Perhatikan berita setiap hari, selalu akan ada saja agan temukan berita kriminal dan berbagai kejahatan: perampokan, pemalakan, hingga pembunuhan. Ingat kasus pembunuhan di Apartemen Kalibata, pembunuhan dan pemerkosaan thd mahasiswi Binus? Coba telusuri siapa saja pelakunya dan latar belakangnya. Itu sebagian kecil potret buruk Jakarta.
Mengumpamakan sebagai tubuh, jika tubuh sehat, tentu takkan ada cerita tubuh batuk atau muntah-muntah setiap hari. Satu kota yang sehat, logisnya pun tidak 'terbatuk-batuk' setiap hari
Di Jakarta, hampir seluruh suku yang ada di Indonesia bisa ditemukan. Masuk akal jika melihat sensus November 2011 di kota yang terbilang kecil dari sisi luas wilayah memiliki jumlah penduduk mencapai 10,1 juta. Bisa dimaklumi, dengan beberapa alasan sederhana bahwa kota ini adalah ibu kota negara. Di sini juga terdapat segala macam pekerjaan, dari yang paling baik (dengan gaji tinggi dan prestise) hingga paling buruk (rampok, maling, copet sampai gigolo dan PSK).
Itu sekali lagi itu jika melihat dari sudut pandang sederhana. Tapi, pasti ada beberapa alasan lain kenapa Jakarta menjadi kota paling diminati. Setidaknya berdasarkan dari pengamatan pribadi. Nah, apa sajakah itu?
Alasan Satu: Tantangan
Spoiler for :
Ini merupakan alasan dari sudut yang memang yang tidak bersifat materi atau sesuatu yang gampang digambarkan.Tapi jika merujuk ke berbagai buku psikologi, kecenderungan manusia mencari tantangan dikatakan sebagai sesuatu yang sudah bersifat bawaan.
Karenanya bagi mereka yang kuat tertantang menguji kekuatannya di Jakarta: kekuatan fisik, kekuatan mental, kekuatan intelektual, hingga kekuatan ekonomi--jadi tak melulu bahwa mereka yang dari luar daerah ke Jakarta hanya untuk mencari ekonomi. Ini menjadi alasan yang berada di wilayah mental
Alasan Dua: Promosi
Spoiler for :
Jika agan2 ditanyakan, kota mana yang paling banyak dipromosikan di Indonesia, mungkin agan juga akan menunjuk JAKARTA. Apakah ini mengada2? Perhatikan saja berita2 yang muncul, terbanyak pastilah Jakarta. Berita Jakarta bisa dipastikan tiba ke semua daerah, tapi berita daerah tertentu belum tentu ada di daerah lainnya.
Jelas dari sana, gambaran yang datang terus-menerus ke pikiran orang-orang pada satu titik akan menjadi daya rangsang yang lebih mirip hipnotis: bahwa Jakarta menjadi kota paling ideal untuk didatangi.
Hal itu juga didukung oleh film-film Indonesia plus sinetron2 yang menguatkan gambaran yang cenderung muluk2 ttg Jakarta. Selain juga industri hiburan umumnya yang cenderung Jakartasentris dan melebihkan Jakarta dibanding daerah lainnya. Ini bolehlah agan nilai sbg pikiran subyektif saya saja
Alasan Tiga: Kemudahan
Spoiler for :
Banyak hal yang memudahkan untuk bisa datang ke Jakarta. Beda halnya jika ke luar negeri yang cenderung akan didalami hingga motif apa seseorang penduduk satu negara ke negara lain. Tanpa motif jelas, suatu negara leluasa menutup pintu izin untuk seseorang ke negara mereka.
Jakarta lagi-lagi takkan pernah mempersoalkan itu: Anda punya uang atau setidaknya tumpangan untuk ke kota ini, maka Anda bisa berada di sini. Berapa lama bisa bertahan itu cerita lain. Maka kemudian yang terjadi, mereka yang datang tanpa keahlian apa-apa bisa saja terjebak pada pekerjaan2 yang tak menuntut keahlian jelas. Akhirnya pelaku kriminal pun merambah ke setiap sudut Jakarta.
Nah, itu hanya beberapa poin yang bisa saya catat. Walaupun jika menyimak para pakar, mungkin ada banyak alasan dan fenomena lain yang bisa diangkat dan diulas. Tapi setidaknya, catatan ini merupakan kontribusi kecil: bukan agar kota ini menutup pintu untuk pendatang, tapi setidaknya pihak berwenang bisa lebih serius membentuk Jakarta yang inklusif tapi dengan mekanisme dan aturan yang bisa berdampak kepada ketentraman dan kenyamanan kota ini.
TAMBAHAN: Bagaimana Jakarta di Mata Luar Negeri? (Dari Berita Lama)
Spoiler for :
Profesor di bidang geografi dari University of Minnesota, Amerika Serikat, Eric Sheppard, mengungkapkan Jakarta memiliki citra buruk di mata asing. “Reputasi buruk, misalnya dalam hal polusi dan kemacetan,” ujar Eric, Jumat, 16 Maret 2012, di Universitas Tarumanagara, Jakarta Barat.
Eric hadir dalam rangka penyelenggaraan "Conference on Urban Revolutions in the Age of Global Urbanism". Konferensi tersebut digelar mulai hari ini sampai dengan tanggal 20 Maret 2012 mendatang.
Partisipasi lebih dari dua puluh akademisi asing dalam konferensi tersebut diharapkan bisa mengubah pandangan mereka terhadap Jakarta. Dalam konferensi ini, Eric akan menjelaskan tiga jenis revolusi, yang berlangsung selama lima hari di Universitas Tarumanagara. Ketiga revolusi tersebut adalah revolusi urban populer, pemikiran neoliberal dan pembuatan kebijakan, serta revolusi konseptual.
Ia menuturkan revolusi pertama, yaitu urban populer, pernah terjadi di Kairo dan Tunisia. Revolusi tersebut terkait dengan sejarah panjang tentang urbanisasi neoliberal di dunia. Dari revolusi tersebut, dapat dilihat fenomena kapitalisasi di negara-negara bagian Selatan, prioritas pemerintah yang bergeser pada kompetisi global, sampai dengan arus modal dalam infrastruktur urban.
Revolusi yang kedua mengenai pemikiran neoliberal dan pembuatan kebijakan, menurut Eric, berupaya untuk mengubah perkotaan secara radikal melalui komodifikasi tata ruang kota serta melepaskan diri dari mekanisme pasar. Para akademisi dalam konferensi itu bersama-sama memikirkan solusi untuk masalah perkotaan, yang dapat diterapkan tidak hanya di Jakarta, namun juga di kota-kota lainnya di dunia.
Selanjutnya mengenai revolusi konseptual. Eric menyatakan para peserta konferensi akan berdiskusi mengenai pilihan alternatif lokal dari setiap kota, yang bisa diterapkan untuk mengatasi permasalahan urban. Eric mengatakan para peserta yang datang dari berbagai negara itu, seperti Indonesia, Amerika Serikat, Spanyol, dan Jerman, diharapkan dapat saling mempelajari perbedaan cara-cara dari setiap kota yang digunakan masyarakatnya dalam kehidupan. (Sumber: http://m.tempo.co/read/news/2012/03/...-di-Mata-Asing[/soiler]