Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bystander001Avatar border
TS
bystander001
Faisal Basri: Current Account, Penyakit Ekonomi Indonesia
Indonesia kian menunjukkan pesona ekonominya. Populasi yang besar dan tingkat konsumsi yang tinggi menjadi pasar yang empuk bagi banyak industri. Meski begitu, beberapa bulan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tertekan melampaui ekspektasi banyak pihak. Isu tapering the Fed disebut-sebut sebagai biang keladi.

Sebenarnya, sekuat apa kondisi ekonomi Indonesia? Berikut wawancara Marketeers dengan ekonom Faisal Basri.



Menjelang tutup tahun 2013, apa evaluasi Anda terhadap kondisi ekonomi Indonesia setahun belakangan ini?

Pandangan saya mungkin berbeda dengan apa yang selama ini disampaikan oleh pihak berwenang. Saya ingin mulai dengan salah kaprah para perumus kebijakan dalam membaca situasi. Bila Anda googling pernyataan-pernyataan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, hampir semuanya pesimistis. Menurut Bloomberg, salah satu pernyataan dari Menkeu menyebutkan rupiah akan kembali ke kondisi tahun 2008/2009. Itu artinya, sekitar Rp 12.500 per dollar AS. Di pernyataan lain, ia juga mengatakan kondisi rupiah akan terus melemah hingga akhir tahun.

Demikian juga dengan pernyataan Gubernur BI. Ia memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini terlalu panas dan oleh karena itu harus diredam. Ia meminta perbankan untuk tidak jor-joran menaikkan suku bunga. Pertumbuhan kredit hingga akhir September mencapai lebih dari 20%. Hal itu dianggap membahayakan dan harus direm. Tahun depan, angka ini ditargetkan jauh lebih rendah oleh BI menjadi 15-17%.

Selain itu, kesalahan ditumpahkan kepada The Federal Reserved (Bank Sentral AS) melalui isu tapering dan debt ceiling. Hal ini bisa kita lihat pada paragraf pertama isi pidato Gubernur BI. Tapering seolah menjadi momok bagi ekonomi kita. Mindset ini akan membuat kita semua susah. Saya ingin memulainya dengan kekeliruan mendiagnosis atau keliru dalam terapi masalah.

Apa yang keliru?

Menurut Gubernur BI, derasnya aliran keluar modal portofolio asing menjadi biang keladinya. Menurut saya, hal itu tidak benar dan saya telah buktikan itu. Ia juga mengatakan bahwa sejak Mei hingga Agustus lalu, kondisi ekonomi kita sedang buruk. Padahal, rupiah itu sudah mulai melemah sejak dua tahun lalu, bukan lima bulan lalu. Hal ini telah dimulai kira-kira pada 11 November 2011. Jadi, ekonomi kita sudah memburuk sejak dua tahun lalu dan jauh sebelum isu tapering terjadi.

Selain itu, current devisa kita juga turun sejak September 2011. Sejak saat itu, trennya terus menunjukkan penurunan. Lebih jauh, kita bisa menilai ekonomi kita melalui current account. Pada tahun 2010, current account kita surplus US$ 5,1 miliar. Pada 2011, surplus current account kita tinggal US$ 1,7 miliar. Tahun 2012, langsung defisit US$ 24,4 miliar. Kita sudah mengalami defisit pada tahun 2012, bukan 2013. Hingga triwulan tiga tahun 2013, defisit kita sudah US$ 24,3 miliar. Dengan sisa waktu tiga bulan tersisa, hampir sudah bisa dipastikan defisit kita akan jauh lebih besar lagi.

Apakah Ini artinya kita lebih banyak melakukan impor daripada ekspor?

Memburuknya current account terjadi karena ekspor yang turun dan impor yang naik. Sementara itu, Gubernur BI dan Menkeu mengatakan masalahnya ada pada portofolio dan arus modal keluar. Sekarang coba kita lihat. Pada tahun 2011, capital and financial account kita US$ 13,56 miliar. Angka itu naik menjadi US$ 25,16 miliar pada 2012, artinya ada peningkatan.

Kalau mau lebih fokus pada Foreign Direct Investment (FDI) dan portfolio investment, kita juga bisa melihat tren yang positif. Pada tahun 2012, FDI kita mencapai US$ 13,98 miliar. Hingga kuartal tiga tahun 2013, FDI sudah berada pada posisi US$ 12,78 milliar. Bila melihat sisa waktu tiga bulan lagi dan tren per kuartal yang naik, kita optimistis FDI akan melampaui capaian tahun lalu. Memang, untuk investasi portofolio mengalami sedikit penurunan. Namun, secara total, FDI dan portfolio investment menunjukkan peningkatan dari tahun 2012. Dengan ini, bukankah sudah terbukti bahwa tapering the Fed tak berdampak terhadap hal ini?

Jadi, masalah kita sebenarnya adalah current account. Di tahun 2012, Indonesia menjadi negara ke-17 penerima FDI terbesar di dunia. Ini pertama kalinya Indonesia masuk 20 besar host economies. Sementara untuk periode 2013-2015, Indonesia diproyeksikan berada di posisi ke-4.

Wawancara selengkapnya dapat Anda temukan di Majalah Marketeers Edisi Desember 2013

Sumber: http://www.the-marketeers.com/archiv...l#.Uqp4JmQW008

Melemahnya nilai rupiah memang diakibatkan tingginya impor, sementara ekspor terus menurun. TS pribadi setuju dengan pendapat calon gubernur DKI 2012 silam ini. Melihat FDI yang terus meningkat sepertinya tidak ada alasan bagi pihak-pihak terutama pemerintah untuk terus menyalahi isu tapering dan debt ceiling di US sana. Selama ini TS cukup kecewa dengan kebijakan yg dikeluarkan BI dalam mengatasi menurunnya nilai rupiah. TS beranggapan bahwa pemerintah terlalu ekstrim dalam bermanuver ditambah statement Agus Marto yg meminta para pengusaha ekspor untuk mengkonversi USD mereka rupiah mengakibatkan sentimen terhadap rupiah melemah dan seolah-olah memperlihatkan bahwa pemerintah (BI) terlihat kewalahan menanggapi hal ini.

BI seperti kita tahu meningkatkan suku bunga Bank yg menyebabkan turunnya pemberian kredit. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi kita dan tentulah memberatkan para pengusaha yg berorientasi ekspor untuk memperkuat modal mereka.

Ya TS hanya berpendapat, dan melalui thread ini marilah kita saling berbagi pendapat dan berdebat. Tentunya dengan tanggung jawab.
0
3.4K
64
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan