- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[Budaya] Nemui-Nyimah,Falsafah Orang Lampung Dalam Bertetangga


TS
bontot26
[Budaya] Nemui-Nyimah,Falsafah Orang Lampung Dalam Bertetangga
Quote:
Original Posted By >
Kekerasan yang sering terjadi di negri ini seakan telah merontokan nama baik kita sebagai bangsa yang ramah di mata dunia. sejak jaman dahulu kita memang telah diajarkan kerukunan dalam bermasyarakat. Salah satunya Tulisan di bawah ini,ajaran dari para pendahulu kita bahwa kita hidup memang harusnya memiliki Budaya sosial yang tinggi saling membantu dan tanggalakan perbedaan.
![[Budaya] Nemui-Nyimah,Falsafah Orang Lampung Dalam Bertetangga](https://dl.kaskus.id/s17.postimg.org/401qozia7/HJ4_Qmvl_Pr_U.jpg)
Quote:
Original Posted By BudayaBANDARLAMPUNG - Burhanuddin (60) masih ingat benar kejadian sekira 50 tahun lalu. Saat itu kampungnya di Kecamatan Pakuanratu, Kabupaten Waykanan, Lampung, tiba-tiba
kedatangan puluhan orang tidak dikenal.
Kabupaten yang dahulu hanya terdiri dari desa - desa sepi penduduk itu lambat laut menjadi ramai karena kehadiran para transmigran. Ia memiliki banyak teman baru di Sekolah Rakyat yang bahasa sehari-harinya pun berbeda.
“Belakangan saya baru tahu dari guru, mereka adalah anak-anak transmigran dari Pulau Jawa.Ya, kami akhirnya berteman, meski kadang-kadang saya atau mereka enggaj mengerti bahasa masing-masing,”ungkap salah satu pengurus Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) itu mengenang masa kecilnya kepada Okezone.
Sekira 50 tahun lalu, tempat lahir Burhanuddin termasuk daerah terpencil. Sekeliling desa rimbun dengan pohon dan kebun. Anak-anak kecil seusianya saat itu masih bisa dihitung dengan jari. Karenanya, ia mengaku sangat gembira dengan kedatangan warga-warga baru tersebut.
“Terpencil sekali, bahkan jalan pun belum ada.Kalau mau ke Tanjungkarang(Bandarlampung) harus naik perahu dulu ke Martapura, baru naik kereta ke sana. Begitu banyak warga yang baru,kampung jadi ramai. Banyak teman bermain,”[/b ]tuturnya.
Burhanuddin mengatakan, warga asli Lampung tidak mempermasalahkan banyaknya pendatang baru sejak gelombang transmigrasi digerakkan Pemerintah Hindia Belanda sejak 1930-an.
Selain suasana desa menjadi lebih hidup, salah satu unsur falsafah hidup orang Lampung sendiri mencerminkan kebesaran hati dalam menerima keberagaman atau Nemui-Nyimah.
[b]“Nemui-Nyimah berarti sikap pemurah atau tangan terbuka. Nemui-Nyimah ini merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silarutahim,”ungkapnya.
Nemui-Nyimah ini salah satu dari empat
unsur falsafah hidup orang Lampung,Piil Pesenggiri.Ketiga unsur lainnya, yakni Juluk-Adek, Nengah- Nyappur,dan Sakai Sambaiyan.
“Piil Pesenggiri ini adalah semacam tatanan moral yang merupakan pedoman bersikap dan berperilaku masyarakat adat Lampung dalam
segala aktivitas hidupnya,”terangnya.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, Nemui-Nyimah diterjemahkan sebagai sikap
kepedulian sosial dan setia kawan. “Orang Lampung malah bertanya-tanya, apa ada yang salah dengan kami jika tidak diundang kalau ada acara atau tidak disapa,”ujarnya menjelaskan bagaimana falsafah hidup itu begitu mendarah daging.
Namun Burhanuddin sedikit menyesali
perkembangan zaman yang justru mulai menghilangkan falsafah hidup ini. Makin berkurangnya toleransi, keramahan, ataupun tegur sapa. “Bukan hanya di masyarakat beragam, bahkan di generasi muda Lampung sendiri mulai menghilang,” sesalnya.
Ia lalu teringat kembali bagaimana keramahan antarpenduduk di kampungnya dahulu yang masih menjunjung tinggi falsafah hidup itu.
“Dulu itu, misalnya waktu ke kebun. Kami justru dipaksa untuk ikut makan bersama pemilik kebun sebelah. Ya mau tidak mau, selain menghormati, kami lapar juga,”kenangnya.
Ia merindukan masa lalu yang penuh keakrabandan kehangatan itu terwujud dan dijunjung tinggi warga Lampung dan para pendatang,sehingga tidak ada kericuhan.
kedatangan puluhan orang tidak dikenal.
Kabupaten yang dahulu hanya terdiri dari desa - desa sepi penduduk itu lambat laut menjadi ramai karena kehadiran para transmigran. Ia memiliki banyak teman baru di Sekolah Rakyat yang bahasa sehari-harinya pun berbeda.
“Belakangan saya baru tahu dari guru, mereka adalah anak-anak transmigran dari Pulau Jawa.Ya, kami akhirnya berteman, meski kadang-kadang saya atau mereka enggaj mengerti bahasa masing-masing,”ungkap salah satu pengurus Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) itu mengenang masa kecilnya kepada Okezone.
Sekira 50 tahun lalu, tempat lahir Burhanuddin termasuk daerah terpencil. Sekeliling desa rimbun dengan pohon dan kebun. Anak-anak kecil seusianya saat itu masih bisa dihitung dengan jari. Karenanya, ia mengaku sangat gembira dengan kedatangan warga-warga baru tersebut.
“Terpencil sekali, bahkan jalan pun belum ada.Kalau mau ke Tanjungkarang(Bandarlampung) harus naik perahu dulu ke Martapura, baru naik kereta ke sana. Begitu banyak warga yang baru,kampung jadi ramai. Banyak teman bermain,”[/b ]tuturnya.
Burhanuddin mengatakan, warga asli Lampung tidak mempermasalahkan banyaknya pendatang baru sejak gelombang transmigrasi digerakkan Pemerintah Hindia Belanda sejak 1930-an.
Selain suasana desa menjadi lebih hidup, salah satu unsur falsafah hidup orang Lampung sendiri mencerminkan kebesaran hati dalam menerima keberagaman atau Nemui-Nyimah.
[b]“Nemui-Nyimah berarti sikap pemurah atau tangan terbuka. Nemui-Nyimah ini merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silarutahim,”ungkapnya.
Nemui-Nyimah ini salah satu dari empat
unsur falsafah hidup orang Lampung,Piil Pesenggiri.Ketiga unsur lainnya, yakni Juluk-Adek, Nengah- Nyappur,dan Sakai Sambaiyan.
“Piil Pesenggiri ini adalah semacam tatanan moral yang merupakan pedoman bersikap dan berperilaku masyarakat adat Lampung dalam
segala aktivitas hidupnya,”terangnya.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, Nemui-Nyimah diterjemahkan sebagai sikap
kepedulian sosial dan setia kawan. “Orang Lampung malah bertanya-tanya, apa ada yang salah dengan kami jika tidak diundang kalau ada acara atau tidak disapa,”ujarnya menjelaskan bagaimana falsafah hidup itu begitu mendarah daging.
Namun Burhanuddin sedikit menyesali
perkembangan zaman yang justru mulai menghilangkan falsafah hidup ini. Makin berkurangnya toleransi, keramahan, ataupun tegur sapa. “Bukan hanya di masyarakat beragam, bahkan di generasi muda Lampung sendiri mulai menghilang,” sesalnya.
Ia lalu teringat kembali bagaimana keramahan antarpenduduk di kampungnya dahulu yang masih menjunjung tinggi falsafah hidup itu.
“Dulu itu, misalnya waktu ke kebun. Kami justru dipaksa untuk ikut makan bersama pemilik kebun sebelah. Ya mau tidak mau, selain menghormati, kami lapar juga,”kenangnya.
Ia merindukan masa lalu yang penuh keakrabandan kehangatan itu terwujud dan dijunjung tinggi warga Lampung dan para pendatang,sehingga tidak ada kericuhan.
Centong
Quote:
Original Posted By >
Semoga indonesia Lebih terkenal dimata dunia dan Perbedaan bukanlah suatu kesalahan tetapi kekayaan yang harus di satukan.



Diubah oleh bontot26 21-11-2013 07:24
0
2.3K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan