Kaskus

News

belutungAvatar border
TS
belutung
SBY dan Potret transisi DEMOKRASI
SBY dan Potret transisi DEMOKRASI

[QUOTE] “Demokrasi yang belum matang, dalam arti belum consolidated dan matured di banyak negera, termasuk Indonesia, sering menimbulkan kegaduhan. Ini presiden yang kurang baik dan karenanya harus kita tuntaskan bersama” (Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono).

Pernyataan Presiden RI ke 6 di atas, menunjukkan bahwa perubahan politik menuju demokrasi, di satu pihak memberikan harapan terjadinya proses sosial dan politik yang lebih transparan dan redistribusi ekonomi yang lebih adil. Namun disisi lain, perubahan itu juga memberikan agenda mencemaskan jika tidak ditangani dengan baik dan dihadapi secara bijakasana.

Demokrasi pada dasarnya bukanlah tujuan, melainkan sarana menuju suatu tujuan yang lebih hakiki dan luhur, yaitu keadilan. Demokrasi prosedural yang sedang dicoba di Indonesia sekarang ini, seperti pemilihan presiden langsung, pemilihan kepala daerah langsung dan sebagainya, belum menunjukkan dampaknya bagi tujuan yang sedang dituju, yaitu kedilan. Yang terjadi justru terbangunnya raja-raja kecil yang memonopoli sumber-sumber daya ekonomi, politik dan sosial.

Dengan kata lain, demokrasi prosedural di Indonesia sekarang ini belum cukup untuk mengantarkan cita-cita luhur tersebut, yaitu Indonesia yang adil dan makmur atau “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur” (QS. Saba`: 15). Demokrasi hanya bisa mengantarkan sebuah masyarakat ke arah tercapainya cita-cita tersebut, hanya jika infrastruktur sosial dan budaya yang mendukungnya.

Upaya Membangun Demokrasi

Pada beberapa minggu yang lalu, Indonesia kembali menggelar event penting yang bertajuk Bali Democracy Forum (BDF) ke-6. Forum tersebut dihadiri hampir 86 Negara dari Asia Pasifik. Dalam pidatonya, SBY mengatakan parjalanan demokrasi butuh keseimbangan antara demokrasi itu sendiri dengan kebebesan dan pengekan hukum. Tanpa keseimbangan, perjalanan demokrasi menjadi chaos (kerusuhan). Acara ini merupakan salah satu langkah SBY membangun konsolidasi demokrasi di Indonesia, karena dalam acara itu mendikusikan perkembangan demokrasi di kawasan Asia Pasifik dengan tujuan mempromosikan dan mendorong kerjasama internasional dalam ranah perdamaian dan demokrasi.

Langkah konsolidasi demokrasi yang terus dilakukan oleh SBY mendapat apresiasi besar oleh permerintah Myanmar. Presiden Myanmar Thein Sein menyampaikan kepada SBY, bahwa SBY telah berhasil membangun demokrasi di Indonesia. Keberhasilan membangun demokrsi tersebut, Myanmar bermakasud akan mengembangkan pembangunan politiknya yang akan dijadikan rule model, agar Myanmar dapat membangun demokrasi seperti Indonesia.

Meskipun demokrasi di Indonesia akan menjadi rule model di Negara Myanmar. Tetapi, demokrasi kita ini masih dalam potret transisi demokrasi, karena problematika yang kompleks masih mewarnai negeri ini. Sehingga harus ada langkah yang progresif untuk membangun konsolidasi yang lebih mapan.

Modal Sosial

Untuk itu, dalam transisi demokrasi, tidak bisa hanya deserahkan kepada lembaga-lembaga demokrasi seperti ekskutif, legislatif dan yudikatif. Melainkan mensyaratkan adanya partipasi penuh masyarakat. Di Amerika Serikat sendiri demokrasi membetuhkan apa yang dikatakan oleh Robert D. Putnam dalam Bowling Alone (2000), disebut sebagai social capital (modal sosial). Ketika modal sosial ini tidak berjalan, maka sosial inilah yang membuat demokrasi bisa bekerja atau berjalan.

Ada dua unsur penting dalam sosial capital. Pertama, trust (saling percaya), yang otomatis terbangun dalam masyarakat tanpa harus ada campur tangan penguasa. Kedua, dipatuhinya nilai-nilai bersama (social mechanism). Tanpa dua nilai ini, sangat sulit masyarakat menjadi tertib. Mungkin karena masyarakat kita masih dalam transisi demokrasi yang cepat, maka dihinggapi social distrust (ketidak saling percayaan dalam masyarakat). Tidak ada lagi nilai yang bisa diusung bersama sebagai nilai sosial yang suci. Seperti gotong-royong dan saling tolong-menolong. Yang terjadi sekarang ini justru saling mencuri kesempatan untuk saling menelikung.

Tentu saja partai politik, parlemen dan juga pemerintah tetap penting. Tetapi social capital dan nilai-nilainya itu justru dasar bagi lembaga-lembaga diatas, agar dapat berfungsi sebagaimana pemimpin Negara, terutama bagi mereka yang belum terlalu terikat. Misalnya, partai politik atau kelompok eksklusif tertentu.

Mari bersama-sama mambangun memperkuat peran masyarakat dengan segala sistem sosialnya, dan tidak hanya bergantung pada pemerintah dan lembaga-lembaga politik formal semata



*Peneliti Forum Studi Media (FSM) UIN Jakarta [
/QUOTE]
sumber

sekedar share gan
emoticon-Ngakakemoticon-Ngakak kasih bata juga gppemoticon-Ngakakemoticon-Ngakak
0
1.3K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan