Kaskus

News

jajang100Avatar border
TS
jajang100
Kaleidoskop 2013: Dari Senayan ke Penjara
VIVAnews – Komisi Pemberantasan Korupsi belum lama ini menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai institusi paling korup di negeri ini selain Kepolisian. Dari tahun ke tahun, jumlah anggota DPR yang masuk penjara gara-gara kasus korupsi tak juga berkurang.

DPR sampai menggandeng KPK untuk membuat peta rawan korupsi di lembaganya. “Tugas utama DPR adalah legislasi, pengawasan, dan penyusunan anggaran. Dalam tugas itu, ada diskresi dan kewenangan yang dimiliki DPR, dan beberapa kewenangan itu rawan tindak pidana korupsi,” kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung ketika menyambangi kantor KPK.

Titik-titik rawan korupsi di DPR misalnya terjadi ketika anggota Dewan merancang undang-undang terkait anggaran. Untuk itu pimpinan DPR meminta KPK tak segan menyelidiki dan memeriksa para anggotanya yang terindikasi korupsi.

Korupsi terjadi tak pandang bulu. Asal sudah duduk di kursi empuk Senayan, anggota DPR yang tidak hati-hati bisa langsung terjerat korupsi, dari partai manapun dia berasal. Terbukti, sejumlah anggota DPR yang terjerat kasus korupsi berasal dari partai yang berbeda.

Sebut saja Wa Ode Nurhayati dari Partai Amanat Nasional, Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh dari Demokrat, Luthfi Hasan Ishaaq dari Partai Keadilan Sejahtera, Zulkarnaen Djabar dan Chairun Nisa dari Golkar, serta Emir Moeis dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Berikut anggota DPR yang terjerat korupsi dan dijatuhi hukuman sepanjang tahun 2013:

Muhammad Nazaruddin
Kaleidoskop 2013: Dari Senayan ke Penjara

Kasus mantan anggota Komisi III DPR dan eks Bendahara Umum Partai Demokrat ini sesungguhnya dimulai pada tahun 2011, diwarnai dengan drama pelarian dirinya ke Singapura hingga Kolombia. Namun proses hukumnya sangat panjang, hingga pada 23 Januari 2013 Mahkamah Agung memperberat vonis Nazaruddin menjadi 7 tahun dari yang sebelumnya 4 tahun 10 bulan penjara.

Nazaruddin terlibat dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabiring, Palembang Sumatera Selatan. Satu kasus menyeret ke kasus lainnya. Satu nama menyeret nama lainnya. Dari Nazaruddin lah nama Angelina Sondakh muncul. Dalam persidangannya, Nazaruddin menyebut Angelina menerima uang Rp2 miliar.


Angelina Sondakh
Kaleidoskop 2013: Dari Senayan ke Penjara

Mantan anggota Komisi X dan Badan Anggaran DPR ini pingsan usai menjalani pemeriksaan di KPK, 6 Desember 2013. Ia tertekan dengan keputusan Mahkamah Agung yang menghukumnya 12 tahun penjara, 18 November 2013. Masa kurungan itu meningkat drastis dari vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, 10 Januari 2013.

Mantan Putri Indonesia yang akrab disapa Angie itu terlibat kasus suap pembangunan Wisma Atlet di Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta suap pembahasan anggaran di Kemenpora dan Kementerian Pendidikan Nasional. Angie menyanggupi agar anggaran proyek-proyek perguruan tinggi di Kemendiknas dan proyek pengadaan sarana olahraga di Kemenpora dapat disesuaikan dengan permintaan Permai Grup milik Nazaruddin.

Angie terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerima hadiah dan janji. Padahal sebagai anggota DPR, ia adalah pejabat negara. Angie didakwa menerima total dana Rp33 miliar dari perusahaan Nazaruddin, Permai Grup.

November kemarin, MA tak hanya menghukum Angie 12 tahun penjara, tapi juga memerintahkan dia membayar uang pengganti nyaris Rp40 miliar. Bila tak mampu membayar, maka hukumannya diganti menjadi tambahan 5 tahun penjara. Putusan itu imbas dikabulkannya kasasi Jaksa KPK oleh MA.

Majelis Kasasi MA menilai Angie aktif meminta imbalan atau fee kepada Direktur Marketing Permai Grup, Mindo Rosalina Manulang, sebesar 7 persen dari nilai proyek perguruan tinggi di Kemendiknas, hingga akhirnya disepakati fee yang diberikan kepadanya sebesar 5 persen.

Mantan Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat itu juga aktif memprakarsai pertemuan dan perkenalan antara Mindo Rosalina dengan Sekretaris Dirjen Dikti Kemendiknas Haris Iskandar, dalam rangka menggiring anggaran proyek di Kemendiknas. Beberapa kali Angie memanggil pejabat Kemendiknas ke DPR untuk minta prioritas pemberian alokasi anggaran terhadap perguruan tinggi.


Luthfi Hasan Ishaaq
Kaleidoskop 2013: Dari Senayan ke Penjara

Mantan anggota Komisi I DPR dan eks Presiden PKS ini divonis 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dalam kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian, 9 Desember 2013. Luthfi terbukti secara sah melakukan korupsi dan pencucian uang.

Ia menerima uang Rp1,3 miliar melalui kawannya, Ahmad Fathanah, dari Direktur Utama PT Indonesiauna Utama, Maria Elizabeth Limah, yang mengajukan tambahan kuota impor daging sapi ke Kementan. Maria Elizabeth menjanjikan total Rp40 miliar apabila penambahan kuota impor perusahaannya disetujui Kementan.

Luthfi yang ditangkap KPK di kantor Dewan Pimpinan Pusat PKS di Jakarta, 30 Januari 2013, itu terbukti mentransfer, membayarkan, menempatkan, mengalihkan, atau menyembunyikan harta yang diduga berasal dari tindak pidana. Ia juga tidak melaporkan banyak harta yang diperoleh dari gratifikasi.

Meski vonis 18 tahun penjara tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yang menuntutnya 18 tahun penjara, Luthfi tak terima dan mengajukan banding.


Zulkarnaen Djabar
Kaleidoskop 2013: Dari Senayan ke Penjara

Mantan anggota Komisi VIII dan Badan Anggaran DPR ini divonis 15 tahun penjara karena menerima suap Rp4 miliar, terlibat dalam pembahasan anggaran proyek pengadaan Alquran di Kementerian Agama tahun 2011 senilai Rp20 miliar, dan terlibat pembahasan anggaran pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah di Direktorat Pendidikan Agama Islam Kemenag senilai Rp31 miliar.

Ia terbukti melakukan korupsi bersama anak kandungnya, Dendi Prasetya. Zulkarnaen selaku anggota DPR memberikan dukungan kepada Dendi dan Fahd El Fouz untuk mengikuti proses tender pengadaan kitab suci Alquran di Ditjen Bimas Islam Kemenag. Untuk proyek pengadaan Alquran ini, Kemenag akan mendapat anggaran Rp22 miliar dari Kementerian Keuangan.

Hakim menilai Zulkarnaen mecederai umat Islam karena mengkorupsi pengadaan Alquran. Anggota Komisi Agama DPR itu terbukti menggunakan jabatannya untuk mengintervensi pejabat Kemenag guna memenangkan perusahaan tertentu sebagai pelaksana proyek pengadaan Alquran dan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah.

Politisi Golkar itu lantas mengajukan banding, namun ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sehingga ia tetap dihukum 15 tahun penjara.


Chairun Nisa
Kaleidoskop 2013: Dari Senayan ke Penjara

Anggota Komisi II DPR ini ditangkap KPK bersama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan pengusaha Cornelis Nalau di rumah dinas Akil di Kompleks Widya Chandra III, Jakarta Selatan, Rabu malam 2 Oktober 2013. Chairun Nisa mengatakan hanya membantu Cornelis menyerahkan uang Rp3 miliar kepada Akil.

Chairun Nisa dan Akil diduga menerima suap dari Cornelis terkait pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menyita uang Rp3 miliar. Pada malam yang sama di tempat terpisah, Hotel Redtop Jakarta Pusat, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih juga ditangkap KPK.

Empat hari sebelum ditangkap KPK, Chairun Nisa dan Cornelis sudah sempat bertandang ke rumah dinas Akil. Tiga bulan sebelumnya, 9 Juli 2013, politisi Golkar itu juga tercatat mendatangi Akil Mochtar ke ruang kerjanya di Mahkamah Konstitusi sendirian.

Usai ditangkap, KPK menggeledah ruang kerja Chairun Nisa di DPR. Tim penyidik menyita tiga kardus barang bukti dari ruangannya.

Selepas menjadi tersangka dan ditahan di Rutan KPK, Chairun Nisa yang juga Bendahara Majelis Ulama Indonesia langsung dinonaktifkan jabatannya di MUI. Jabatan dia di partai selaku Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar pun dicopot.


Emir Moeis
Kaleidoskop 2013: Dari Senayan ke Penjara

Mantan Ketua Komisi XI DPR ini ditahan KPK di Rutan Guntur pada 11 Juli 2013 atas kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Tarahan, Lampung, tahun 2004. Rumah Emir Moeis di Kalibata, Jakarta Selatan, pun digeledah KPK.

Selanjutnya 28 November 2013, Emir didakwa menerima uang US$423.958 atau sekitar Rp5 miliar dari Alstom Power Incorporate, Amerika Serikat, dan Marubeni Incorporate, Jepang. Uang itu diberikan terkait kasus dugaan suap pembangunan PLTU di Tarahan.

Uang tersebut diberikan kepada Emir yang saat itu masih duduk di Komisi VII Bidang Energi melalui Piroos Muhammad Sarafi selaku Presiden Pacific Resources Incorporate. Emir disebut mengupayakan Alstom Power Incorporate sebagai pemenang tender PLTU Tarahan.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP itu kini terancam hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara. (umi)


SUMBER

Kita Tunggu 2014 Dalam Pemberantasan Korupsi
0
1.3K
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan