Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

skylizardAvatar border
TS
skylizard
[PELAJARAN SEKOLAH DI EROPA] Kisah Saijah-Adinda, legenda penderitaan rakyat Banten
Rabu, 18 Desember 2013 05:31


Saijah dan Adinda. ©buku max havelaar/penerbit djambatan


Merdeka.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dua kasus korupsi. Atut diduga menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilkada Lebak. Dia juga diduga korupsi pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.

KPK pun menegaskan tak akan berhenti di dua kasus ini. Abraham Samad berjanji akan membongkar semua kasus korupsi yang melibatkan dinasti Atut.

Korupsi pula yang memiskinkan Banten. Lihatlah betapa mencengangkan koleksi mobil sport Tubagus Chaeri Wardana, adik Atut. Enteng benar sang Tubagus mentraktir anggota DPRD nonton balap F-1 di Singapura.

Sang Gubernur pun selalu tampil dibalut busana mahal. Kontras dengan sekolah di Banten yang seperti kandang. Atau anak-anak sekolah yang harus naik rakit menyeberangi sungai untuk sekolah. Tengok juga keluarga miskin dengan bocah penderita gizi buruk.

Maka tangis kemiskinan ini mengingatkan pada karya sastra Eduard Douwes Dekker yang menggunakan nama pena Multatuli. Dia menuliskan kisah Saijah dan Adinda, salah satu bab dari buku berjudul Max Havelaar yang membuka mata Eropa tahun 1860 betapa buruk sistem kolonial dan kemiskinan di Banten. (Sejarah banget, ane msh ingat nama2 dan judul buku di atas ada di pelajaran sejarah, TS)

Periode tanam paksa yang digulirkan sejak tahun 1830 mencekik rakyat Banten. Penderitaan rakyat Banten ditambah polah adipati Lebak dan asisten residen yang sungguh memuakkan. Petani dibebani pajak tinggi. Mereka juga merampas ternak dan hasil bumi milik rakyat seenaknya. Para penguasa yang membuat hukum berdasarkan aturan mereka sendiri.

Para birokrat pribumi, adalah kuku kekuasaan kolonial di Banten. Lewat para penguasa pribumi pemerintah Belanda menjalankan kekuasaan mereka di tanah jajahan.

Eduard Douwes Dekker membuka kisah itu dengan menggambarkan penderitaan petani Banten. Tentang Saijah kecil yang menyayangi kerbau miliknya seperti sahabat sendiri. Sayangnya kebahagiaan itu tak lama.

Berkali-kali kerbau milik Saijah diambil paksa oleh Begundal-begundal suruhan Bupati Lebak dan Demang Parungkujang, yang masih kemenakan bupati. Tak ada rakyat yang berani melawan. Para jawara ini ditakuti seluruh rakyat. Siapa yang berani melawan ketajaman golok mereka
.

Pemerasan ini terjadi terus dan terus. Hingga akhirnya Ayah Saijah tak punya apa-apa lagi. Semua harta kekayaannya habis diperas oleh Demang Parangkujang.

Ibu Saijah terpukul atas perlakuan semena-mena ini. Dia sakit lalu meninggal. Sepeninggalan istrinya, ayah Saijah pun stres. Dia lari dari kampung. Tak kuasa membayangkan betapa menakutkan kemarahan sang Demang jika dirinya tak bisa membayar pajak. Ayah Saijah tak pernah kembali.

Dalam kesedihan, Saijah tumbuh menjadi seorang pemuda. Dia menjalin kasih dengan Adinda, sahabatnya sejak kecil.

Saijah lalu pergi ke Batavia, menjadi pengurus kuda dan pelayan pada seorang Belanda. Dia mengumpulkan uang untuk kelak melamar Adinda.

Setelah bertahun-tahun Saijah kembali ke kampungnya. Namun bukan cinta, tetapi kekecewaan yang menunggunya. Saijah mendapati Adinda dan ayahnya sudah tak ada di kampung itu. Ayah dan anak itu lari karena tak bisa membayar pajak dari penguasa.

Kabar beredar, Adinda dan ayahnya bergabung untuk melawan tentara Belanda di Lampung. Saijah mencoba pun menapaki jejak mereka. Diseberanginya lautan, namun pencarian ternyata berbuah pahit.

Dalam sebuah pertempuran dia menemukan Adinda sudah meninggal. Tubuhnya penuh luka dan dirudapaksa tentara Belanda.

Melihat itu, Saijah mengamuk. Pemuda putus asa ini berlari ke arah sekumpulan tentara Belanda yang menghunus bayonet. Dia menghujamkan tubuhnya pada bayonet serdadu yang tajam.

Adinda dan Saijah tewas. Cinta mereka yang dulu pernah diikrarkan tak pernah bersatu. Keduanya rakyat miskin korban kolonialisme bangsa asing dan keserakahan pejabat dari bangsa mereka sendiri.

Kisah ini menjadi bacaan wajib untuk anak sekolah di Eropa. Mengingatkan manusia agar tak semena-mena pada sesama. Bahwa penindasan hanya akan membuahkan perlawanan.

Sayangnya pejabat Banten rupanya justru meniru polah Demang Parangkujang.

[ian]

Ini mungkin bukan berita, cuma catatan sejarah yang dihubungkan dg masa kini, kalau menyalahi aturan BP ane minta maaf. Silakan moderator menghapus emoticon-I Love Kaskus (S)

Tp setidaknya catatan ini membuka mata kita, betapa pelajaran sejarah kita dibuat pelajaran oleh anak-anak sekolah di Eropa, yang ironisnya budaya ingin berkuasa sendiri, ingin kaya sendiri, tak peduli rakyat, sewenang2; ini dilanjutkan oleh pemimpin Banten sendiri yg notabene adalah satu bangsa emoticon-Blue Guy Smile (S)

Miris emoticon-norose

Tapi setelah mengetahui semuanya, jangan cuma berhenti pada miris atau sekedar marah pada mereka, kita harus mulai bertindak. Kalau kita bukan pemimpin, setidaknya tanamkan dalam diri kita, kita jangan meniru mereka. Jangan egois dan ingin menang sendiri, tebarkan kebaikan kepada sesama, jangan pilih kasih. Dan jangan heran jika suatu saat kebaikan itu akan kembali kepada kita, entah lewat siapa emoticon-I Love Indonesia (S)
nona212
nona212 memberi reputasi
1
3.8K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan