- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
PEROKOK WAJIB MASUK GANS..!!!


TS
cupid.cajole
PEROKOK WAJIB MASUK GANS..!!!
[img]
[/img]
[/img]

Spoiler for INTRO:
Ini tread adalah menurut pahaman manusia yang tidak berpikir sempit
Spoiler for langsung aja gan:
Sejak dahulu saya yakin, kalau sejatinya musuh anti-rokok bukanlah para perokok. Musuh anti-rokok yang waras dan para perokok etis adalah sistem yang dibuat oleh rejim pemerintah sehingga seolah keduanya saling bermusuhan. Atau di beberapa level: harus bermusuhan. Alasannya sederhana, keduanya sama-sama berhak atas cara hidup yang dipilihnya.
Sebab dari banyak segi, pertarungan horizontal semacam ini tidak strategis, tidak substansial, dan hanya berakhir pada destruksi psikis. Sebagian besar perdebatan antar kedua pihak ini hanya reaktif dan miskin solusi.
Salah satu contohnya adalah soal kemelut yang timbul dari langkah PT KAI. Sebagai pengelola fasilitas publik, PT KAI memang berhak untuk membersihkan wilayah usahanya dari asap rokok. Dengan syarat, ada satu area yang diperuntukkan oleh perokok.
Tapi yang terjadi adalah, tidak ada ruang khusus merokok di kereta api yang berjalan. Sehingga para perokok terpaksa melanggar aturan bebas asap rokok yang telah ditetapkan, dan berhadapan langsung dengan non-perokok, yang sebagiannya adalah anti-rokok. Padahal sederhana saja, jika di kereta api yang berjalan ada misalnya, gerbong khusus merokok, masalah ini akan selesai.
***[img]PEROKOK
[/img]
Pada titik pemikiran tersebut, saya menyangka kalau salah satu hal yang perlu dilakukan adalah terus memelihara kesalingpahaman. Kita telah belajar bahwa segala bentuk labelisasi satu pihak pada pihak lain secara sosial tidak menyelesaikan konflik. Malah membuat konflik menjadi makin hebat dan bengis.
Kasus-kasus berlatar agama yang terjadi belakangan telah mengkonfirmasi hal ini. Bagaimana FPI secara sepihak melabeli beberapa kelompok dengan kata ‘kafir’, berakhir dengan kekerasan dan perampasan hak warga negara. Sama sekali tidak mencerminkan makhluk yang dikaruniai akal untuk berpikir dan naluri kemanusiaan.
Hari ini, sebagian besar para perokok umumnya mengerti, lewat kajian-kajian medis yang membanjir di banyak media massa—tentu saja sebagian besar masih bisa diperdebatkan kevalidannya—bagaimana situasi psikologis non-perokok yang anti-rokok. Bagaimana para perokok harus menahan keinginan untuk merokok di sekitar ibu hamil dan atau menyusui, lansia, serta anak-anak.
Akan tetapi masih sangat sedikit kajian yang dilakukan dari titik sebaliknya. Dari sudut pandang perokok. Sehingga sangat muncul pertanyaan yang bunyinya kira-kira begini: “Kenapa sebagian orang begitu fanatik terhadap rokok?” atau “Kenapa susah sekali untuk berhenti merokok?” atau “Kenapa para perokok senang sekali melakukan hal yang sia-sia dan membakar uang?”
Satu dari sangat sedikit orang yang melakukan hal itu adalah Ernest Dichter. Pada tahun 1947, ia menerbitkan buku berjudul Psychology of Everyday Living. Meski tidak secara khusus membahas bagaimana situasi psikis para perokok, buku termasyhur di kalangan pakar psikologi ini cukup banyak membahas tentang para perokok.
Apalagi, jika kita memakai data dari Kementerian Kesehatan saja, jumlah perokok di Indonesia adalah sekitar 61 juta orang, atau hampir sepertiga dari total seluruh penduduk. Maka wajar, bahkan penting, kiranya apabila efek psikologis saat aktivitas merokok juga dikabarkan dalam rangka mencapai kesalingpahaman tersebut.
[img]Sebab dari banyak segi, pertarungan horizontal semacam ini tidak strategis, tidak substansial, dan hanya berakhir pada destruksi psikis. Sebagian besar perdebatan antar kedua pihak ini hanya reaktif dan miskin solusi.
Salah satu contohnya adalah soal kemelut yang timbul dari langkah PT KAI. Sebagai pengelola fasilitas publik, PT KAI memang berhak untuk membersihkan wilayah usahanya dari asap rokok. Dengan syarat, ada satu area yang diperuntukkan oleh perokok.
Tapi yang terjadi adalah, tidak ada ruang khusus merokok di kereta api yang berjalan. Sehingga para perokok terpaksa melanggar aturan bebas asap rokok yang telah ditetapkan, dan berhadapan langsung dengan non-perokok, yang sebagiannya adalah anti-rokok. Padahal sederhana saja, jika di kereta api yang berjalan ada misalnya, gerbong khusus merokok, masalah ini akan selesai.
***[img]PEROKOK

Pada titik pemikiran tersebut, saya menyangka kalau salah satu hal yang perlu dilakukan adalah terus memelihara kesalingpahaman. Kita telah belajar bahwa segala bentuk labelisasi satu pihak pada pihak lain secara sosial tidak menyelesaikan konflik. Malah membuat konflik menjadi makin hebat dan bengis.
Kasus-kasus berlatar agama yang terjadi belakangan telah mengkonfirmasi hal ini. Bagaimana FPI secara sepihak melabeli beberapa kelompok dengan kata ‘kafir’, berakhir dengan kekerasan dan perampasan hak warga negara. Sama sekali tidak mencerminkan makhluk yang dikaruniai akal untuk berpikir dan naluri kemanusiaan.
Hari ini, sebagian besar para perokok umumnya mengerti, lewat kajian-kajian medis yang membanjir di banyak media massa—tentu saja sebagian besar masih bisa diperdebatkan kevalidannya—bagaimana situasi psikologis non-perokok yang anti-rokok. Bagaimana para perokok harus menahan keinginan untuk merokok di sekitar ibu hamil dan atau menyusui, lansia, serta anak-anak.
Akan tetapi masih sangat sedikit kajian yang dilakukan dari titik sebaliknya. Dari sudut pandang perokok. Sehingga sangat muncul pertanyaan yang bunyinya kira-kira begini: “Kenapa sebagian orang begitu fanatik terhadap rokok?” atau “Kenapa susah sekali untuk berhenti merokok?” atau “Kenapa para perokok senang sekali melakukan hal yang sia-sia dan membakar uang?”
Satu dari sangat sedikit orang yang melakukan hal itu adalah Ernest Dichter. Pada tahun 1947, ia menerbitkan buku berjudul Psychology of Everyday Living. Meski tidak secara khusus membahas bagaimana situasi psikis para perokok, buku termasyhur di kalangan pakar psikologi ini cukup banyak membahas tentang para perokok.
Apalagi, jika kita memakai data dari Kementerian Kesehatan saja, jumlah perokok di Indonesia adalah sekitar 61 juta orang, atau hampir sepertiga dari total seluruh penduduk. Maka wajar, bahkan penting, kiranya apabila efek psikologis saat aktivitas merokok juga dikabarkan dalam rangka mencapai kesalingpahaman tersebut.

Spoiler for terimakasih:
jangan lupa ningalin cendolnya yaa gans
dan kolo agans kurang suka ane minta maaf yang penting jangan
ane

dan kolo agans kurang suka ane minta maaf yang penting jangan

0
2.9K
Kutip
51
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan