Gan
Ini ada sedikit cerita dari Trinity
ketika berkunjung ke Taman Nasional (Parque Nacional)di Chile
Spoiler for poto:
Spoiler for poto:
Monggo disimak
Spoiler for Tulisannya:
Sudah sebulan lebih saya jalan-jalan di negara Chile. Negara itu mengandalkan alamnya sebagai destinasi wisata, terutama aktifitas hiking di Parque Nacional (taman nasional) yang menempati 20% dari luas negara. Sebagai manusia kota Jakarta yang malas jalan kaki, apalagi hiking atau kemping ke hutan, saya memilih untuk ikut trip harian supaya malamnya bisa kembali ke kota dan menginap di hostel. Sebalnya, mau hiking ataupun tidak, semua pengunjung diharuskan membayar park fee yang mahal, antara Rp 110.000 – Rp 360.000!
Setelah mengunjungi beberapa taman nasional di Chile, saya jadi rela membayar mahal karena memang sesuai dengan fasilitas dan layanan yang disediakan. Taman nasional di Chile selalu ada gerbang masuk dan bangunan berisi loket pembayaran park fee, pusat informasi, kafetaria serta toilet bersih lengkap dengan tissue. Tiket masuk selalu dibarengi dengan brosur berisi peta informatif, rules & regulations, dan kontak petugas. Peta sangat jelas, lengkap dengan pos-pos Ranger dan perkiraan waktu hiking dari satu titik ke titik lainnya.
Setiap pengecekan tiket, petugas selalu memberi tahu lagi secara lisan bahwa pengunjung harus selalu berjalan di trail yang disediakan, dilarang membuang sampah, mengganggu hewan atau merusak tumbuhan. Hal yang sama juga diberi tahu oleh staf travel agent di kota, supir bus, dan guide! Saya pernah tanpa sengaja berjalan selangkah di luar jalan setapak, guide pun mengingatkan. Sungguh salut dengan kesadaran pelaku bisnis wisata di Chile, mereka semua bahu membahu saling mengingatkan sehingga alam tetap terjaga.
Selain itu, plang informasi rute, cuaca, dan peringatan keselamatan terpasang di mana-mana. Bahkan di titik tertentu disediakan informasi edukatif mengenai hewan atau tumbuhan tertentu, bahkan tentang bagaimana terjadinya gunung A, glacier B, imigrasi hewan C, mengapa danau D berwarna biru, dan sebagainya.
Peraturan taman nasional yang ditulis di brosur pun sangat spesifik. Kalau mau pasang tenda untuk menginap, hanya boleh di tempat yang sudah disediakan dimana sudah difasilitasi dengan kamar mandi. Beberapa area bahkan dikelola oleh swasta dimana mereka menyediakan penginapan sederhana dan restoran. Pengunjung tidak boleh menyalakan api sembarangan karena dapat merusak tumbuhan atau dikhawatirkan terjadi kebakaran.
Ada lagi peraturan yang sangat hebat, antara lain: Bawalah sampah ke mana-mana, termasuk puntung rokok, dan buanglah hanya di tempat yang disediakan. Dilarang mencuci piring, menggunakan detergen, membuang sisa makanan ke dalam sungai/danau/aliran air karena airnya merupakan supply minuman semua orang. Kalau perlu buang air dan tidak ketemu toilet, harus berjalan 100 meter jauhnya dari aliran air dan jalan setapak. Kotoran harus dikubur sedalam 20 cm dan ditutup – tissue harus dibawa, bukan ikutan dikubur.
Rasanya saya langsung malu luar biasa! Zaman sekolah dulu saya sering kemping dan naik gunung, kok ya cuek aja tuh merusak tumbuhan untuk membuka jalan dan memasang tenda. Juga bikin api unggun untuk masak dan menghangatkan badan. Bahkan mencuci, mandi, dan buang air pun di sungai. Ironisnya, saya ikut klub yang disebut Pencinta Alam!
Pantas saja para hiker di Chile tidak usah berat-berat membawa botol air minuman, karena mereka tinggal meminum dari air alami yang bersih. Mereka tetap bisa mandi dan buang air di kamar mandi setiap hari meski sedang berada di hutan. Untungnya lagi, alam yang terjaga kealamiannya membuat pengunjung masih dapat melihat langsung hewan di habitatnya, seperti Guanaco (semacam Llama) dan burung Condor. Kalau hewan dan tumbuhan bisa ngomong, saya yakin mereka juga akan hepi dengan kebijakan taman nasional Chile.
Mari kita kembali ke Indonesia. Alam kita tak kalah indahnya, sumber daya manusia ada, dana ada, tapi kok ya susah dikelola dengan baik. Masalah selanjutnya: bagaimana mengubah kebiasaan buruk terhadap alam kita sendiri?
Secara Fasilitas, pelayanan dan pemeliharaan Taman Nasional di Indonesia bisa mencontoh kasus diatas, demi kebaikan ,kelestarian alam, flora, fauna serta keamanan dan kenyamanan pengunjung.
Harga tiket masuk yang lumayan tinggi pun bisa menurunkan jumlah wisatawan yang berkunjung, karena sedikitnya jumlah wisatawan bisa mengurangi dampak kerusakan alam secara langsung.
Ane cuma share pendapat ane dari ceritanya trinity gan. tanpa maksud menyinggung pelayanan Taman Nasional Taman Nasional yang ada di Indonesia.
ane rasa Taman nasional di indonesia pun sudah bekerja dengan maksimal, tinggal merawat fasilitas dengan serius dan kerjasama dari pihak pengunjung. SUMBER