“Persaingan sekarang bukan lagi antarparpol, tapi antarcaleg. Yang lebih sengit dalam satu parpol. Inilah yang membuat biaya demorkasi jagi mahal. Ada info, sekarang sudah ada yang mengeluarkan Rp22 miliar,” kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo dalam acara bedah bukunya yang bertajuk ,
‘Mahalnya Demokrasi Memudarkan Ideologi: Potret Komunikasi Politik Legislator-Konstituen, di DPR, Selasa (3/12).

Buku tersebut merupakan hasil penelitiannya kepada anggota DPR yang kemudian dibuat untuk disertasi dan sudah dipertahankan di hadapan senat guru besar Universitas Pajajaran, Bandung.

Menurut dia, biaya caleg yang paling rendah untuk Pemilu 2009 lalu Rp 300 juta sampai Rp 400 juta, untuk publik figur dan pengurus partai bisa menghabiskan Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar.

TNI/Polri yang mundur dan ikut caleg menghabiskan Rp 800 juta sampai 1,2 miliar. Caleg dari pengusaha sampai Rp 1,5 miliar sampai Rp 6 miliar, dan di luar itu ada yang menghabiskan Rp 22 miliar.

“Bahkan sekarang sudah ada yang membiayai konsultan Rp 18 miliar, ongkos tim suksesnya Rp 2miliar,” kata Pramono.

Kenyataan ini jelas sebagai gambaran betapa mahalnya biaya politik di Idonesia. Inilah juga yang memperkuat ideologi pasar- pragmatis dan terjadi sampai ke daerah-daerah.

“Konsekuensinya, maka lahir DPR yang berbeda dengan hasil Pemilu sebelumnya, DPR sekarang kan lebih banyak pengusahanya, sebab mereka yang mampu dan punya duit,” ujarnya.

Selain itu, biaya politik yang mahal berakibat pada makin lunturnya ideologi parpol. Selain itu, kinerja mereka sebagai anggota DPR juga tercermin seperti saat ini. Konsekuensinya maka wakil rakyat itu tidak seperti kita bayangkan ketika menjadi aktifis mahasiswa di kampus untuk melahirkan gagasan besar untuk kepentingan bangsa dan negara,” katanya prihatin.


ilertrasi penghasilan Legislatif :