- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
RUPIAH JATUH INDONESIA TERANCAM BANGKRUT!!!
TS
ken nero
RUPIAH JATUH INDONESIA TERANCAM BANGKRUT!!!
Kurs Rupiah Anjlok Akibat Liberalisasi Impor Pangan
Jakarta, Sayangi.com - Liberalisasi perdagangan, khususnya pangan, sebagai satu diantara penyebab ambruknya rupiah
belakangan ini.
Penilaian itu diangkap Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) M. Riza Damanik. "Segera kendalikan impor kalau tidak
neraca perdagangan akan kian melebar," saran Riza Damanik, kepada Antara di Jakarta, Sabtu (24/8).
Namun di sisi lain, ujar Riza, pemerintah juga harus meningkatkan produktivitas pangan dengan strategi memberikan insentif di
sejumlah sektor.
Hal itu diperlukan untuk menyegerakan peningkatan produktivitas pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
Untuk itu, IGJ mendesak pemerintah segera meninggalkan impor sebagai solusi krisis untuk menjawab persoalan pangan nasional
dan menghentikan liberalisasi pertanian yang didorong Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Pelemahan rupiah terhadap dolar AS akan mendorong tingginya biaya impor dan berdampak kepada naiknya harga pangan
impor," katanya.
Ia juga mendesak pemerintah segera merealisasikan kedaulatan pangan melalui prioritas anggaran negara untuk meningkatkan
produktivitas pangan nasional, khususnya kepada petani dan nelayan tradisional.
Hal senada diungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis. Menurutnya, nilai rupiah makin terpuruk akibat kebijakan
impor yang diterapkan pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga kebutuhan pokok.
"Ini merupakan akibat pemerintah menempuh 'policy instant', apa-apa impor. Jadi kebutuhan valuta asing meningkat," kata Harry
di Batam, Kamis (22/8).
Kebijakan impor, kata Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu, memang dapat bekerja secara instan untuk menurunkan harga
kebutuhan masyarakat. Namun, pemerintah tidak memikirkan jangka panjang dari impor, yaitu kebutuhan valuta asing yang
meningkat hingga melemahkan nilai rupiah.
Sementara itu, Harga berbagai produk impor diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 15 persen dibandingkan kondisi normal
akibat pelemahan nilai tukar rupiah.
"Kenaikan tersebut karena semua transaksi ekspor impor di pasar internasional menggunakan dolar AS," ujar Ketua Gabungan
Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Timur, Bambang Sukadi di Surabaya, Kamis (22/8).
Salah satu dampaknya, menurut dia, importir mengalami kerugian yang diprediksi bisa mencapai triliunan rupiah dalam setiap nilai
perdagangan dari produk yang dihasilkan. (MARD/Ant)
Faktor apa sajakah penyebab turunnya nilai rupiah?
Sedih mendengar nilai rupiah anjlok, padahal selama ini saya dengar perekonomian Indonesia sedang
membaik. Tapi apalah yang bisa saya lakukan.. Bahkan saya kurang paham bagaimana sistem
perekonomian dan keuangan negara.
Adakah yang bisa menjelaskan kenapa nilai Rupiah bisa naik dan turun? Atau mungkin solusi
terpendam
Best Answer (Chosen by Asker)
1.
Investor asing ramai-ramai jual saham atas saham yang dimilikinya. Sehingga harga saham di BEI pada
rontok, karena banyak yang jual, sedikit yang beli. Hasil penjualan saham dalam bentuk rupiah mereka
belikan dolar, untuk dibawa pulang ke kampungnya. Akibatnya harga dolar naik, rupiah jadi turun.
2.
Jumlah hutang asing yang jatuh tempo membengkak, maka debitur berbondong-bondong beli dolar untuk
bayar utang.
3. Neraca berjalan defisit (impor lebih besar dari ekspor), berefek jumlah dolar yang keluar
untuk belanja lebih banyak daripada yang masuk.
4. Situasi keuangan global yang tidak menentu,
berakibat investor lebih banyak menyimpan uangnya dalam pundi-pundi daripada untuk membuka
usaha di Indonesia.
5. Korupsi yang semakin marak, membuat investor malas masuk karena biaya
usahanya jadi membengkak.
6. Penegakan hukum yang masih loyo, membuat orang asing takut untuk
investasi di Indonesia, efeknya dolar seret masuk.
Ya inilah akibat korupsi n gaya hidup orang indonesia yang suka barang impor .motto orang indonesia : biar korupsi asal kaya, biar tekor asal keren.biar ngutang asal gaya.coba lihat di tv2 pejabat2, artis2, orang2 kaya adu "Keren" .beli mobil ferarri, lambo, porsche, motor harley, tas hermes harga ratusan jt, banyak lagi dah.orang yg penghasilan pas-pasan pun mau ikut-ikutan gaya padahal ga mampu.pake kartu kredit beli gadget mahal biar di bilang "gaul ".maksain diri kredit motor n mobil biar di bilang "sukses".supaya kalau pulang kampung bisa gaya.
belum lagi pemerintah yg tidak becus mengurus ekonomi.negara auto pilot.pejabat2nya bodoh semua.kementerian pertanian kerjanya cuma impor, luas indonesia segede gini ga bisa swasembada pangan ?.ngapain aja kerja pejabat2 pertanian ?.kan banyak lahan kosong , coba kalau semua di tanami daripada jadi lahan nganggur.masa sih kalah dgnl jepang yg bikin pertanian di atap gedung, lahan2 kecil.
kementerian perdagangan malah "membebaskan" impor.menganak tirikan produk lokal.pasang iklan segede gaban di jalan tv : cintailah produk dalam negeri.prettlah pejabat2 sendiri kasi contoh jelek.pake sepatu bally harga jutaan, jam tangan harga ratusan jt, mobil harga milyaran, jalan2 ke luar negeri pake apbn lagi.tailah semua....
jangan2 semua pejabat indonesia sudah jadi agen neolib...
siap-siaplah kita mengalami kebangkrutan ekonomi.tidak mustahil rupiah bisa turun terus sampai 20000.kalau faktanya masih begini.jangan banyak berharap pada calon presiden th depan.modus mereka sama aja cuma mau ngeruk duit negara.kalau ga korupsi gimana bisa balik modal kampanye ?.emang ada yg mau buang duit percuma ?.
rakyat indonesia sendiri yg harus berubah, ga usah mau keren tapi tekor, ga usah kredit motor n mobil kalau ga mampu bayar angsuran.kalau punya lahan lebih baik di tanami daripada nganggur .buat buruh2 kalau punya lahan di kampung ya balik kampung aja .jadi petani, banyak petani kaya n sukses.apalagi sekarang harga pangan naik terus.mana ada harga beras turun ?.daripada demo melulu ngeluh gaji kurang.kalau mengikuti keinginan ya berapapun gajinya tetap merasa kurang.buktinya pejabat2 yg gajinya ratusan jt/bulan korupsi jg, ngeluh jg gajinya ga naik2.aneh
Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan Dampaknya
Posted by IndoPROGRESS
Mohamad Zaki Hussein, anggota Partai Rakyat Pekerja (PRP)
SEJAK Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara
emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-
Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar
Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen. [1] Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa negara emerging
markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:
Grafik 1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
Indeks, 15 Mei 2013 = 100
Sumber: Wells Fargo Securities Economics Group, LLC, Weekly Economic & Financial Commentary , 30 Agustus 2013,
hlm. 4, https://www.wellsfargo.com/downloads...ly-commentary/
WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf .
Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan ( supply-demand ) atas mata uang tersebut. Jika
permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu
akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar
mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan
atasnya rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua
faktor. Pertama , keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini
menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk
diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi
portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan
kecenderungan menurun dari Rupiah. Dalam grafik di bawah, kita bisa lihat bahwa IHSG mengalami kecenderungan menurun
sejak Juni 2013:
Grafik 2
IHSG April-Agustus 2013
Sumber: Bloomberg , http://www.bloomberg.com/quote/JCI:IND/chart .
Kenapa investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (bank
sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di
depan Kongres AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging markets pun anjlok
(lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau
aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi
pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat. Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset
finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara
emerging markets . Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di
negara-negara emerging markets . Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik.
Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark , naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan
terakhir. [2]
Faktor kedua yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah adalah neraca nilai perdagangan
Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor. Dalam Tabel 1 di bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai
perdagangan Indonesia selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas sebenarnya mengalami
surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor
migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS.
Tabel 1
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)
Ekspor Impor Neraca
Bulan Migas Nonmiga
s
Total Migas Nonmiga
s
Total Migas Nonmiga
s
Total
Januari 2,66 12,72 15,38 3,97 11,48 15,45 -1,31 1,24 -0,07
Februari 2,57 12,45 15,02 3,64 11,67 15,31 -1,07 0,78 -0,29
Maret 2,93 12,09 15,02 3,90 10,99 14,89 -0,97 1,10 -0,13
April 2,45 12,31 14,76 3,63 12,83 16,46 -1,18 -0,52 -1,70
Mei 2,92 13,21 16,13 3,44 13,22 16,66 -0,52 -0,01 -0,53
Juni 2,80 11,96 14,76 3,53 12,11 15,64 -0,73 -0,15 -0,88
Juli 2,28 12,83 15,11 4,14 13,28 17,42 -1,86 -0,45 -2,31
Jan-Juli 18,61 87,57 106,18 26,25 85,58 111,
83
-7,64 1,99 -5,65
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik , No. 58/09/Th. XVI, 2 September 2013, hlm. 14, http://
www.bps.go.id/brs_file/eksim_02sep13.pdf .
Dinamika ekspor-impor memang bisa berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang
negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan dengan mata uang negara
eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar
bisa ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam
impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena selama Januari-Juli
2013, impor Indonesia lebih kecil daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.
Apa Dampak Melemahnya Rupiah?
Apa dampak pelemahan Rupiah? Ketika nilai tukar sebuah mata uang melemah, maka yang biasanya mencolok terkena
dampaknya adalah harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang
modal). Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, maka jika nilai mata uang negara tujuan jatuh,
harga komoditi impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar AS = 9.000
Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka harga komoditi impor pun akan naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya
Rp1,5 juta akan naik Rp150 ribu menjadi Rp1,65 juta.
Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03 persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli.
Sementara, pada bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2013 adalah
7,94 persen dan ini merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak 2009. [3] Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik
bukan hanya barang-barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi
(sebagian besar) alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe, misalnya, naik 20-25 persen,
karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor. [4]
Saya belum mendapat data tentang proporsi alat-alat produksi impor dari total alat produksi di Indonesia. Namun, kita bisa
mendapat gambaran kasar tentang hal ini dari perbandingan antara impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang
modal di Indonesia. Kalau kita lihat Tabel 2, proporsi impor terbesar pada Januari-Juli 2013 adalah impor bahan baku/
penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian urutan kedua ditempati oleh impor barang modal (mesin-mesin, dan
sebagainya), sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan terakhir baru kita dapati impor barang konsumsi dengan besaran
6,97% dari total impor. Dari data ini, kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi impor dalam industri Indonesia
cukup tinggi.
Tabel 2
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Penggunaan Golongan Barang Nilai CIF (Juta US$)
Januari-Juli 2013
Peran terhadap Total Impor
Januari-Juli 2013 (%)
Barang Konsumsi 7.799,0 6,97
Bahan Baku/Penolong 85.162,4 76,16
Barang Modal 18.867,0 16,87
Total Impor 111.828,4 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, op. cit., hlm. 12.
Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan harga komoditi impor ini? Pertama , konsumen, terutama konsumen kelas bawah,
sejauh pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua, pihak-pihak dalam rantai distribusi
komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut. Misalnya,
belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam sudah menghentikan aktivitas usahanya. [5] Ketiga, para
usahawan yang berorientasi pasar dalam negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti
pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, dan sebagainya. [6] Keempat, rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi konsumsi
akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat
produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri (dibahas di bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga
penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing. [7]
Logikanya sama dengan dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah berbanding
Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai
dengan Maret 2013, total utang luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank
sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar AS. [8]
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri Indonesia ini? Pertama , untuk
utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang, dan (2) para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang
tersebut. Kedua, untuk utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN, dimana ketika anggaran
terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum
juga akan terkena dampaknya. Ketiga, pembayaran utang luar negeri cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah,
karena uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah
bisa semakin lemah.
Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis Rupiah? Jika mata uang suatu negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor
ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi
baterai Eveready yang sebagian besarnya diekspor, [9] eksportir udang, [10] dan eksportir kakao di Sulawesi Selatan. [11]
Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung, karena banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan
baku impor, sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan harga barang ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku
impornya yang mahal. [12]
Catatan Penutup
Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa jatuhnya nilai tukar Rupiah disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1)
keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca
nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga komoditi impor, baik yang menjadi
obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun kenaikan harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga
komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya impor; (2) kenaikan nominal Rupiah
dari utang luar negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang dipaparkan di atas barulah “penyebab langsungnya” ( immediate
causes ), bukan “akar masalahnya.” Pembahasan tentang akar masalah berada di luar lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa
mengajukan beberapa pertanyaan sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya. Pertama , terkait dengan
keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini sebenarnya merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar-
negara. Tingkat mobilitas kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas mata uang. Pertanyaannya, apa yang memungkinkan
adanya tingkat mobilitas kapital seperti itu? Dan mengingat efek destruktifnya, bagaimana cara melawan mobilitas kapital yang
seperti itu? Kedua, terkait dengan tingginya impor Indonesia, pertanyaannya adalah kenapa impor kita bisa seperti itu? Dan
bagaimana cara melepaskan ketergantungan ekonomi kita terhadap impor? ***
Jakarta, Sayangi.com - Liberalisasi perdagangan, khususnya pangan, sebagai satu diantara penyebab ambruknya rupiah
belakangan ini.
Penilaian itu diangkap Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) M. Riza Damanik. "Segera kendalikan impor kalau tidak
neraca perdagangan akan kian melebar," saran Riza Damanik, kepada Antara di Jakarta, Sabtu (24/8).
Namun di sisi lain, ujar Riza, pemerintah juga harus meningkatkan produktivitas pangan dengan strategi memberikan insentif di
sejumlah sektor.
Hal itu diperlukan untuk menyegerakan peningkatan produktivitas pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
Untuk itu, IGJ mendesak pemerintah segera meninggalkan impor sebagai solusi krisis untuk menjawab persoalan pangan nasional
dan menghentikan liberalisasi pertanian yang didorong Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Pelemahan rupiah terhadap dolar AS akan mendorong tingginya biaya impor dan berdampak kepada naiknya harga pangan
impor," katanya.
Ia juga mendesak pemerintah segera merealisasikan kedaulatan pangan melalui prioritas anggaran negara untuk meningkatkan
produktivitas pangan nasional, khususnya kepada petani dan nelayan tradisional.
Hal senada diungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis. Menurutnya, nilai rupiah makin terpuruk akibat kebijakan
impor yang diterapkan pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga kebutuhan pokok.
"Ini merupakan akibat pemerintah menempuh 'policy instant', apa-apa impor. Jadi kebutuhan valuta asing meningkat," kata Harry
di Batam, Kamis (22/8).
Kebijakan impor, kata Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu, memang dapat bekerja secara instan untuk menurunkan harga
kebutuhan masyarakat. Namun, pemerintah tidak memikirkan jangka panjang dari impor, yaitu kebutuhan valuta asing yang
meningkat hingga melemahkan nilai rupiah.
Sementara itu, Harga berbagai produk impor diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 15 persen dibandingkan kondisi normal
akibat pelemahan nilai tukar rupiah.
"Kenaikan tersebut karena semua transaksi ekspor impor di pasar internasional menggunakan dolar AS," ujar Ketua Gabungan
Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Timur, Bambang Sukadi di Surabaya, Kamis (22/8).
Salah satu dampaknya, menurut dia, importir mengalami kerugian yang diprediksi bisa mencapai triliunan rupiah dalam setiap nilai
perdagangan dari produk yang dihasilkan. (MARD/Ant)
Faktor apa sajakah penyebab turunnya nilai rupiah?
Sedih mendengar nilai rupiah anjlok, padahal selama ini saya dengar perekonomian Indonesia sedang
membaik. Tapi apalah yang bisa saya lakukan.. Bahkan saya kurang paham bagaimana sistem
perekonomian dan keuangan negara.
Adakah yang bisa menjelaskan kenapa nilai Rupiah bisa naik dan turun? Atau mungkin solusi
terpendam
Best Answer (Chosen by Asker)
1.
Investor asing ramai-ramai jual saham atas saham yang dimilikinya. Sehingga harga saham di BEI pada
rontok, karena banyak yang jual, sedikit yang beli. Hasil penjualan saham dalam bentuk rupiah mereka
belikan dolar, untuk dibawa pulang ke kampungnya. Akibatnya harga dolar naik, rupiah jadi turun.
2.
Jumlah hutang asing yang jatuh tempo membengkak, maka debitur berbondong-bondong beli dolar untuk
bayar utang.
3. Neraca berjalan defisit (impor lebih besar dari ekspor), berefek jumlah dolar yang keluar
untuk belanja lebih banyak daripada yang masuk.
4. Situasi keuangan global yang tidak menentu,
berakibat investor lebih banyak menyimpan uangnya dalam pundi-pundi daripada untuk membuka
usaha di Indonesia.
5. Korupsi yang semakin marak, membuat investor malas masuk karena biaya
usahanya jadi membengkak.
6. Penegakan hukum yang masih loyo, membuat orang asing takut untuk
investasi di Indonesia, efeknya dolar seret masuk.
Ya inilah akibat korupsi n gaya hidup orang indonesia yang suka barang impor .motto orang indonesia : biar korupsi asal kaya, biar tekor asal keren.biar ngutang asal gaya.coba lihat di tv2 pejabat2, artis2, orang2 kaya adu "Keren" .beli mobil ferarri, lambo, porsche, motor harley, tas hermes harga ratusan jt, banyak lagi dah.orang yg penghasilan pas-pasan pun mau ikut-ikutan gaya padahal ga mampu.pake kartu kredit beli gadget mahal biar di bilang "gaul ".maksain diri kredit motor n mobil biar di bilang "sukses".supaya kalau pulang kampung bisa gaya.
belum lagi pemerintah yg tidak becus mengurus ekonomi.negara auto pilot.pejabat2nya bodoh semua.kementerian pertanian kerjanya cuma impor, luas indonesia segede gini ga bisa swasembada pangan ?.ngapain aja kerja pejabat2 pertanian ?.kan banyak lahan kosong , coba kalau semua di tanami daripada jadi lahan nganggur.masa sih kalah dgnl jepang yg bikin pertanian di atap gedung, lahan2 kecil.
kementerian perdagangan malah "membebaskan" impor.menganak tirikan produk lokal.pasang iklan segede gaban di jalan tv : cintailah produk dalam negeri.prettlah pejabat2 sendiri kasi contoh jelek.pake sepatu bally harga jutaan, jam tangan harga ratusan jt, mobil harga milyaran, jalan2 ke luar negeri pake apbn lagi.tailah semua....
jangan2 semua pejabat indonesia sudah jadi agen neolib...
siap-siaplah kita mengalami kebangkrutan ekonomi.tidak mustahil rupiah bisa turun terus sampai 20000.kalau faktanya masih begini.jangan banyak berharap pada calon presiden th depan.modus mereka sama aja cuma mau ngeruk duit negara.kalau ga korupsi gimana bisa balik modal kampanye ?.emang ada yg mau buang duit percuma ?.
rakyat indonesia sendiri yg harus berubah, ga usah mau keren tapi tekor, ga usah kredit motor n mobil kalau ga mampu bayar angsuran.kalau punya lahan lebih baik di tanami daripada nganggur .buat buruh2 kalau punya lahan di kampung ya balik kampung aja .jadi petani, banyak petani kaya n sukses.apalagi sekarang harga pangan naik terus.mana ada harga beras turun ?.daripada demo melulu ngeluh gaji kurang.kalau mengikuti keinginan ya berapapun gajinya tetap merasa kurang.buktinya pejabat2 yg gajinya ratusan jt/bulan korupsi jg, ngeluh jg gajinya ga naik2.aneh
Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan Dampaknya
Posted by IndoPROGRESS
Mohamad Zaki Hussein, anggota Partai Rakyat Pekerja (PRP)
SEJAK Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara
emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-
Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar
Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen. [1] Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa negara emerging
markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:
Grafik 1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
Indeks, 15 Mei 2013 = 100
Sumber: Wells Fargo Securities Economics Group, LLC, Weekly Economic & Financial Commentary , 30 Agustus 2013,
hlm. 4, https://www.wellsfargo.com/downloads...ly-commentary/
WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf .
Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan ( supply-demand ) atas mata uang tersebut. Jika
permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu
akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar
mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan
atasnya rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua
faktor. Pertama , keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini
menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk
diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi
portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan
kecenderungan menurun dari Rupiah. Dalam grafik di bawah, kita bisa lihat bahwa IHSG mengalami kecenderungan menurun
sejak Juni 2013:
Grafik 2
IHSG April-Agustus 2013
Sumber: Bloomberg , http://www.bloomberg.com/quote/JCI:IND/chart .
Kenapa investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (bank
sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di
depan Kongres AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging markets pun anjlok
(lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau
aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi
pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat. Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset
finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara
emerging markets . Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di
negara-negara emerging markets . Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik.
Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark , naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan
terakhir. [2]
Faktor kedua yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah adalah neraca nilai perdagangan
Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor. Dalam Tabel 1 di bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai
perdagangan Indonesia selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas sebenarnya mengalami
surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor
migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS.
Tabel 1
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)
Ekspor Impor Neraca
Bulan Migas Nonmiga
s
Total Migas Nonmiga
s
Total Migas Nonmiga
s
Total
Januari 2,66 12,72 15,38 3,97 11,48 15,45 -1,31 1,24 -0,07
Februari 2,57 12,45 15,02 3,64 11,67 15,31 -1,07 0,78 -0,29
Maret 2,93 12,09 15,02 3,90 10,99 14,89 -0,97 1,10 -0,13
April 2,45 12,31 14,76 3,63 12,83 16,46 -1,18 -0,52 -1,70
Mei 2,92 13,21 16,13 3,44 13,22 16,66 -0,52 -0,01 -0,53
Juni 2,80 11,96 14,76 3,53 12,11 15,64 -0,73 -0,15 -0,88
Juli 2,28 12,83 15,11 4,14 13,28 17,42 -1,86 -0,45 -2,31
Jan-Juli 18,61 87,57 106,18 26,25 85,58 111,
83
-7,64 1,99 -5,65
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik , No. 58/09/Th. XVI, 2 September 2013, hlm. 14, http://
www.bps.go.id/brs_file/eksim_02sep13.pdf .
Dinamika ekspor-impor memang bisa berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang
negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan dengan mata uang negara
eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar
bisa ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam
impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena selama Januari-Juli
2013, impor Indonesia lebih kecil daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.
Apa Dampak Melemahnya Rupiah?
Apa dampak pelemahan Rupiah? Ketika nilai tukar sebuah mata uang melemah, maka yang biasanya mencolok terkena
dampaknya adalah harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang
modal). Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, maka jika nilai mata uang negara tujuan jatuh,
harga komoditi impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar AS = 9.000
Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka harga komoditi impor pun akan naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya
Rp1,5 juta akan naik Rp150 ribu menjadi Rp1,65 juta.
Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03 persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli.
Sementara, pada bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2013 adalah
7,94 persen dan ini merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak 2009. [3] Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik
bukan hanya barang-barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi
(sebagian besar) alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe, misalnya, naik 20-25 persen,
karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor. [4]
Saya belum mendapat data tentang proporsi alat-alat produksi impor dari total alat produksi di Indonesia. Namun, kita bisa
mendapat gambaran kasar tentang hal ini dari perbandingan antara impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang
modal di Indonesia. Kalau kita lihat Tabel 2, proporsi impor terbesar pada Januari-Juli 2013 adalah impor bahan baku/
penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian urutan kedua ditempati oleh impor barang modal (mesin-mesin, dan
sebagainya), sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan terakhir baru kita dapati impor barang konsumsi dengan besaran
6,97% dari total impor. Dari data ini, kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi impor dalam industri Indonesia
cukup tinggi.
Tabel 2
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Penggunaan Golongan Barang Nilai CIF (Juta US$)
Januari-Juli 2013
Peran terhadap Total Impor
Januari-Juli 2013 (%)
Barang Konsumsi 7.799,0 6,97
Bahan Baku/Penolong 85.162,4 76,16
Barang Modal 18.867,0 16,87
Total Impor 111.828,4 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, op. cit., hlm. 12.
Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan harga komoditi impor ini? Pertama , konsumen, terutama konsumen kelas bawah,
sejauh pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua, pihak-pihak dalam rantai distribusi
komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut. Misalnya,
belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam sudah menghentikan aktivitas usahanya. [5] Ketiga, para
usahawan yang berorientasi pasar dalam negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti
pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, dan sebagainya. [6] Keempat, rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi konsumsi
akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat
produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri (dibahas di bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga
penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing. [7]
Logikanya sama dengan dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah berbanding
Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai
dengan Maret 2013, total utang luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank
sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar AS. [8]
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri Indonesia ini? Pertama , untuk
utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang, dan (2) para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang
tersebut. Kedua, untuk utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN, dimana ketika anggaran
terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum
juga akan terkena dampaknya. Ketiga, pembayaran utang luar negeri cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah,
karena uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah
bisa semakin lemah.
Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis Rupiah? Jika mata uang suatu negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor
ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi
baterai Eveready yang sebagian besarnya diekspor, [9] eksportir udang, [10] dan eksportir kakao di Sulawesi Selatan. [11]
Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung, karena banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan
baku impor, sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan harga barang ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku
impornya yang mahal. [12]
Catatan Penutup
Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa jatuhnya nilai tukar Rupiah disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1)
keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca
nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga komoditi impor, baik yang menjadi
obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun kenaikan harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga
komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya impor; (2) kenaikan nominal Rupiah
dari utang luar negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang dipaparkan di atas barulah “penyebab langsungnya” ( immediate
causes ), bukan “akar masalahnya.” Pembahasan tentang akar masalah berada di luar lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa
mengajukan beberapa pertanyaan sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya. Pertama , terkait dengan
keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini sebenarnya merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar-
negara. Tingkat mobilitas kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas mata uang. Pertanyaannya, apa yang memungkinkan
adanya tingkat mobilitas kapital seperti itu? Dan mengingat efek destruktifnya, bagaimana cara melawan mobilitas kapital yang
seperti itu? Kedua, terkait dengan tingginya impor Indonesia, pertanyaannya adalah kenapa impor kita bisa seperti itu? Dan
bagaimana cara melepaskan ketergantungan ekonomi kita terhadap impor? ***
Diubah oleh ken nero 30-11-2013 18:18
0
5.9K
27
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan