puluhan anak-anak penyandang tuna grahita. Suasana pameran, yang biasanya terkesan formal, malam itu sungguh bernuansa kekeluargaan. Saat anak-anak melihat Ibu Risma, panggilan akrab wallikota Surabaya, mereka berebut memeluknya sambil berteriak, “Ibu Risma, Ibu Risma, minta donat… aku minta kue”. Bu Risma merangkul dan memeluk mereka secara bergantian.
Keakraban itu terjalin karena anak-anak tuna grahita dan anak jalanan yang malam itu menggelar pameran lukisan adalah binaan Pemerintah Kota Surabaya. Sebagian besar dari mereka ditemukan oleh Satpol PP Kota Surabaya di jalanan lampu merah, atau stasiun-stasiun bis dan kereta. Beberapa dari mereka lahir tidak dikehendaki oleh orang tuanya sehingga dibuang di jalan karena enggan menanggung malu.
Ibu Risma dan Pemkot Surabaya lalu merawat mereka, mengambil mereka dari jalanan, menyediakan pondok sosial Kalijudan, lalu membina kehidupannya. Awalnya, kata Ibu Risma dalam sambutan malam itu, anak-anak itu sangat nakal dan susah diatur. Mereka lalu diberi bimbingan oleh para pengasuh, psikolog, dokter, maupun seniman yang peduli.
Setelah beberapa tahun dibina, lihatlah kondisi mereka sekarang.
Di balik kekurangannya, mereka ternyata punya kelebihan yang luar biasa. Mereka mampu menghasilkan karya-karya lukis yang sungguh ekspresif dan natural, tak kalah dari anak-anak lain seusianya. Saat melihat karya lukis anak-anak itu, nampak ekspresi kanvas yang menggambarkan sebuah pengalaman atau kerinduan pada berbagai hal.
Neneng misalnya, melukis figur perempuan misterius, yang mencerminkan kerinduan pada sosok Ibu yang tak pernah diketahui bentuk rupanya. Neneng ditemukan oleh Satpol PP saat sedang mengamen di perempatan jalan Dupak pada tahun 2008. Setelah dilatih dan dibina, ia mulai dapat mengekspresikan perasaannya, kerinduan pada wajah Ibu, pada kanvas lukis.
Ada lagi yang menggambar impian, cita-cita, keinginan jadi dokter, tentara, bahkan pengalaman masa lalu mengamen di jalan raya dan stasiun kereta. Ada seorang anak bernama Omay, yang sangat ekspresif dan lincah berlari dan menari ke sana ke mari. Omay ditemukan juga sedang mengamen di jalanan pada tahun 2010. Karya dari Muslimah, yang oleh kawan-kawannya dipanggil So’imah juga mengesankan. Ia mampu mengekspresikan perasaannya pada kanvas secara detil. Pengalaman rasa, pemandangan, suasana hati, tergambar jelas dari lukisan So’imah
http://junantoherdiawan.com/author/admin/

Ternyata Beliau dari kecil emang suka Seni gan.. khususnya Seni Lukis..
Spoiler for Update Lagi:
TRI RISMAHARINI, demikian nama walikota perempuan pertama di Kota Surabaya. Masa jabatan ini pertama kali dijabatnya untuk masa bakti 2010-2015 terhitung sejak 28 September 2010.
Risma – begitu mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya ini akrab disapa – berpasangan dengan mantan Walikota Surabaya sebelumnya, Bambang Dwi Hartono yang kini menduduki posisi wakil walikota Surabaya.
Kendati wakilnya adalah mantan atasannya, Risma tidak merasa canggung. Perempuan berjilbab ini tampil sangat percaya diri. Justru, yang terasa dan terlihat adalah Bambang DH yang serba salah dan ewuh pakewuh. Untungnya Bambang DH sebagai wakil, mampu menempatkan diri.
Ternyata, kebersamaan dan saling pengertian di antara dua petinggi Kota Surabaya ini, berhasil menaikkan nama besar Kota Pahlawan secara nasional, maupun mancanegara. Surabaya sudah menjadi “guru” bagi berbagai kota di Indonesia dan beberapa kota di luar negeri. Surabaya dijadikan sebagai kota untuk studibanding. Apalagi, keberhasilan Surabaya menjadi yang layak menjadi panutan sudah terbukti dengan banyaknya penghargaan yang diterima.
Selain prestasi di bidang kebersihan dan suasana nyaman, juga keberhasilan secara pribadi dan berkelompok warga kotanya. Penghargaan untuk kota yang diterima, di antaranya sebagai juara yang mampu mengalahkan kota-kota lain. Piala Adipura, salah satu kebanggaan kota untuk rakyatnya. Surabaya yang sudah menjadi langganan Adipura ini sejak pertama kali Pemerintah Pusat menganugerahkan penghargaan ini di tahun 1980-an. Termasuk peraih terbanyak dan tertinggi yang disebut Adipura Kencana.
Tri Rismaharini adalah salah satu pemain utama dalam perebutan predikat Kota Terbersih untuk tingkat nasional kategori Kota Metropolitan atau Kota Raya. Karena Risma adalah pemutus kebijakan di bidang kebersihan, saat dia menduduki jabatan Kepala DKP Kota Surabaya, kemudian berlanjut sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, sebelum berhasil meraih suara terbanyak untuk menduduki jabatan walikota Surabaya.
Tidak hanya Adipura Kencana yang diboyong Surabaya, tetapi juga lima piala Adiwiyata untuk sekolah yang cinta lingkungan. Bahkan satu sekolah meraih Adiwiyata Mandiri. Bukan hanya itu, piala Kalpataru juga diboyong ke Surabaya.
Memang, Surabaya sangat layak mendapat julukan “Kota Sejuta Taman”. Betapa tidak, sebab tak sejengkal tanah kosong pun di dalam kota Surabaya ini yang tersisa. Semua menjadi taman, sehingga kondisi ini menjadikan Surabaya sebagai kota dengan taman kota terbaik di Indonesia.
“Tahun depan, tantangan Surabaya lebih berat lagi. Sebab, Jakarta dan Palembang marah karena posisinya kita rebut. Kita harus bisa memertahankannya bersama-sama. Saya yakin, dengan dukungan DPRD Surabaya dan seluruh masyarakat, kita dapat meraih Adipura kembali,” ujar Risma kepada Radjawarta.
Risma mengungkapkan, yang menjadi penilaian tertinggi bagi Surabaya dalah kenyataan yang ada di jalan, penghijauan, sekolah dan perkantoran. Namun, nilai Surabaya sempat rendah di kondisi pasar dan saluran. Alhamdulillah, ujar perempuan perkasa kelahiran Kediri ini, pada detik-detik terakhir penilaian, dengan digelarnya Festival Pasar, mampu mengangkat nilai Kota Surabaya.
Untuk evaluasi ke depan, wali kota mengajak seluruh elemen dan masyarakat yang ada untuk lebih menggiatkan fasilitas umum karena penilaian Adipura itu menyeluruh ke kondisi kota. Artinya, kegiatan menyangkut kebersihan dan keindahakan kota ini tidak hanya fokus di pusat kota saja. Perhatian yang lebih besar ke fasilitas umum, toilet umum, terminal, stadion, sekolah, rumah sakit dan saluran, serta pinggiran kota.
Tanpa Tanda Jabatan
Mungkin tidak banyak yang memperhatikan kebiasaan Tri Rismaharini sebagai seorang walikota atau pejabat negara. Saat dia bersama Bambang DH dilantik menjadi walikota-wakil walikota Surabaya oleh Gubernur Jawa Timur, H.Soekarwo, bukti nyata yang terlihat dipasang adalah “tanda jabatan”. Lambang negara berupa burung garuda itu yang disematkan di dada sebelah kanan itu adalah bukti yang memakainya mempunyai kewenangan memutuskan kebijakakan yang mengikat.
Kendati “tanda jabatan” itu adalah simbul “kekuasaan” yang diamanahkan rakyat, bagi Risma itu tidak mutlak. Sejak menjabat sebagai walikota Surabaya, boleh dihitung dengan jari, tanda jabatan itu terpasang di dada kanan Risma. Selain saat dilantik, ada beberapa kali dalam acara tertentu.
Yang sangat lucu, adalah ketika Risma memasuki istana negara di Jakarta. Saat itu, semua pejabat negara dan daerah yang datang ke sana tidak ada yang tidak mengenakan tanda jabatan. Tetapi Risma, mengabaikan tanda jabatan itu. Dengan langkah mantap Risma menapaki tangga istana Presiden Republik Indonesia, tentunya melewati koridor khusus menuju tempat yang ditentukan.
Mengapa? Langkah Risma “tertahan” oleh “bentakan” suara Paspampres (Pasukan Pengaman Presiden). “Bu, bu, jalan lewat sana bu”, ujar pria tegap berbaju safari warna gelap itu.
“Saya diundang ke sini Pak, tadi diarahkan lewat sini Pak”, jawab Risma. “Jalan ini khusus untuk gubernur, walikota dan bupati yang menerima penghargaan”, jawab petugas itu.
Risma hanya diam. Isteri Ir Djoko Saptoadji ini tidak menyadari, kalau petugas Paspampres itu berpatokan kepada “tanda jabatan”. Memang, saat itu Risma mengenakan busana batik dan jilbab warna coklat yang serasi dengan sandang yang dikenakannya.
Rupanya adegan singkat itu diketahui oleh seseorang yang mengenal Risma. “Ooo, itu walikota Surabaya,” bisik hatinya. Sertamerta dia mendekati petugas yang mencegat langkah Risma dan mengatakan: “Oo, silakan ibu, masuk lewat sini. Ini walikota Surabaya”, ujar pria itu kepada temannya.
Risma ternyata tidak menyadari mengapa dia dihadang tidak boleh masuk lewat koridor itu. Beberapa saat kemudian, Risma baru sadar, bahwa kebiasaannya tidak mengenakan “tanda jabatan” itulah yang sempat menghambat langkahnya.
Pernahkan anda memperhatikan kebiasaan Ibu Tri Rismaharini itu? Nah, silakan diamati pada keseharian Risma yang menyandang jabatan walikota Surabaya ini.
“Jabatan ini amanah. Jabatan ini karunia dari Allah SWT,” ujar Risma. Nah, mungkin karena menyadari jabatan yang dipangkunya itu, dia tidak perlu menonjolkan lagi dengan “tanda jabatan” berupa logam mulia berwarna keemasan itu. Jabatan, bagi Risma bukan terletak pada “tanda jabatan”. Justru dari sikap kepemimpinan yang layak dijadikan panutan.
Maaf, ini saya buka “rahasia” yang mungkin tidak banyak orang tahu. Saya juga mendapat informasi ini dari bisik-bisik tetangga. Ternyata, Risma adalah penganut azas kesederhanaan dan apa adanya. Konon Risma menjadi pengagum mantan Wakil Presiden RI, HM Jusuf Kalla, yang juga hampir tak pernah mengenakan “tanda jabatan” selama menjadi wakil presiden.
Bagaimana pribadi Tri Rismaharini itu sesungguhnya? Wanita yang memulai pendidikan dasar di Kediri ini, setelah lulus SDN di kota tahu itu hijrah ke Surabaya. Risma meneruskan pendidikannya ke SMPN X Surabaya dan kea SMAN V Surabaya. Sebagai warga kota Surabaya Risma menyelesaikan studi S-1 jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Kemudian di almamater yang sama Risma meraih S-2 Manajemen Pembangunan Kota. Sehingga dengan demikian walikota perempuan pertama di Surabaya ini lengkap ditulis Ir.Tri Rismaharini,MT.
Sebagai seorang perempuan yang mengikuti pendidikan di sekolah tukang, sebagamana biasa diucapkan Mandra dengan Rano Karno, yaitu “sekolah insinyur” dalam adegan “Anak Sekolahan”, mungkin layak pula dikaji. Betapa tidak, khususnya “keras hati” seperti kaum pria umumnya.
Walaupun ada cap, “kerasnya hati Risma seperti lelaki”, Risma mengaku, dia tetap sebagai ibu rumah tangga yang baik di lingkungan keluarganya. Dia tetap harus mengurusi suami dan dua anaknya. Tak ada sekat yang dimunculkan saat dirinya berada di kediaman aslinya di Perumahan Wiyung Indah, agar tetap bisa berinteraksi dengan para tetangganya.
Risma menyatakan, dia juga mengajarkan kepada anaknya untuk tetap berusaha dan menerima dalam segala hal. Kepada anaknya diingatkan, jangan sombong karena ibunya seorang wali kota. Menurut Risma, pengajaran ini pun diterapkan dan dihayati oleh anak-anaknya. sade
http://www.radjawarta.com/profile
Risma – begitu mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya ini akrab disapa – berpasangan dengan mantan Walikota Surabaya sebelumnya, Bambang Dwi Hartono yang kini menduduki posisi wakil walikota Surabaya.
Kendati wakilnya adalah mantan atasannya, Risma tidak merasa canggung. Perempuan berjilbab ini tampil sangat percaya diri. Justru, yang terasa dan terlihat adalah Bambang DH yang serba salah dan ewuh pakewuh. Untungnya Bambang DH sebagai wakil, mampu menempatkan diri.
Ternyata, kebersamaan dan saling pengertian di antara dua petinggi Kota Surabaya ini, berhasil menaikkan nama besar Kota Pahlawan secara nasional, maupun mancanegara. Surabaya sudah menjadi “guru” bagi berbagai kota di Indonesia dan beberapa kota di luar negeri. Surabaya dijadikan sebagai kota untuk studibanding. Apalagi, keberhasilan Surabaya menjadi yang layak menjadi panutan sudah terbukti dengan banyaknya penghargaan yang diterima.
Selain prestasi di bidang kebersihan dan suasana nyaman, juga keberhasilan secara pribadi dan berkelompok warga kotanya. Penghargaan untuk kota yang diterima, di antaranya sebagai juara yang mampu mengalahkan kota-kota lain. Piala Adipura, salah satu kebanggaan kota untuk rakyatnya. Surabaya yang sudah menjadi langganan Adipura ini sejak pertama kali Pemerintah Pusat menganugerahkan penghargaan ini di tahun 1980-an. Termasuk peraih terbanyak dan tertinggi yang disebut Adipura Kencana.
Tri Rismaharini adalah salah satu pemain utama dalam perebutan predikat Kota Terbersih untuk tingkat nasional kategori Kota Metropolitan atau Kota Raya. Karena Risma adalah pemutus kebijakan di bidang kebersihan, saat dia menduduki jabatan Kepala DKP Kota Surabaya, kemudian berlanjut sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, sebelum berhasil meraih suara terbanyak untuk menduduki jabatan walikota Surabaya.
Tidak hanya Adipura Kencana yang diboyong Surabaya, tetapi juga lima piala Adiwiyata untuk sekolah yang cinta lingkungan. Bahkan satu sekolah meraih Adiwiyata Mandiri. Bukan hanya itu, piala Kalpataru juga diboyong ke Surabaya.
Memang, Surabaya sangat layak mendapat julukan “Kota Sejuta Taman”. Betapa tidak, sebab tak sejengkal tanah kosong pun di dalam kota Surabaya ini yang tersisa. Semua menjadi taman, sehingga kondisi ini menjadikan Surabaya sebagai kota dengan taman kota terbaik di Indonesia.
“Tahun depan, tantangan Surabaya lebih berat lagi. Sebab, Jakarta dan Palembang marah karena posisinya kita rebut. Kita harus bisa memertahankannya bersama-sama. Saya yakin, dengan dukungan DPRD Surabaya dan seluruh masyarakat, kita dapat meraih Adipura kembali,” ujar Risma kepada Radjawarta.
Risma mengungkapkan, yang menjadi penilaian tertinggi bagi Surabaya dalah kenyataan yang ada di jalan, penghijauan, sekolah dan perkantoran. Namun, nilai Surabaya sempat rendah di kondisi pasar dan saluran. Alhamdulillah, ujar perempuan perkasa kelahiran Kediri ini, pada detik-detik terakhir penilaian, dengan digelarnya Festival Pasar, mampu mengangkat nilai Kota Surabaya.
Untuk evaluasi ke depan, wali kota mengajak seluruh elemen dan masyarakat yang ada untuk lebih menggiatkan fasilitas umum karena penilaian Adipura itu menyeluruh ke kondisi kota. Artinya, kegiatan menyangkut kebersihan dan keindahakan kota ini tidak hanya fokus di pusat kota saja. Perhatian yang lebih besar ke fasilitas umum, toilet umum, terminal, stadion, sekolah, rumah sakit dan saluran, serta pinggiran kota.
Tanpa Tanda Jabatan
Mungkin tidak banyak yang memperhatikan kebiasaan Tri Rismaharini sebagai seorang walikota atau pejabat negara. Saat dia bersama Bambang DH dilantik menjadi walikota-wakil walikota Surabaya oleh Gubernur Jawa Timur, H.Soekarwo, bukti nyata yang terlihat dipasang adalah “tanda jabatan”. Lambang negara berupa burung garuda itu yang disematkan di dada sebelah kanan itu adalah bukti yang memakainya mempunyai kewenangan memutuskan kebijakakan yang mengikat.
Kendati “tanda jabatan” itu adalah simbul “kekuasaan” yang diamanahkan rakyat, bagi Risma itu tidak mutlak. Sejak menjabat sebagai walikota Surabaya, boleh dihitung dengan jari, tanda jabatan itu terpasang di dada kanan Risma. Selain saat dilantik, ada beberapa kali dalam acara tertentu.
Yang sangat lucu, adalah ketika Risma memasuki istana negara di Jakarta. Saat itu, semua pejabat negara dan daerah yang datang ke sana tidak ada yang tidak mengenakan tanda jabatan. Tetapi Risma, mengabaikan tanda jabatan itu. Dengan langkah mantap Risma menapaki tangga istana Presiden Republik Indonesia, tentunya melewati koridor khusus menuju tempat yang ditentukan.
Mengapa? Langkah Risma “tertahan” oleh “bentakan” suara Paspampres (Pasukan Pengaman Presiden). “Bu, bu, jalan lewat sana bu”, ujar pria tegap berbaju safari warna gelap itu.
“Saya diundang ke sini Pak, tadi diarahkan lewat sini Pak”, jawab Risma. “Jalan ini khusus untuk gubernur, walikota dan bupati yang menerima penghargaan”, jawab petugas itu.
Risma hanya diam. Isteri Ir Djoko Saptoadji ini tidak menyadari, kalau petugas Paspampres itu berpatokan kepada “tanda jabatan”. Memang, saat itu Risma mengenakan busana batik dan jilbab warna coklat yang serasi dengan sandang yang dikenakannya.
Rupanya adegan singkat itu diketahui oleh seseorang yang mengenal Risma. “Ooo, itu walikota Surabaya,” bisik hatinya. Sertamerta dia mendekati petugas yang mencegat langkah Risma dan mengatakan: “Oo, silakan ibu, masuk lewat sini. Ini walikota Surabaya”, ujar pria itu kepada temannya.
Risma ternyata tidak menyadari mengapa dia dihadang tidak boleh masuk lewat koridor itu. Beberapa saat kemudian, Risma baru sadar, bahwa kebiasaannya tidak mengenakan “tanda jabatan” itulah yang sempat menghambat langkahnya.
Pernahkan anda memperhatikan kebiasaan Ibu Tri Rismaharini itu? Nah, silakan diamati pada keseharian Risma yang menyandang jabatan walikota Surabaya ini.
“Jabatan ini amanah. Jabatan ini karunia dari Allah SWT,” ujar Risma. Nah, mungkin karena menyadari jabatan yang dipangkunya itu, dia tidak perlu menonjolkan lagi dengan “tanda jabatan” berupa logam mulia berwarna keemasan itu. Jabatan, bagi Risma bukan terletak pada “tanda jabatan”. Justru dari sikap kepemimpinan yang layak dijadikan panutan.
Maaf, ini saya buka “rahasia” yang mungkin tidak banyak orang tahu. Saya juga mendapat informasi ini dari bisik-bisik tetangga. Ternyata, Risma adalah penganut azas kesederhanaan dan apa adanya. Konon Risma menjadi pengagum mantan Wakil Presiden RI, HM Jusuf Kalla, yang juga hampir tak pernah mengenakan “tanda jabatan” selama menjadi wakil presiden.
Bagaimana pribadi Tri Rismaharini itu sesungguhnya? Wanita yang memulai pendidikan dasar di Kediri ini, setelah lulus SDN di kota tahu itu hijrah ke Surabaya. Risma meneruskan pendidikannya ke SMPN X Surabaya dan kea SMAN V Surabaya. Sebagai warga kota Surabaya Risma menyelesaikan studi S-1 jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Kemudian di almamater yang sama Risma meraih S-2 Manajemen Pembangunan Kota. Sehingga dengan demikian walikota perempuan pertama di Surabaya ini lengkap ditulis Ir.Tri Rismaharini,MT.
Sebagai seorang perempuan yang mengikuti pendidikan di sekolah tukang, sebagamana biasa diucapkan Mandra dengan Rano Karno, yaitu “sekolah insinyur” dalam adegan “Anak Sekolahan”, mungkin layak pula dikaji. Betapa tidak, khususnya “keras hati” seperti kaum pria umumnya.
Walaupun ada cap, “kerasnya hati Risma seperti lelaki”, Risma mengaku, dia tetap sebagai ibu rumah tangga yang baik di lingkungan keluarganya. Dia tetap harus mengurusi suami dan dua anaknya. Tak ada sekat yang dimunculkan saat dirinya berada di kediaman aslinya di Perumahan Wiyung Indah, agar tetap bisa berinteraksi dengan para tetangganya.
Risma menyatakan, dia juga mengajarkan kepada anaknya untuk tetap berusaha dan menerima dalam segala hal. Kepada anaknya diingatkan, jangan sombong karena ibunya seorang wali kota. Menurut Risma, pengajaran ini pun diterapkan dan dihayati oleh anak-anaknya. sade
http://www.radjawarta.com/profile
Sedikit profil dan prestasi langsung ke Sumber aja gan : http://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Rismaharini
Thanks Gan yg Udah Mampir ..

Diubah oleh KhancUdz 26-12-2013 19:22


tien212700 memberi reputasi
1
8.5K
Kutip
30
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan