- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Dokter Pun Berunjuk Rasa


TS
kemalmahendra
Dokter Pun Berunjuk Rasa
Kalangan dokter tidak tahan dengan kriminalisasi yang mereka rasakan. Para dokter mengekspresikan kegundahan dengan berunjuk rasa di depan Mahkamah Agung. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboy mendukung langkah para dokter untuk mengekspresikan kegundahan mereka.
Bahkan Menteri Kesehatan akan mengambil inisiatif untuk mengajukan peninjauan kembali atas nasib yang dialami tiga dokter di Manado yang dijatuhi hukuman 10 bulan oleh Mahkamah Agung. Menkes berpandangan bahwa ketiga dokter itu tidak pantas dijatuhi hukuman, karena mereka menjalankan tugas sebagai dokter yang memang. penuh dengan risiko.
Situasi yang sedang terjadi menambahkan ketegangan yang terjadi di tengah masyarakat. Begitu banyak persoalan sehari-hari yang begitu mengimpit, sehingga membuat kita begitu mudah untuk bereaksi.
Ketika para dokter melakukan unjuk rasa dan aksi solidaritas di banyak tempat mencerminkan bahwa persoalan hidup yang kita hadapi tidaklah ringan. Bayangkan, sampai dokter yang seharusnya memiliki cara berpikir yang lebih luas, tidak mampu untuk bisa menahan emosinya.
Teringat apa yang pernah diucapkan mantan Menteri Pertambagan dan Energi, Prof Subroto. Ketegangan menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dari bangsa ini, karena kita cenderung mendekati persoalan dengan kalah dan menang.
Sepertinya sudah tidak dikenal lagi yang namanya musyawarah-mufakat. Padahal salah satu kekuatan yang dimiliki bangsa ini adalah urun-rembuk. Segala sesuatu diselesaikan dengan cara gotong-royong.
Kita sudah tidak melihat lagi semangat seperti itu. Terutama setelah era reformasi, semua persoalan selalu didekati dengan cara menang dan kalah, benar dan salah. Kita berlomba-lomba untuk mengalahkan pihak lain, bahkan dengan menghalalkan segala cara.
Semua itu bahkan dicontohkan oleh mereka yang berada di atas. Para elite politik sejak era reformasi selalu bersiasat untuk mengalahkan pihak yang berseberangan dengan mereka. Kalau perlu dilakukan dengan akal-akalan.
Tidak pernah ada upaya untuk menyelesaikan persoalan dengan cara musyawarah. Semua hal selalu ditempuh dengan cara pemungutan suara atau voting. Seakan-akan itulah cara penyelesaian persoalan yang paling benar.
Kita tidak pernah menyadari bahwa pada bangsa ini dikenal kultur dendam. Sulit pada bangsa ini untuk bisa menerima kekalahan dan mereka yang kalah selalu mencari jalan untuk membalas dendam.
Atas dasar itulah Bung Karno ketika menyusun ideologi bangsa ini memilih prinsip musyawarah-mufakat. Bung Karno memahami betul karakter bangsa ini dan menyatakan bahwa cara penyelesaian setiap persoalan dengan cara musyawarah-mufakat itulah yang terbaik bagi bangsa dan negara ini.
Sayang bahwa para pemimpin bangsa selanjutnya tidak memahami landasan berpikir yang dipakai Bung Karno. Mereka tidak merawat dengan baik prinsip itu dan tidak pernah mau mempraktikkan. Para pemimpin yang datang kemudian lebih terpukau oleh praktik demokrasi yang dipakai negara Barat, di mana setiap persoalan diselesaikan dengan cara voting.
Kita seharusnya kembali ke jati diri kita sebagai bangsa. Kita harus mau mendengar dan membuka hati ketika menghadapi persoalan. Kita rembuk bersama setiap persoalan yang dihadapi untuk mencari jalan terbaik bagi semua pihak.
Termasuk dalam urusan hubungan antara dokter dan pasien. Tidak seharusnya muncul ketegangan seperti sekarang, apabila semua pihak mau membuka diri, karena tidak ada malaikat di antara kita, we are no angel. Setiap kita pasti mempunyai kekurangan dan kesalahan.
Kalau ada musibah di dalam penanganan pasien, dokter sepantasnya membesar hati untuk mengakui kesalahannya. Pihak keluarga pun harus bisa menerima bahwa dokter bukanlah Yang Maha Kuasa yang pasti bisa menyembuhkan penyakit. Dokter hanyalah manusia yang mencoba mengurangi penderitaan orang yang sedang jatuh sakit.
Kita tidak bisa menghukum dokter atas satu kasus fatal yang terjadi. Kita harus akui ada ribuan langkah penyelamatan yang telah. dilakukan dokter terhadap pasien. Sikap saling mengerti, saling percaya, dan saling menghormati, itulah yang kita butuhkan sekarang ini.
Percayalah tidak pernah ada yang diuntungkan ketika persoalan dilihat dengan pendekatan menang dan kalah. Bahkan pepatah kita mengajarkan bahwa kita akan sama-sama merugikan karena "kalah jadi abu, menang jadi arang."
Marilah kita sama-sama mengoreksi diri dan berupaya memperbaiki kelemahan yang kita miliki. Hanya dengan semangat saling koreksi dan memperbaiki diri, maka kita akan membangun kehidupan bersama yang lebih baik.
Bahkan Menteri Kesehatan akan mengambil inisiatif untuk mengajukan peninjauan kembali atas nasib yang dialami tiga dokter di Manado yang dijatuhi hukuman 10 bulan oleh Mahkamah Agung. Menkes berpandangan bahwa ketiga dokter itu tidak pantas dijatuhi hukuman, karena mereka menjalankan tugas sebagai dokter yang memang. penuh dengan risiko.
Situasi yang sedang terjadi menambahkan ketegangan yang terjadi di tengah masyarakat. Begitu banyak persoalan sehari-hari yang begitu mengimpit, sehingga membuat kita begitu mudah untuk bereaksi.
Ketika para dokter melakukan unjuk rasa dan aksi solidaritas di banyak tempat mencerminkan bahwa persoalan hidup yang kita hadapi tidaklah ringan. Bayangkan, sampai dokter yang seharusnya memiliki cara berpikir yang lebih luas, tidak mampu untuk bisa menahan emosinya.
Teringat apa yang pernah diucapkan mantan Menteri Pertambagan dan Energi, Prof Subroto. Ketegangan menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dari bangsa ini, karena kita cenderung mendekati persoalan dengan kalah dan menang.
Sepertinya sudah tidak dikenal lagi yang namanya musyawarah-mufakat. Padahal salah satu kekuatan yang dimiliki bangsa ini adalah urun-rembuk. Segala sesuatu diselesaikan dengan cara gotong-royong.
Kita sudah tidak melihat lagi semangat seperti itu. Terutama setelah era reformasi, semua persoalan selalu didekati dengan cara menang dan kalah, benar dan salah. Kita berlomba-lomba untuk mengalahkan pihak lain, bahkan dengan menghalalkan segala cara.
Semua itu bahkan dicontohkan oleh mereka yang berada di atas. Para elite politik sejak era reformasi selalu bersiasat untuk mengalahkan pihak yang berseberangan dengan mereka. Kalau perlu dilakukan dengan akal-akalan.
Tidak pernah ada upaya untuk menyelesaikan persoalan dengan cara musyawarah. Semua hal selalu ditempuh dengan cara pemungutan suara atau voting. Seakan-akan itulah cara penyelesaian persoalan yang paling benar.
Kita tidak pernah menyadari bahwa pada bangsa ini dikenal kultur dendam. Sulit pada bangsa ini untuk bisa menerima kekalahan dan mereka yang kalah selalu mencari jalan untuk membalas dendam.
Atas dasar itulah Bung Karno ketika menyusun ideologi bangsa ini memilih prinsip musyawarah-mufakat. Bung Karno memahami betul karakter bangsa ini dan menyatakan bahwa cara penyelesaian setiap persoalan dengan cara musyawarah-mufakat itulah yang terbaik bagi bangsa dan negara ini.
Sayang bahwa para pemimpin bangsa selanjutnya tidak memahami landasan berpikir yang dipakai Bung Karno. Mereka tidak merawat dengan baik prinsip itu dan tidak pernah mau mempraktikkan. Para pemimpin yang datang kemudian lebih terpukau oleh praktik demokrasi yang dipakai negara Barat, di mana setiap persoalan diselesaikan dengan cara voting.
Kita seharusnya kembali ke jati diri kita sebagai bangsa. Kita harus mau mendengar dan membuka hati ketika menghadapi persoalan. Kita rembuk bersama setiap persoalan yang dihadapi untuk mencari jalan terbaik bagi semua pihak.
Termasuk dalam urusan hubungan antara dokter dan pasien. Tidak seharusnya muncul ketegangan seperti sekarang, apabila semua pihak mau membuka diri, karena tidak ada malaikat di antara kita, we are no angel. Setiap kita pasti mempunyai kekurangan dan kesalahan.
Kalau ada musibah di dalam penanganan pasien, dokter sepantasnya membesar hati untuk mengakui kesalahannya. Pihak keluarga pun harus bisa menerima bahwa dokter bukanlah Yang Maha Kuasa yang pasti bisa menyembuhkan penyakit. Dokter hanyalah manusia yang mencoba mengurangi penderitaan orang yang sedang jatuh sakit.
Kita tidak bisa menghukum dokter atas satu kasus fatal yang terjadi. Kita harus akui ada ribuan langkah penyelamatan yang telah. dilakukan dokter terhadap pasien. Sikap saling mengerti, saling percaya, dan saling menghormati, itulah yang kita butuhkan sekarang ini.
Percayalah tidak pernah ada yang diuntungkan ketika persoalan dilihat dengan pendekatan menang dan kalah. Bahkan pepatah kita mengajarkan bahwa kita akan sama-sama merugikan karena "kalah jadi abu, menang jadi arang."
Marilah kita sama-sama mengoreksi diri dan berupaya memperbaiki kelemahan yang kita miliki. Hanya dengan semangat saling koreksi dan memperbaiki diri, maka kita akan membangun kehidupan bersama yang lebih baik.
0
580
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan