- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
ANGGOTA DEWAN NUNGGAK BAYAR KANTIN, KANTIN JADI TUTUP !!!


TS
bowokemixmax
ANGGOTA DEWAN NUNGGAK BAYAR KANTIN, KANTIN JADI TUTUP !!!
misi agan semuanya, ane cuma mau share berita ini yang kedengaranya aneh....
langsung aja gan...
ngutang atau nunggak bayar di kantin atau diwarung emang biasa terdengar... maksudnya biasa terdengar apabila yang ngutang itu buruh, mahasiswa kost atau tukang beca dll.. tapi kalo yang ngutang anggota dewan gimana gan ?


nih gan beritanya...

BANTUL - Wagirah (40), pedagang warung makan di komplek kantin DPRD Kabupaten Bantul pada Jumat (30/11/2013) pagi tak sumringah. Kepada sejumlah pelanggan yang berasal dari berbagai kalangan semisal anggota polisi dari Polres Bantul, wartawan, pegawai Pengadilan Negeri Bantul, dan sejumlah pegawai sekretariat dewan, ia menyampaikan bahwa dirinya hendak berpamitan. Awalnya ia tidak mau mengungkapkan alasannya hengkang dari tempat itu, namun setelah didesak akhirnya ia menceritakan permasalahan yang dihadapinya.
Ia mengungkapkan, selama ini dirinya selalu kekurangan modal untuk berbelanja bahan dagangan. Sebab, pembayaran dari para fraksi di DPRD yang merupakan pelanggan tetap, selalu menunggak. Bahkan, tiga bulan terakhir ada fraksi yang belum membayarkan tagihannya.
Memang selama ini seluruh kebutuhan konsumsi di dewan dipesan dari kantin tersebut, baik berupa makanan besar, minuman, maupun jenis konsumsi lainnya. Kebutuhan itu meliputi hidangan untuk anggota dewan di fraksi, rapat-rapat di fraksi, rapat komisi hingga sidang paripurna.
Biasanya, para anggota dewan dan pegawai sekretariat dewan ketika memesan makanan maupun minuman, tinggal menelpon melalui sambungan telepon yang terhubung ke kantin tersebut. Kemudian, pesanan diantarkan oleh pihak kantin ke ruangan fraksi.
Adapun, perbulan khusus untuk fraksi rata-rata tagihan perbulan mencapai Rp 1,5 juta.
“Ini sudah berlangsung sejak lama,” ujar warga Bantul yang sudah membuka usaha di tempat ini selama enam tahun terakhir tersebut.
Pihaknya pun sudah berupaya menagih ke bendahara fraksi setiap bulan, namun katanya, alasan yang diberikan justru sedang tidak ada uang karena tanggal tua.
“Saat ditagih alasannya karena belum gajian. Tapi memang susah menagihnya,” katanya.
Ia pun sangat yakin dengan data tunggakan yang belum dibayarkan. Sebab, ia memiliki buku laporan yang digunakan untuk mencatat jika ada pesanan dari pelanggan. Namun Wagirah enggan menyebutkan berapa total rincian tunggakan yang harus dibayar fraksi-fraksi di dewan.
Sulitnya menagih pembayaran tersebut, membuatnya kesulitan menutupi kebutuhan modal untuk berbelanja barang dagangan. Selama ini, ia dibantu suami dan dua anak laki-lakinya, dan hasil berdagang perbulan rata-rata Rp 2,7 juta dibagi empat orang tersebut.
“Hasil minim membuat anak (anak tertua berusia 28 tahun) sampai takut nikah karena khawatir tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga kalau hanya bekerja di tempat ini, ditambah pemasukan selalu tersendat,” ungkapnya.
Setelah ia hengkang dari tempat ini, rencananya Wagirah hendak berdagang di pasar. Sementara sang suami ingin mengolah lahan pertanian saja.
Kantin ini sebenarnya cukup sederhana, dagangan yang tersedia pun terbatas yakni berupa soto ayam, nasi rames, lontong opor ayam, makanan gorengan, kerupuk, dan berbagai minuman sederhana berupa es teh, susu, kopi, dan es jeruk.
Namun keberadaan lokasi yang cukup nyaman yakni berada di komplek gedung DPRD, dekat dengan Mapolres, parkir luas, serta cukup jauh dari jalan raya membuat suasana nyaman ketika berlama-lama di kantin yang biasa disebut 'Sor Tepeng' (berada di bawah pohon ketepeng) ini.
Bukan hanya para anggota Polres Bantul, wartawan, pegawai sekretariat dewan, anggota dewan, dan beberapa pegawai dari instansi terdekat saja yang biasa betah di kantin ini. Namun masyarakat berbagai kalangan yang berkepentingan dengan DPRD memilih menyempatkan waktu sekadar minum di sini.
Hal itu juga karena di sekitar kawasan ini keberadaan rumah makan maupun warung kelontong masih jarang.
Mendengar informasi penutupan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Bantul, Tustiyani langsung mengumpulkan para sekretariat fraksi dewan di ruang kerjanya. Ia mengatakan, dari pertemuan tersebut memang saat pembayaran dilakukan satu bulan sekali, tapi tidak sampai lebih dari dua bulan.
“Yang saya terima dari sekretariat selama ini sudah ada kesepakatan awal untuk dilunasi saat awal bulan. Dan selama ini hubungan mereka baik-baik saja (fraksi dengan pengelola kantin),” kata Tusti.
Pihaknya pun tidak mempermasalahkan jika pengelola kantin akan pindah tempat. Sebab, saat ini pun sudah ada sejumlah pihak yang melakukan komunikasi untuk membuka usaha di tempat itu.
“Saya dengar-dengar malah sudah banyak yang mendaftar dan melobi ke sekretariat dewan,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjutnya, dewan sudah berbaik hati dengan menyediakan tempat bagi masyarakat untuk membuka usaha di lingkungan DPRD. Bahkan, fasilitas seperti air dan listrik tidak dipungut biaya ataupun pajak.
“Ini juga bagian dari kepedulian selama ini agar mereka bisa mengais rejeki di DPRD. Tapi kalau nanti ga ada ya sudah biarkan saja, dulu ga ada kantin juga bisa kok,” katanya.
Ke depan, pihaknya akan merekrut tenaga pramusaji untuk membantu mempersiapkan berbagai kebutuhan konsumsi di DPRD dengan sistem tenaga kontrak.
Namun ia menambahkan, jika penyebab kepergian pengelola kantin karena tunggakan poembayaran oleh para anggota dewan, Tusti menyayangkan kejadian itu.
“Anggota dewan kan digaji sama rakyat. Fraksi kan juga punya uang (anggaran) untuk jajan,” katanya.
Tusti mengaku prihatin dengan ditutupnya kantin tersebut. Sebab selama ini banyak anggota dewan di sela agenda rapat selalu menyempatkan waktu untuk sekadar minum teh maupun kopi serta menyapa para wartawan yang biasa berkumpul di lokasi ini.
"Kantin Sor Tepeng tutup selamanya," tulis Tustiyani di status blackberry messenger miliknya. Meskipun nantinya dimungkinkan ada orang lain yang berkeinginan membuka usaha serupa di sini, menurut Tusti rasa teh yang khas pasti akan berbeda rasanya.
Sementara itu, dari informasi yang diterima Tribun, beredar kabar bahwa penutupan kantin ini dipicu berbagai hal, di antaranya karena pengelola warung berencana menaikkan harga teh satu gelas dari semula Rp 1.600 menjadi Rp 2.000.
Selain itu, beredar pula informasi bahwa anak pertama pengelola kantin yang berkeinginan direkrut menjadi pegawai kontrak di sekretariat dewan, tidak disetujui.
Namun informasi tersebut belum memeroleh konfirmasi. Bahkan, Margi (54) suami Wagirah enggan berkomentar banyak. Ia hanya menjelaskan bahwa pihaknya sudah cukup lama membuka usaha di tempat ini dan ingin beralih ke tempat lain.
"Ya wes cukup lah, sudah kesel, pengen nyari sumber rejeki lainnya aja mas," ujar Margi dengan nada lirih.(tribunjogja.com)
SEMOGAN AGAN MAU NGASIH KOMENT
DAN JUGA
SUMBER
langsung aja gan...
ngutang atau nunggak bayar di kantin atau diwarung emang biasa terdengar... maksudnya biasa terdengar apabila yang ngutang itu buruh, mahasiswa kost atau tukang beca dll.. tapi kalo yang ngutang anggota dewan gimana gan ?



nih gan beritanya...
Spoiler for buka ajah:

BANTUL - Wagirah (40), pedagang warung makan di komplek kantin DPRD Kabupaten Bantul pada Jumat (30/11/2013) pagi tak sumringah. Kepada sejumlah pelanggan yang berasal dari berbagai kalangan semisal anggota polisi dari Polres Bantul, wartawan, pegawai Pengadilan Negeri Bantul, dan sejumlah pegawai sekretariat dewan, ia menyampaikan bahwa dirinya hendak berpamitan. Awalnya ia tidak mau mengungkapkan alasannya hengkang dari tempat itu, namun setelah didesak akhirnya ia menceritakan permasalahan yang dihadapinya.
Ia mengungkapkan, selama ini dirinya selalu kekurangan modal untuk berbelanja bahan dagangan. Sebab, pembayaran dari para fraksi di DPRD yang merupakan pelanggan tetap, selalu menunggak. Bahkan, tiga bulan terakhir ada fraksi yang belum membayarkan tagihannya.
Memang selama ini seluruh kebutuhan konsumsi di dewan dipesan dari kantin tersebut, baik berupa makanan besar, minuman, maupun jenis konsumsi lainnya. Kebutuhan itu meliputi hidangan untuk anggota dewan di fraksi, rapat-rapat di fraksi, rapat komisi hingga sidang paripurna.
Biasanya, para anggota dewan dan pegawai sekretariat dewan ketika memesan makanan maupun minuman, tinggal menelpon melalui sambungan telepon yang terhubung ke kantin tersebut. Kemudian, pesanan diantarkan oleh pihak kantin ke ruangan fraksi.
Adapun, perbulan khusus untuk fraksi rata-rata tagihan perbulan mencapai Rp 1,5 juta.
“Ini sudah berlangsung sejak lama,” ujar warga Bantul yang sudah membuka usaha di tempat ini selama enam tahun terakhir tersebut.
Pihaknya pun sudah berupaya menagih ke bendahara fraksi setiap bulan, namun katanya, alasan yang diberikan justru sedang tidak ada uang karena tanggal tua.
“Saat ditagih alasannya karena belum gajian. Tapi memang susah menagihnya,” katanya.
Ia pun sangat yakin dengan data tunggakan yang belum dibayarkan. Sebab, ia memiliki buku laporan yang digunakan untuk mencatat jika ada pesanan dari pelanggan. Namun Wagirah enggan menyebutkan berapa total rincian tunggakan yang harus dibayar fraksi-fraksi di dewan.
Sulitnya menagih pembayaran tersebut, membuatnya kesulitan menutupi kebutuhan modal untuk berbelanja barang dagangan. Selama ini, ia dibantu suami dan dua anak laki-lakinya, dan hasil berdagang perbulan rata-rata Rp 2,7 juta dibagi empat orang tersebut.
“Hasil minim membuat anak (anak tertua berusia 28 tahun) sampai takut nikah karena khawatir tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga kalau hanya bekerja di tempat ini, ditambah pemasukan selalu tersendat,” ungkapnya.
Setelah ia hengkang dari tempat ini, rencananya Wagirah hendak berdagang di pasar. Sementara sang suami ingin mengolah lahan pertanian saja.
Kantin ini sebenarnya cukup sederhana, dagangan yang tersedia pun terbatas yakni berupa soto ayam, nasi rames, lontong opor ayam, makanan gorengan, kerupuk, dan berbagai minuman sederhana berupa es teh, susu, kopi, dan es jeruk.
Namun keberadaan lokasi yang cukup nyaman yakni berada di komplek gedung DPRD, dekat dengan Mapolres, parkir luas, serta cukup jauh dari jalan raya membuat suasana nyaman ketika berlama-lama di kantin yang biasa disebut 'Sor Tepeng' (berada di bawah pohon ketepeng) ini.
Bukan hanya para anggota Polres Bantul, wartawan, pegawai sekretariat dewan, anggota dewan, dan beberapa pegawai dari instansi terdekat saja yang biasa betah di kantin ini. Namun masyarakat berbagai kalangan yang berkepentingan dengan DPRD memilih menyempatkan waktu sekadar minum di sini.
Hal itu juga karena di sekitar kawasan ini keberadaan rumah makan maupun warung kelontong masih jarang.
Mendengar informasi penutupan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Bantul, Tustiyani langsung mengumpulkan para sekretariat fraksi dewan di ruang kerjanya. Ia mengatakan, dari pertemuan tersebut memang saat pembayaran dilakukan satu bulan sekali, tapi tidak sampai lebih dari dua bulan.
“Yang saya terima dari sekretariat selama ini sudah ada kesepakatan awal untuk dilunasi saat awal bulan. Dan selama ini hubungan mereka baik-baik saja (fraksi dengan pengelola kantin),” kata Tusti.
Pihaknya pun tidak mempermasalahkan jika pengelola kantin akan pindah tempat. Sebab, saat ini pun sudah ada sejumlah pihak yang melakukan komunikasi untuk membuka usaha di tempat itu.
“Saya dengar-dengar malah sudah banyak yang mendaftar dan melobi ke sekretariat dewan,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjutnya, dewan sudah berbaik hati dengan menyediakan tempat bagi masyarakat untuk membuka usaha di lingkungan DPRD. Bahkan, fasilitas seperti air dan listrik tidak dipungut biaya ataupun pajak.
“Ini juga bagian dari kepedulian selama ini agar mereka bisa mengais rejeki di DPRD. Tapi kalau nanti ga ada ya sudah biarkan saja, dulu ga ada kantin juga bisa kok,” katanya.
Ke depan, pihaknya akan merekrut tenaga pramusaji untuk membantu mempersiapkan berbagai kebutuhan konsumsi di DPRD dengan sistem tenaga kontrak.
Namun ia menambahkan, jika penyebab kepergian pengelola kantin karena tunggakan poembayaran oleh para anggota dewan, Tusti menyayangkan kejadian itu.
“Anggota dewan kan digaji sama rakyat. Fraksi kan juga punya uang (anggaran) untuk jajan,” katanya.
Tusti mengaku prihatin dengan ditutupnya kantin tersebut. Sebab selama ini banyak anggota dewan di sela agenda rapat selalu menyempatkan waktu untuk sekadar minum teh maupun kopi serta menyapa para wartawan yang biasa berkumpul di lokasi ini.
"Kantin Sor Tepeng tutup selamanya," tulis Tustiyani di status blackberry messenger miliknya. Meskipun nantinya dimungkinkan ada orang lain yang berkeinginan membuka usaha serupa di sini, menurut Tusti rasa teh yang khas pasti akan berbeda rasanya.
Sementara itu, dari informasi yang diterima Tribun, beredar kabar bahwa penutupan kantin ini dipicu berbagai hal, di antaranya karena pengelola warung berencana menaikkan harga teh satu gelas dari semula Rp 1.600 menjadi Rp 2.000.
Selain itu, beredar pula informasi bahwa anak pertama pengelola kantin yang berkeinginan direkrut menjadi pegawai kontrak di sekretariat dewan, tidak disetujui.
Namun informasi tersebut belum memeroleh konfirmasi. Bahkan, Margi (54) suami Wagirah enggan berkomentar banyak. Ia hanya menjelaskan bahwa pihaknya sudah cukup lama membuka usaha di tempat ini dan ingin beralih ke tempat lain.
"Ya wes cukup lah, sudah kesel, pengen nyari sumber rejeki lainnya aja mas," ujar Margi dengan nada lirih.(tribunjogja.com)
SEMOGAN AGAN MAU NGASIH KOMENT
DAN JUGA

SUMBER
Diubah oleh bowokemixmax 30-11-2013 12:16
0
2K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan