Kaskus

Entertainment

blackinkstudioAvatar border
TS
blackinkstudio
Cerita Korban Tabrakan Kereta Bintaro, Kmren
Cerita Korban Tabrakan Kereta Bintaro, Kmren
Sebelumnya :
Spoiler for :


TEMPO.CO, Jakarta - Kecelakaan kereta Commuterline Serpong-Tanah Abang di ruas Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, menyisakan duka bagi para korban. Salah satunya adalah Rita Aryani Sebayang, perempuan 42 tahun, yang menumpang gerbong nahas tersebut.

Beruntung, Rita berhasil selamat dari tabrakan kereta dengan truk tangki bahan bakar minyak yang menewaskan beberapa orang itu. Berkat kuasa Tuhan, karyawati sebuah perusahaan asuransi itu berhasil lolos dari maut lewat perjuangan berat.

Kepada Tempo, Rita menuturkan pengalamannya. Berikut ini kisahnya.

Pada Senin pagi, 9 Desember 2013, saya berangkat dari rumah di kompleks Taman Mangu Indah untuk menuju kantor di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Saat tiba di Stasiun Jurang Mangu, jarum jam menunjuk ke angka 10. Sedikit terlambat dari jadwal kereta yang biasa saya tumpangi. Akhirnya, setengah jam kemudian, kereta Commuter jurusan Serpong-Tanah Abang tiba dan saya langsung menuju gerbong pertama, gerbong khusus wanita.

Setelah terengah-engah karena berlari, saya berhasil naik ke gerbong itu. Ketika saya masuk, gerbong berisi perempuan dan anak-anak itu cukup padat, meski tidak terlalu sesak. Saya yang awalnya berdiri di dekat pintu pertama kemudian terseret-seret oleh penumpang lain, hingga akhirnya berada di barisan pintu ketiga.

Beberapa saat menunggu, mungkin sekitar pukul 11.00 WIB, kereta pun berangkat. Tidak ada firasat atau tanda-tanda aneh saat itu, dan saya berdiri tenang bersama beberapa penumpang lain.

Kereta baru berjalan 15 menit saat tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras, mungkin seperti bom. Saking kerasnya, badan kereta langsung terguncang hebat dan para penumpang yang berdiri, termasuk saya, jatuh tersungkur. Dalam posisi sujud dengan kepala sakit lantaran terbentur benda keras, pikiran saya langsung melayang. Mungkin saya tengah berada di ambang maut.

Dengan posisi bersujud, saya berusaha untuk berpikir dan mencari jalan keluar dari gerbong yang mungkin sudah terguling. Sambil merangkak, saya mencari jalan, berdesakan dengan penumpang lain. Sekujur badan sakit lantaran terinjak atau tertendang penumpang lain yang juga berusaha meloloskan diri.

Di tengah kepanikan, saya berpikir untuk membuka pintu atau memecahkan kaca jendela. Dalam kondisi setengah terbalik, tentu sulit untuk membuka pintu dengan cara mendorong paksa dari bawah ke atas. Selain itu, rasanya tidak mungkin menggeser pintu besi yang biasanya digerakkan dengan sistem hidrolik tersebut.

Jalan keluar yang paling mungkin adalah memecahkan kaca jendela. Sesaat setelah memikirkan kemungkinan itu, saya terpikir untuk mencari palu dan memecahkan jendela.

Seharusnya, alat seperti itu tersedia di gerbong kereta. Namun saya, dan mungkin juga penumpang lain, tidak bisa menemukan alat tersebut. Walhasil, kami hanya bisa pasrah sembari terus berupaya keluar.

Di saat itu pula, saya merasa napas mulai sesak. Mungkin oksigen dalam gerbong mulai menipis, digantikan asap tebal yang mengotori paru-paru. Dalam kondisi itu, saya hanya bisa pasrah, melilitkan jilbab di kepala dan mencoba berdiri. Ya Allah, beri saya kekuatan. Begitu kalimat yang berkali-kali saya ucapkan, dalam kondisi separuh sadar dan pandangan yang mulai gelap

Setelah berkali-kali memanggil nama Tuhan, saya hanya bisa pasrah. Dalam kondisi terduduk saya berusaha menenangkan penumpang lain yang menangis dan berteriak-teriak panik. Walau saat itu saya juga tak kalah panik.

Di tengah rasa putus asa, tiba-tiba ada jalan keluar yang entah dari mana datangnya. Saat itu, sekonyong-konyong saya mendengar bisikan halus seorang wanita di kedua kuping. Suara itu meminta saya untuk bergerak ke arah kiri, terus dan terus ke arah kiri.

Tanpa berpikir panjang, saya menuruti perintah yang tidak jelas sumbernya itu. Saya bergerak ke arah kiri, sembari berdesakkan dengan penumpang lain. Alhamdulillah, setelah bergeser beberapa langkah ada secercah cahaya dari jendela yang sudah berhasil dibuka, entah oleh siapa.

Saya dan beberapa penumpang pun berusaha naik ke lubang jendela yang ternyata dipecahkan itu. Kami saling membantu satu sama lain, bergiliran untuk keluar dari lubang yang masih menyisakan pecahan kaca tajam itu. Sreeet...tangan kiri saya tergores kaca saat naik dan melompat dari jendela. Tapi perih itu tidak saya hiraukan, dan saya berusaha keluar sembari membawa barang-barang.

Sesaat setelah keluar dari jendela, saya langsung mengucap syukur dan berlari menuju tempat aman. Tanpa alas kaki, saya menghambur menuju sebuah masjid yang terletak di dekat rel.

Setiba di masjid itu saya langsung menyalakan Blackberry, yang ternyata masih ada dalam genggaman, dan mengontak suami untuk minta dijemput. Saya juga bersyukur di masjid itu bisa bertemu orang-orang baik yang kemudian membantu saya dan korban lainnya.

Setelah musibah ini, saya hanya bisa bersyukur. Tuhan masih mengizinkan saya untuk mendampingi suami dan anak saya, Sahda. Mudah-mudahan ini adalah musibah terakhir dan tidak ada lagi yang mengalami hal seperti ini.

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2013/1...taro--III-/1/1

Spoiler for maksih gan cendolnya:

Diubah oleh blackinkstudio 10-12-2013 14:01
0
3.4K
13
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan