MOHON MAAF SEBESAR2NYA, TERHITUNG SEJAK 2DESEMBER2013 PUKUL 17.00 SAYA SEBAGAI TS TIDAK AKAN MEREPLY LAGI KARENA ALASAN WAKTU. HARAP MAKLUM.
Menanggapi berita miring seputar dunia kedokteran beberapa hari ini, ane terpancing untuk membuat thread yang membahas sedikit tentang dunia kedokteran dan khususnya tentang kasus dokter Ayu dkk. Perlu diketahui, saya seorang dokter. kaya? ngga. sejahtera? alhamdulilah. masih bisa ngontrak rumah, masih bisa beli motor dan beli susu buat anak semata wayang.
langsung aja kita mulai. Anda sopan, saya segan. Ente maki2 ane, ane hanya bisa mengelus dada.
untuk para rekan sesama dokter dan terutama rekan mahasiswa kedokteran: terima kasih anda telah membantu saya menjawab komen2 yang ada. tapi demi Tuhan, JAGA EMOSI ANDA! Kita dituntut untuk selalu memberikan penjelasan dengan baik kepada pasien. di sini kita hanya menghadapi cemoohan dalam bentuk tulisan. Di dunia nyata anda bertemu mata dan bukan tidak mungkin anda di bawah ancaman senjata! Sekali lagi LATIH KESABARAN ANDA!. anda tidak membantu saya sama sekali bila jawaban anda ketus atau anda balik menyerang.
Mohon maaf bagi para kaskuser sekalian, saya tidak membalas setiap komen dengan intens, terutama postingan di atas halaman 60. maklum, saya juga punya kerjaan lain dan ngaskus pake hape itu suliitttt. hehehe...
Di sini saya hanya mencoba menjelaskan ttg kenapa kami demo, dan kenapa kami yakin bahwa dr Ayu tidak bersalah. pertanyaan yang OOT seperti ttg penyakit atau moralitas dokter mohon maaf akan saya abaikan... sekali2 akan saya jawab tapi jujur saya ga sanggup mereply satu2..
Spoiler for 1:
Q: Heh, dokter kok ababil banget sih kayak buruh, sampe demo2 segala?? Gak ada cara lain apa???
A: Mohon maaf sebesar2nya. kami pun tidak mau sampai demo seperti ini. tapi segala usaha mediasi kami kerap kali digagalkan. Demo adalah jalan terakhir... Kami pun demo karena alasan yang benar. Dokter yang salah TIDAK akan kami bela. dokter TIDAK KEBAL HUKUM. klo korupsi, nyolong, membunuh orang dengan sengaja, aborsi ilegal atau malpraktik lain , bukan hanya anda, kami pun sesama dokter pasti menghujatnya.
Spoiler for 2:
Q: lho, kan si dokter Ayu abal2 itu malpraktik??? gak usah banyak bacot tong!
A: Perlu dibedakan antara malpraktik dan risiko medis.
Malpraktik terjadi jika sang dokter tidak menaati SOP. sedangkan risiko medis adalah komplikasi yang bisa terjadi pada setiap orang. (pada kasus ini, yang terjadi adalah emboli paru.. monggo silahkan googling tentang emboli...).
Klo dokter malpraktik, iyalah HARUS dihukum! tapi masalahnya, banyak sekali yang salah menafsirkan, pasien meninggal = malpraktik.. TIDAK SELALU!
bila dokter tidak taat prosedur, biarpun pasiennya sembuh, tetap saja itu malpraktik, kalo ketauan bisa kena sanksi (bisa berupa peringatan, pencabutan SIP sampai pidana)
tapi kalo dokter taat prosedur, biarpun pasien meninggal, itu namanya risiko medis! manusia berusaha, Tuhan memutuskan...
Spoiler for 3:
Q: nah, tuh, malpraktik! katanya kan dokter Ayu dkk tsb menelantarkan pasien sekian jam! terus gak punya SIP! terus memalsukan tanda tangan! Gimana tuh???
A: Perlu dicatat bahwa dokter tsb adalah residen(dokter yang sedang mengambil spesialisasi). Residen tentu saja tidak punya SIP (surat ijin praktik), karena dia belum boleh praktik mandiri. dia harus bekerja di bawah pengawasan Konsulen (spesialis level master lah.. ), baik secara langsung maupun tidak langsung.
nah, yang namanya residen itu pasti 100% menaati prosedur. kalo gak bisa kena gampar konsulen dia. parah2nya malah DO dari spesialis. memalsukan tanda tangan secara logis adalah hal yang mustahil, ngapain juga dia malsuin, klo pasiennya menolak tanda tangan ya dia gak bakal operasi. malah gak repot, toh dia gak dibayar? (residen kerja kayak kuli tapi gak dibayar gan, malah bayar... jangan heran klo tarif SpOG mahal...)
yang bilang pasien ditelantarkan juga siapa? namanya orang hamil maw melahirkan kan pasti ditunggu sampai bukaan 10. dan pasti perutnya sakit (tanya aja ke ibu agan2 yang melahirkan agan, sesakit apa saat melahirkan.. ) nah, si ibu itu lagi ditungguin sampai bukaan lengkap, tapi di tengah jalan ternyata terjadi gawat janin + kondisi ibu memburuk. makanya dilakukan operasi caesar emergensi/CITO (monggo sekali lagi googling tentang apa itu operasi CITO). dan bahwa terjadi emboli yang mengakibatkan sang ibu meninggal, itu di luar kuasa dokter... sekali lagi, ini adalah operasi emergensi, jika operasi tidak dilakukan, maka bisa ibu + bayi meninggal... (alhamdulilah kabar terakhir sang bayi sehat walafiat..)
Spoiler for 4:
Q: terus ngapain demo2 segala?? kan kasian pasien terlantar!! anjink lah dokter2 semua!
A: Yang bilang nelantarin pasien thu siapa? nonton berita tipi? wah wah...
biarpun sebagian dokter mogok "massal", kita juga gak jahat kok. IGD tetep buka. layanan yang bersifat emergensi dan life-saving tetep jalan. rawat inap tetep ada dokter jaga. apalagi ICU. Poliklinik tutup? poliklinik kan kalo tanggalan merah juga tutup, minggu juga tutup. bedanya dikit (sekali lagi mohon maaf.. klo gak gini gak ada yang dengerin..). kalau ada yang sakit parah ato sakitnya gak ketahan bisa kok ke IGD. pasti dilayani.. Bahkan pelayanan untuk masyarakat miskin masih buka full.
Jangan terlalu percaya media gan... for them, bad news is good news...
Q: Terus, itu di berita??? ibu melahirkan di WC? Operasi elektif ditunda?
A: itu di puskesmas gan. klo ibu itu melahirkan di puskemas, yang jaga pasti bidan. dokter biasanya supervisi doank. melahirkan di WC? patut disayangkan, tapi kejadian ini kadang terjadi.. ibunya pengen BAB ternyata yang keluar malah bayi. terus bidan jaganya tergopoh2 karena kaget. lagi2, pasti media yang melintir2in beritanya.
Operasi elektif ditunda? iya ini sekali lagi mohon maaf. ditunda sehari karena kami perlu menyuarakan kekhawatiran kami tentang nasib dokter. tapi klo operasi emergensi tetep ada kok.
Spoiler for 6:
Q: Lebay, ah, 2 orang dipenjara aja sampe mogok nasional..
A: memang cuma 2 orang gan.. tapi implikasinya berabe. bayangkan kalo agan menolong orang, lalu orang itu mati, terus agan dipenjara gara2 bikin orang mati. mau gak? kita juga gak mau. kita SELALU mengobati orang dengan maksimal tapi hidup mati di tangan Tuhan.
Kalo dokternya koplak, gak menaati prosedur, kita juga gak belain kok. tapi baru kali ini terjadi, 2 dokter yang TIDAK BERSALAH(terbukti tidak malpraktik dan menaati prosedur) kena pidana. bayangkan anda menjadi kami, nolongi orang tapi kalo orangnya mati kami disalahin. ya males deeeeeeh.
Spoiler for 7:
Q: Emangnya kenapa kalo gitu?? takut??
A: yep, kami takut masuk bui. Kalo sampe kriminalisasi dokter dilanjutkan seperti ini, yang akan terjadi adalah:
1. dokter makin dikit. ya iyalah, kaya ngga, masuk bui iya. Bahkan saya sendiri sudah bersumpah, anak saya gak boleh jadi dokter. Ngapain? temen saya yang sekolah non dokter udah kaya raya, bisa beli mobil. saya masih ujan2an tiap pulang kerja..
2. praktikdefensive medicine. simplenya, praktik dimana dokter gak mau ambil risiko dalam penanganan pasien. akibatmya, akan banyak pemeriksaan yang tidak efisien. (contoh, sakit flu harus cek lab darah, roentgen, kultur bakteri, dll dsb). akhirnya biaya jadi meningkat. Flu yang tadinya cuma butuh biaya Rp30ribu udah sama obat, jadinya butuh jutaan karena dokter tidak maw ambil risiko. Ya kan? daripada saya masuk bui, mending saya ambil jalan aman? toh yang bayar situ ini.. praktik defensive medicine ini diterapkan di negara maju, tapi di sana udah tercover asuransi yang nation-wide dan waheeed. di sini? well, good luck...
Akhirnya saya mendapat berita yang cukup berimbang. narasumber mencakup pasien dan dokter ASLI, bukan dokter cap anggota dewan atau dokter cap LSM. ini merupakan sedikit intisari dari acara Hitam Putih oleh om Deddy Corbuzier di sini linknya
mangga dicermati. sekali lagi, ini juga merupakan bentuk media, jadi jangan ditelan mentah2 juga (Saya pribadi setuju dengan semua poin di artikel ini)
Spoiler for sedikit ulasan dari sisi hukum:
Quote:
Original Posted By Kopral Santoso►
sebenernya soal kasus dokter atau pid sus kesehatan saya melihatnya memang relatif ya. Kalau pada kasus di Manado dari sudut pandang hukum saya sendiri melihat ada beberapa kejanggalan, just my own opinion yah
Pidana seharusnya diputuskan berdasarkan fakta hukum atas perbuatan sesuai dengan unsur yang disangkakan (dalam hal ini kealpaan menyebabkan hilangnya nyawa)
Merujuk pada fakta hukum yang digelar pada tingkat 1 menghasilkan judex facti bahwa terdakwa diputus bebas murni dengan pertimbangan ketiadaan fakta hukum atas perbuatan yang didukung dengan alat bukti dan saksi fakta.
Keterangan ahli yang disampaikan pada tingkat 1 adalah keterangan yang bersifat post mortem atau dilakukan oleh ahli pada bidang forensik sehingga penjelasan penyebab kematian tidak berhubungan secara langsung dengan fakta perbuatan yang dilakukan terdakwa terhadap korban (dalam hal ini proses tindakan medis).
Keterangan ahli tidak cukup dapat menimbulkan keyakinan hakim pada tingkat 1 karena sifat dari keterangan ahli yang bukan merupakan sebuah kepastian melainkan sekadar kemungkinan. Dalam hal ini ahli menyampaikan bahwa penyebab kematian karena tindakan terdakwa melakukan operasio sesar sehingga menyebabkan implikasi tertentu yang berakibat kematian pada korban. Ahli sejauh fakta persidangan, tidak dapat memberikan kepastian dan atau jaminan bahwa bilamana terdakwa tidak melakukan operasi sesar tersebut maka korban dijamin pasti akan selamat.
Proses tindakan medis yang dilakukan oleh para terdakwa adalah melanggar proses administrasi kesehatan yang berlaku namun perlu dipahami bahwa proses administrasi ini tidak dapat ditempatkan dan dikaitkan secara langsung sebagai penyebab hilangnya nyawa dari korban dalam tindakan medis karena proses administrasi bukan merupakan alat untuk menghilangkan nyawa korban atau merupakan perbuatan pokok dalam kealpaan sehingga menyebabkan hilangnya nyawa korban.
Pelanggaran proses administrasi medis adalah pelanggaran etika kedokteran yang serius, namun demikian dalam konteks kode etik dokter ranah pelanggaran ini adalah ranah pelanggaran profesi tersumpah dan bukan merupakan ranah pidana.
Ranah pelanggaran profesi seharusnya ada dalam tataran keperdataan dimana sanksi yang digariskan sesuai dengan kode etik kedokteran adalah sanksi profesi sekurangnya berupa teguran dan seberatnya adalah pencabutan ijin praktek dokter terhadap para teradu.
Ranah pelanggaran profesi seharusnya ditangani oleh Majelis Kehormatan Kedokteran dalam sidang kode etik dokter karena selain daripada memeriksa perihal pelanggaran administrasi kedokteran juga dapat sekaligus memeriksa tindakan medis yang dilakukan para teradu secara ilmiah sehingga dapat diketahui justifikasi tindakan tersebut apakah sesuai atau tidak sesuai.
Bilamana ditemukan tindakan pidana dalam proses tindakan medis yang dilakukan oleh teradu dalam sidang kode etik, maka Majelis Kehormatan Kedokteran wajib untuk melaporkan hal tersebut sebagai pidana kepada pihak yang berwajib.
Bilamana tidak ditemukan adanya pidana namun terdapat pelanggaran kode etik yang diputuskan oleh Majelis Kehormatan Kedokteran maka hasil sudang kode etik tersebut dapat dijadikan fundamentum petendi untuk melakukan gugatan perdata ganti kerugian daripada para pihak yang merasa dirugikan atas tindakan para teradu dalam proses tindakan medis tersebut.
Dalam permasalahan Manado saya pribadi melihat ada kecenderungan mistrial dimana terdakwa dihukum berdasarkan perbuatan yang seharusnya belum menjadi ranah pengadilan umum namun diputuskan pengadilan umum dengan dasar kemungkinan atas perbuatan dan bukan kepastian akan perbuatan. Pengadilan umum tidak memiliki kapasitas dalam mengukur sebuah tindakan medis sebagai perbuatan alpa menghilangkan nyawa orang namun digunakan sebagai dasar dalam membuat putusan.
Judex Facti pada tingkat 1 rasanya sudah cukup pas melihat pada fakta persidangan dan alat bukti yang tersedia (menurut saya loh ) sehingga penerapan hukum MA saya lihat cenderung spekulatif meskipun bisa saja memuaskan keadilan publik.
MA harus lebih peka dalam memikirkan implikasi dari sebuah putusan kasasi karena memiliki dampak sosiologis yang nyata dan wajib ditelaah kegunaannya demi kepentingan umum.
Tidak dapat dipungkiri memang dalam kenyataannya sidang kode etik profesi kebanyakan mengkedepankan jiwa korsa Walhasil hampir tidak ada sesama profesi yang menjerumusan rekan se profesinya dalam sidang kode etik profesi. Tidak hanya dokter sebenarnya, advokat dan polisi sekalipun akan cenderung saling menjustifikasi perbuatan rekan sejawat karena perasaan empati lebih besar daripada pengungkapan fakta Inilah yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama dan terutama perhatian dari pemerintah Indonesia. Pemerintah harus lebih memperhatikan bagaimana kerja dari profesi tersumpah termasuk penyelesaian permasalahan dan arbitrase yang mungkin timbul dalam sebuah kerangka yang lebih profesional. Pada masa mendatang, secara pribadi saya berharap kasus Manado ini menjadi satu-satunya dan menjadi pelajaran untuk bersama. Tempuh mekanisme yang tepat supaya tidak mis trial dan buang jauh-jauh sikap saling melindungi dalam profesi sehingga tercipat satu transparansi dan perbaikan tingkat kepercayaan publik dan profesionalisme pada dunia kedokteran dan dunia profesi tersumpah lain pada umumnya
[
Quote:
sumber bikinan dokter sableng.. SANGAT LAYAK DIBACA! (lumayan bikin ketawa ketiwi...)
dalam komunikasi massa biasa kita kenal sebagai
TRIAL BY PRESS dan Agenda Setting
media tidak menulis semua fakta yang benar mungkin ada sebagian melebih lebihkan untuk menaikan rating, makannya kenapa dokter di hujat disaat seperti ini. dan media dianggap benar dalam pemberitaan itulah disebut agenda setting, media massa berlaku sebagai pusat penentuan kebenaran, belum tentu kan klo tidak dari sumbernya langsung, jadi sebagian masyarakat indonesia percaya pemberitaan pertama dimedia yg menjudge ini itu,, itu klo dilihat dari segi Komunikasi massa atau bisa dipandang dari jurnalisme