- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kapal Induk Masa Depan US USS Gerald R Ford


TS
masskur
Kapal Induk Masa Depan US USS Gerald R Ford

Langsung check disini:
Spoiler for USS Gerald R. Ford:
USS Gerald R. Ford atau CVN-78, kapal induk pertama dari kelasnya resmi diluncurkan Angkatan Laut Amerika Serikat pada 9 November kemarin. USS Gerald R. Ford merupakan kapal induk desain baru sejak desain terakhir USS Nimitz (CVN-68) yang diluncurkan pada tahun 1972.
Peluncuran ini juga menandai lima puluh tahun sejak beroperasinya kapal induk nuklir pertama AS USS Enterprise (CVN-65). Kapten John F. Meier telah dinobatkan sebagai komandan kapal induk ini, sekaligus bertanggung jawab memantau konstruksi akhir dan uji coba di laut.
Kapal induk baru ini masih menggunakan bentuk lambung dari Nimitz, namun dengan beberapa modifikasi, salah satunya adalah fitur yang membuat kapal mampu melaksanakan 25% lebih banyak sorti (hitungan satu pesawat mulai dari lepas landas hingga mendarat), dan menghasilkan tenaga listrik yang lebih banyak untuk mendukung sistem propulsi dan peralatan kapal. Soal kru, USS Ford juga mengoperasikan lebih sedikit kru (1.200 kru lebih sedikit) dari kapal induk kelas Nimitz yang secara akan mengurangi baya siklus hidup dan operasi secara signifikan.
Laksamana Thomas Moore, Chief executive Program Angkatan Laut untuk kapal induk, mengatakan kepada majalah Seapower bahwa kapal dari kelas Ford akan terus "hidup" selama 94 tahun terhitung mulai 2016, setidaknya hingga 2110. Berbeda dari kapal induk kelas Nimitz yang masa hidupnya hanya setengahnya (50 tahun).
Empat tahun di dok
Angkatan Laut AS berencana untuk membangun 10 kapal induk kelas Ford hingga 40 tahun kedepan, saat kapal induk kelas Nimitz terakhir melepas masa baktinya pada 2057. Kapal berikutnya dari kelas Ford yaitu USS John F. Kennedy (CVN-79) rencananya akan dibangun di galangan kapal Huntington pada akhir 2013.
Pembangunan kapal induk Ford dimulai sejak November 2009 di galangan kapal Newport News. Sebagai kapal pertama dan akan menjadi tulang punggung, pembangunan Ford memakan waktu yang lebih lama ketimbang "adik-adiknya" nanti. Moore mengatakan bahwa total jam kerja dari seluruh pekerja untuk membangun CVN-78 adalah 50 juta jam kerja (Nimitz 40 juta jam kerja.) Sedangkan untuk adiknya-adiknya nanti diperkirakan hanya akan memakan waktu 43-44 juta jam kerja.
Biaya pembangunan CVN-78 diperkirakan memakan AS$ 12,9 miliar (sekitar Rp 141 triliun), meningkat dari perkiraan awal yang sebesar AS$ 10,5 miliar. Moore mengatakan bahwa kapal induk berikutnya CVN-79 akan memakan biaya kurang dari AS$ 12 miliar karena proses dan teknologinya sudah benar-benar dikuasai.
Operasi tempo tinggi
Setelah diluncurkan, kapal induk ini akan memulai tahapan perlengkapan (dilengkapi) dan uji coba laut untuk selanjutnya beroperasional pada kuartal kedua tahun 2016. Untuk beroperasi, kapal induk ini hanya membutuhkan minimal 4.300 kru, 1200 kru lebih sedikit dari kelas Nimitz yang rata-rata 5.500 kru.
Pembangunan Island USS Gerald R. Ford
Dengan panjang 332,8 meter, USS Gerald R. Ford dirancang untuk siap mengakomodasi pesawat berawak dan tak berawak di masa depan. Angkatan Laut AS sebelumnya mensyaratkan bahwa kapal induk yang dibangun harus mampu memfasilitasi 160 sorti hingga maksimal 220 sorti per hari di saat aktivitas perang kian intens. Untuk mencapai hal ini, dek penerbangan Ford "dibersihkan" dengan mengurangi jumlah lift hingga menjadi tiga saja, dan dengan menempatkan island -suprastruktur kapal induk (bridge, menara kontrol penerbangan dll) yang biasanya terletak di sisi kanan dek- yang lebih ramping namun lebih tinggi 6 meter dari island kapal-kapal induk sebelumnya.
Island ini diposisikan 42,6 meter lebih kebelakang dari island kelas Nimitz. Hal ini dilakukan untuk mempermudah lalu lintas di atas dek (misal lalu lintas persenjataan/perlengkapan untuk pesawat) yang akhirnya akan meningkatkan jumah sorti.
Dek penerbangan CVN-78 telah sepenuhnya dimodifikasi dan ditata berbeda dari rancangan-rancangan kapal induk AS sebelumnya. Hasilnya adalah peningkatan sorti sebesar 25%. Untuk mencapai hal ini, kapal induk Ford juga dilengkapi dengan elevator pesawat. Sistem transportasi senjata juga ditingkatkan dengan instalasi sistem electromagnetic hoist baru yang menggantikan kabel.
Kekuatan lebih besar
Kapal induk Ford atau CVN-78 mampu membawa hingga 90 pesawat diantaranya F-35C Lightning II, Boeing F/A-18E/F Super Hornet, Northrop Grumman E-2D Hawkeye, Boeing EA-18G Growler, helikopter Sikorsky MH-60R/S, pesawat tak berawak UCLASS dan pesawat-pesawat tak berawak lainnya yang saat ini masih dikembangkan AS.
Ford dilengkapi dengan dua reaktor nuklir baru yang memberikan kecepatan jelajah lebih dari 30 knot. Reaktor nuklirnya (A1B) yang dibangun oleh Bechtel berukuran lebih kecil (efisien) namun menghasilkan daya listrik 3 kali lebih besar dari reaktor A4W milik Nimitz.
Keunggulan reaktor barunya ini adalah inti energi yang lebih padat, kebutuhan minim untuk pumping power, konstruksi sederhana, dan diperkirakan tidak akan membutuhkan perawatan yang berarti selama masa pakainya. Reaktor ini memberikan kapasitas listrik 250% lebih besar dari reaktor kapal induk sebelumnya. Energi yang besar ini juga akan berguna untuk penggunaan senjata energi tinggi (misal: laser) di masa depan yang akan memberikan perlindungan lebih baik bagi kapal induk, terutama dari serangan rudal jelajah dan balistik.
Para desainernya juga merancang kapal induk Ford agar lebih efisien dalam beroperasi, hanya setiap 12 tahun sekali untuk perawatan kering-dermaga. Akan mengurangi biaya operasional yang juga tercermin dari sedikitnya jumlah kru yang mengoperasikan kapal induk ini.
Untuk "mata dan telinga", Ford menggunakan radar kelas AEGIS dengan enam panel Radar Dual-Band (DBR) yang juga dikembangkan oleh Raytheon untuk kapal perusak kelas Zumwalt (DDG-1000). DBR bekerja dengan mendistribusikan emitter dari radar multifungsi X-Band AN/SPY-3 dan emitter S-band Volume Search Radar (VSR).
Untuk pertahanan diri, kapal induk Ford dilengkapi dengan rudal Sea Sparrow buatan Raytheon yang akan mengeliminasi rudal anti kapal supermanuver dan berkecepatan tinggi.
Peluncuran ini juga menandai lima puluh tahun sejak beroperasinya kapal induk nuklir pertama AS USS Enterprise (CVN-65). Kapten John F. Meier telah dinobatkan sebagai komandan kapal induk ini, sekaligus bertanggung jawab memantau konstruksi akhir dan uji coba di laut.
Kapal induk baru ini masih menggunakan bentuk lambung dari Nimitz, namun dengan beberapa modifikasi, salah satunya adalah fitur yang membuat kapal mampu melaksanakan 25% lebih banyak sorti (hitungan satu pesawat mulai dari lepas landas hingga mendarat), dan menghasilkan tenaga listrik yang lebih banyak untuk mendukung sistem propulsi dan peralatan kapal. Soal kru, USS Ford juga mengoperasikan lebih sedikit kru (1.200 kru lebih sedikit) dari kapal induk kelas Nimitz yang secara akan mengurangi baya siklus hidup dan operasi secara signifikan.
Laksamana Thomas Moore, Chief executive Program Angkatan Laut untuk kapal induk, mengatakan kepada majalah Seapower bahwa kapal dari kelas Ford akan terus "hidup" selama 94 tahun terhitung mulai 2016, setidaknya hingga 2110. Berbeda dari kapal induk kelas Nimitz yang masa hidupnya hanya setengahnya (50 tahun).
Empat tahun di dok
Angkatan Laut AS berencana untuk membangun 10 kapal induk kelas Ford hingga 40 tahun kedepan, saat kapal induk kelas Nimitz terakhir melepas masa baktinya pada 2057. Kapal berikutnya dari kelas Ford yaitu USS John F. Kennedy (CVN-79) rencananya akan dibangun di galangan kapal Huntington pada akhir 2013.
Pembangunan kapal induk Ford dimulai sejak November 2009 di galangan kapal Newport News. Sebagai kapal pertama dan akan menjadi tulang punggung, pembangunan Ford memakan waktu yang lebih lama ketimbang "adik-adiknya" nanti. Moore mengatakan bahwa total jam kerja dari seluruh pekerja untuk membangun CVN-78 adalah 50 juta jam kerja (Nimitz 40 juta jam kerja.) Sedangkan untuk adiknya-adiknya nanti diperkirakan hanya akan memakan waktu 43-44 juta jam kerja.
Biaya pembangunan CVN-78 diperkirakan memakan AS$ 12,9 miliar (sekitar Rp 141 triliun), meningkat dari perkiraan awal yang sebesar AS$ 10,5 miliar. Moore mengatakan bahwa kapal induk berikutnya CVN-79 akan memakan biaya kurang dari AS$ 12 miliar karena proses dan teknologinya sudah benar-benar dikuasai.
Operasi tempo tinggi
Setelah diluncurkan, kapal induk ini akan memulai tahapan perlengkapan (dilengkapi) dan uji coba laut untuk selanjutnya beroperasional pada kuartal kedua tahun 2016. Untuk beroperasi, kapal induk ini hanya membutuhkan minimal 4.300 kru, 1200 kru lebih sedikit dari kelas Nimitz yang rata-rata 5.500 kru.
Pembangunan Island USS Gerald R. Ford
Dengan panjang 332,8 meter, USS Gerald R. Ford dirancang untuk siap mengakomodasi pesawat berawak dan tak berawak di masa depan. Angkatan Laut AS sebelumnya mensyaratkan bahwa kapal induk yang dibangun harus mampu memfasilitasi 160 sorti hingga maksimal 220 sorti per hari di saat aktivitas perang kian intens. Untuk mencapai hal ini, dek penerbangan Ford "dibersihkan" dengan mengurangi jumlah lift hingga menjadi tiga saja, dan dengan menempatkan island -suprastruktur kapal induk (bridge, menara kontrol penerbangan dll) yang biasanya terletak di sisi kanan dek- yang lebih ramping namun lebih tinggi 6 meter dari island kapal-kapal induk sebelumnya.
Island ini diposisikan 42,6 meter lebih kebelakang dari island kelas Nimitz. Hal ini dilakukan untuk mempermudah lalu lintas di atas dek (misal lalu lintas persenjataan/perlengkapan untuk pesawat) yang akhirnya akan meningkatkan jumah sorti.
Dek penerbangan CVN-78 telah sepenuhnya dimodifikasi dan ditata berbeda dari rancangan-rancangan kapal induk AS sebelumnya. Hasilnya adalah peningkatan sorti sebesar 25%. Untuk mencapai hal ini, kapal induk Ford juga dilengkapi dengan elevator pesawat. Sistem transportasi senjata juga ditingkatkan dengan instalasi sistem electromagnetic hoist baru yang menggantikan kabel.
Kekuatan lebih besar
Kapal induk Ford atau CVN-78 mampu membawa hingga 90 pesawat diantaranya F-35C Lightning II, Boeing F/A-18E/F Super Hornet, Northrop Grumman E-2D Hawkeye, Boeing EA-18G Growler, helikopter Sikorsky MH-60R/S, pesawat tak berawak UCLASS dan pesawat-pesawat tak berawak lainnya yang saat ini masih dikembangkan AS.
Ford dilengkapi dengan dua reaktor nuklir baru yang memberikan kecepatan jelajah lebih dari 30 knot. Reaktor nuklirnya (A1B) yang dibangun oleh Bechtel berukuran lebih kecil (efisien) namun menghasilkan daya listrik 3 kali lebih besar dari reaktor A4W milik Nimitz.
Keunggulan reaktor barunya ini adalah inti energi yang lebih padat, kebutuhan minim untuk pumping power, konstruksi sederhana, dan diperkirakan tidak akan membutuhkan perawatan yang berarti selama masa pakainya. Reaktor ini memberikan kapasitas listrik 250% lebih besar dari reaktor kapal induk sebelumnya. Energi yang besar ini juga akan berguna untuk penggunaan senjata energi tinggi (misal: laser) di masa depan yang akan memberikan perlindungan lebih baik bagi kapal induk, terutama dari serangan rudal jelajah dan balistik.
Para desainernya juga merancang kapal induk Ford agar lebih efisien dalam beroperasi, hanya setiap 12 tahun sekali untuk perawatan kering-dermaga. Akan mengurangi biaya operasional yang juga tercermin dari sedikitnya jumlah kru yang mengoperasikan kapal induk ini.
Untuk "mata dan telinga", Ford menggunakan radar kelas AEGIS dengan enam panel Radar Dual-Band (DBR) yang juga dikembangkan oleh Raytheon untuk kapal perusak kelas Zumwalt (DDG-1000). DBR bekerja dengan mendistribusikan emitter dari radar multifungsi X-Band AN/SPY-3 dan emitter S-band Volume Search Radar (VSR).
Untuk pertahanan diri, kapal induk Ford dilengkapi dengan rudal Sea Sparrow buatan Raytheon yang akan mengeliminasi rudal anti kapal supermanuver dan berkecepatan tinggi.
Ringkasan kedahsyatan USS Gerald R Ford:
1. Kapal Induk ini hidup mesin tanpa dimatikan semenjak operasional adalah 94 tahun karena menggunakan bahan bakan nuklir ( reaktor nuklir);
2. Harga pembuatannya US$12Milyar atau sekitar Rp114 trilyun, bandingkan penerimaan Pajak RI tahun ini sampai dengan bulan ini hanya Rp750 trilyun (bisa beli 6 biji kalo ga makan semua penduduk Indonesia

3. Angkatan Laut AS berencana untuk membangun 10 kapal induk kelas ini hingga 40 tahun kedepan;
4. Kalo diliat digambar bisa bawa 2 skuadron tempur (24 buah) pesawat;
Indonesia sekarang sampai dimana?
Spoiler for Apakah Indonesia Perlu Kapal Induk?:
Belakangan ini isu militer internasional yang muncul adalah ujicoba pelayaran pertama dari kapal induk milik China yang merupakan bekas dari bangkai kapal induk Uni Soviet. Kontan hal ini menyebabkan negara-negara di sekitar China ikut cemas akan kebangkitan angkatan laut China ini tak terkecuali juga Amerika Serikat (AS). Meskipun China sendiri sudah menyatakan bahwa kapal induk mereka hanyalah sebuah riset, banyak pihak meyakini bahwa China akan mengembangkan beberapa kapal induk lagi untuk kepentingan militernya. Bahkan beberapa analis pernah menyatakan, kapal induk China kemungkinan dijadikan sebagai bahan untuk mengintimidasi negara-negara di sekitar laut China Selatan yang angkatan lautnya dianggap lemah seperti Vietnam atau Indonesia.
Dari beberapa pemberitaan kapal induk China di media online, saya sering tergelitik dengan respon para komentator yang secara spontan menyatakan bahwa kita perlu sebuah kapal induk atau komentar lain yang menunjukkan sikap pesimistis karena TNI AL kita tak memiliki kapal induk. Lantas, apakah benar kita memang butuh sebuah kapal induk?
Filosofi
Kapal induk atau Aircraft Carrier merupakan kapal perang yang berfungsi sebagai pengangkut pesawat tempur dan awak kapal dalam jumlah besar sebagai pendukung operasi militer. Kapal Induk juga menjadi pusat komando operasi dan memberikan semacam intimidasi bagi lawan. Kapal induk mulai digunakan pertama kali oleh Angkatan Laut Inggris pada Perang Dunia I dan saat ini, dominasi kapal induk dipegang oleh AS yang memiliki 11 kapal induk yang aktif beroperasi di seluruh dunia. Lantas, kenapa hanya AS saja yang mampu mengembangkan kapal induk secara pesat?
Diawali dengan pergerakan kapal induk Jepang yang mematikan di Lautan Pasifik (terbukti dengan serangan Pearl Harbour), AS mulai mempertimbangkan perlunya kapal induk sebagai “markas berjalan” yang fleksibel sesuai dengan medan perang saat itu. Pesawat tempur saat itu tidak memiliki kemampuan jelajah yang lebih tinggi dibanding pesawat tempur modern sedangkan medan pertempuran Perang Dunia II ada di benua Eropa dan Afrika (Front Barat) dan Asia (Front Timur), ditambah lagi penempatan pesawat tempur di darat dirasa kurang aman meskipun area tersebut milik pihak kawan. Untuk itu pengembangan kapal induk setelah perang dunia II menjadi salah satu fokus utama militer AS. Faktor ini makin diperkuat oleh timbulnya perang dingin dengan Uni Soviet dan konflik-konflik yang terjadi di berbagai negara akibat cold war tadi. Letak geografis atas area-area yang berkonflik menyulitkan AS dalam mengoordinasi pasukannya. AS butuh suatu “markas” yang fleksibel dan sekaligus menjadi pusat komando operasi. Kriteria tersebut dipecahkan dengan pengembangan kapal induk.
Program pengembangan kapal induk milik AS juga tak mampu diimbangi oleh negara-negara lain karena berbagai faktor. Faktor yang utama mungkin adalah faktor ekonomi karena setelah Perang Dunia II berakhir, hanya AS dan Uni Soviet saja yang memiliki kekuatan ekonomi cukup meyakinkan. Inggris, Prancis dan negara-negara blok barat lainnya yang mengalami kemenangan perang tetap saja mengalami kesulitan ekonomi karena negaranya hancur dan masih harus mengatasi pergolakan yang terjadi di daerah jajahan mereka. Uni Soviet sendiri justru lebih fokus pada pengembangan kapal selam dibanding kapal induk (sebut saja kapal selam nuklir kelas Typhoon yang menjadi legenda saat perang dingin).
Strategi AS dalam pengembangan kapal induk tampaknya menuai hasil terutama terhadap negara-negara yang mengalami konflik. Sebut saja konflik Yugoslavia, Perang Irak, dan Perang Afghanistan, skuadron kapal induk AS selalu dilibatkan dan hasilnya mampu mengatasi konflik dan meraih kemenangan.
Hingga saat ini, ada 22 kapal induk dari 10 negara beroperasi di seluruh dunia meskipun tak semuanya bertugas dalam operasi militer. Kapal induk milik Rusia (bukan Uni Soviet), Spanyol, dan Brasil masih minim pengalaman dalam operasi militer, bahkan kapal induk milik Thailand “hanya” difungsikan sebagai kapal bantuan bencana alam.
Dari beberapa pemberitaan kapal induk China di media online, saya sering tergelitik dengan respon para komentator yang secara spontan menyatakan bahwa kita perlu sebuah kapal induk atau komentar lain yang menunjukkan sikap pesimistis karena TNI AL kita tak memiliki kapal induk. Lantas, apakah benar kita memang butuh sebuah kapal induk?
Filosofi
Kapal induk atau Aircraft Carrier merupakan kapal perang yang berfungsi sebagai pengangkut pesawat tempur dan awak kapal dalam jumlah besar sebagai pendukung operasi militer. Kapal Induk juga menjadi pusat komando operasi dan memberikan semacam intimidasi bagi lawan. Kapal induk mulai digunakan pertama kali oleh Angkatan Laut Inggris pada Perang Dunia I dan saat ini, dominasi kapal induk dipegang oleh AS yang memiliki 11 kapal induk yang aktif beroperasi di seluruh dunia. Lantas, kenapa hanya AS saja yang mampu mengembangkan kapal induk secara pesat?
Diawali dengan pergerakan kapal induk Jepang yang mematikan di Lautan Pasifik (terbukti dengan serangan Pearl Harbour), AS mulai mempertimbangkan perlunya kapal induk sebagai “markas berjalan” yang fleksibel sesuai dengan medan perang saat itu. Pesawat tempur saat itu tidak memiliki kemampuan jelajah yang lebih tinggi dibanding pesawat tempur modern sedangkan medan pertempuran Perang Dunia II ada di benua Eropa dan Afrika (Front Barat) dan Asia (Front Timur), ditambah lagi penempatan pesawat tempur di darat dirasa kurang aman meskipun area tersebut milik pihak kawan. Untuk itu pengembangan kapal induk setelah perang dunia II menjadi salah satu fokus utama militer AS. Faktor ini makin diperkuat oleh timbulnya perang dingin dengan Uni Soviet dan konflik-konflik yang terjadi di berbagai negara akibat cold war tadi. Letak geografis atas area-area yang berkonflik menyulitkan AS dalam mengoordinasi pasukannya. AS butuh suatu “markas” yang fleksibel dan sekaligus menjadi pusat komando operasi. Kriteria tersebut dipecahkan dengan pengembangan kapal induk.
Program pengembangan kapal induk milik AS juga tak mampu diimbangi oleh negara-negara lain karena berbagai faktor. Faktor yang utama mungkin adalah faktor ekonomi karena setelah Perang Dunia II berakhir, hanya AS dan Uni Soviet saja yang memiliki kekuatan ekonomi cukup meyakinkan. Inggris, Prancis dan negara-negara blok barat lainnya yang mengalami kemenangan perang tetap saja mengalami kesulitan ekonomi karena negaranya hancur dan masih harus mengatasi pergolakan yang terjadi di daerah jajahan mereka. Uni Soviet sendiri justru lebih fokus pada pengembangan kapal selam dibanding kapal induk (sebut saja kapal selam nuklir kelas Typhoon yang menjadi legenda saat perang dingin).
Strategi AS dalam pengembangan kapal induk tampaknya menuai hasil terutama terhadap negara-negara yang mengalami konflik. Sebut saja konflik Yugoslavia, Perang Irak, dan Perang Afghanistan, skuadron kapal induk AS selalu dilibatkan dan hasilnya mampu mengatasi konflik dan meraih kemenangan.
Hingga saat ini, ada 22 kapal induk dari 10 negara beroperasi di seluruh dunia meskipun tak semuanya bertugas dalam operasi militer. Kapal induk milik Rusia (bukan Uni Soviet), Spanyol, dan Brasil masih minim pengalaman dalam operasi militer, bahkan kapal induk milik Thailand “hanya” difungsikan sebagai kapal bantuan bencana alam.
Mahalnya Kapal Induk
Spoiler for Mahalnya Kapal Induk:
Mau tahu berapa biaya dari sebuah kapal induk? Sebagai perbandingan, disini saya akan menggunakan salah satu kapal induk AS dari kelas Nimitz. Kelas Nimitz merupakan kapal induk terbesar di dunia dengan bobot di atas 100.000 ton dan panjang mencapai 333 meter. Nimitz mampu membawa 90 pesawat tempur dan melaju dengan kecepatan maksimal 54km/jam. Dengan mengandalkan nuklir sebagai bahan bakar utamanya, Nimitz mampu beroperasi selama 20 tahun tanpa perlu di recharge. Pembuatan satu kapal kelas Nimitz menelan biaya hingga US$4,5 miliar atau sekitar Rp40 triliun! Itu baru kapalnya, jika kita tambah dengan “isinya” yakni 90 pesawat tempur, andaikan saja pesawat tempur yang diangkut adalah tipe F/A-18E/F Super Hornet (standar pesawat tempur yang diangkut kapal induk AS) dan harga satuannya adalah US$55 juta, maka totalnya adalah $4,95 miliar atau sekitar Rp44,5 triliun! Jadi totalnya adalah Rp84,5 triliun untuk sebuah kapal induk! (ini juga belum termasuk awak dan muatan lainnya)
Mau tahu anggaran belanja pertahanan negara kita? RAPBN 2010 menunjukkan bahwa anggaran militer kita “hanya” sekitar Rp20 triliun atau 2% total belanja negara! Anggaran militer China untuk tahun ini adalah US$91,7 miliar atau sekitar Rp825,3 triliun (hampir 80% dari anggaran belanja total pemerintah kita). Jauh sekali bukan.
Selain mahal, yang perlu dipikirkan lagi adalah waktu pengembangan untuk sebuah kapal induk. Kapal induk China yang merupakan upaya menghidupkan kembali kapal induk bekas dari Ukraina saja membutuhkan waktu hingga delapan tahun untuk mampu berlayar seperti saat ini. Untuk persiapan dari kapal induk yang telah jadi (launched) hingga siap bertugas (commissioned) rata-rata membutuhkan waktu 2-3 tahun. Jadi prediksi saya untuk kapal induk China mulai dari upaya penghidupan kembali bangkai Varyag hingga siap bertugas butuh waktu sekitar 10 tahun! Itu tadi dengan metode “copy-paste” bangkai kapal lain, coba bayangkan apabila dengan pengembangan sendiri dari awal, mungkin butuh waktu yang lebih lama lagi. Andaikan kita memiliki uang berlimpah dan mampu membeli sebuah kapal induk milik AS, apakah AS bersedia merakitkannya untuk kita? Jawabannya tentu saja tidak, AS tidak mungkin semudah itu memberikan teknologinya ke negara lain. Mencari galangan kapal induk di negara selain AS juga bukan alternatif yang bagus karena kapal induk buatan mereka kurang bertenaga dan teknologinya masih relatif tertinggal dibanding AS.
Kapal induk dibentuk untuk mampu mengarungi derasnya Atlantik atau luasnya Pasifik, bukan hanya sekadar untuk mengarungi Laut Jawa saja, apalagi cuma Selat Sunda. Sampai saat ini, Indonesia, saya yakin tidak mempunyai konflik kepentingan yang harus disikapi secara militer dengan negara manapun. Paling-paling hanya perompak di perairan Somalia yang sebenarnya cukup dihadapi dengan beberapa kapal perusak milik TNI AL. Sampai saat ini TNI AL kita masih memiliki armada laut terkuat di ASEAN (No 14 di dunia), masih lebih tinggi dibanding Vietnam (No. 37), Malaysia (No. 42) bahkan Thailand yang memiliki kapal induk (No 18) [sumber disini]. Meskipun demikian, 66 armada laut kita saat ini masih belum cukup mengawal seluruh perairan Indonesia. Pencurian ikan, perompakan hingga penyelundupan narkoba melalui laut masih terjadi dan ini menunjukkan armada laut kita masih perlu dibenahi. Angkatan laut di negara kepulauan seperti Indonesia seharusnya dilengkapi armada laut yang cepat dan tangkas. Kriteria tersebut ada pada kapal-kapal perang kelas Frigate, Corvette atau Destroyer. Apabila pemerintah ingin mengembangkan armada laut sebaiknya mempertimbangkan hal tersebut bukan dengan memimpikan sebuah kapal induk yang menurut saya justru useless. Tentunya pengembangan armada laut juga butuh dana, dan semoga anggota DPR mau memperbesar anggaran militer kita karena (sayangnya) tanpa mereka, alokasi dana untuk militer juga tak bisa ditingkatkan.
Mau tahu anggaran belanja pertahanan negara kita? RAPBN 2010 menunjukkan bahwa anggaran militer kita “hanya” sekitar Rp20 triliun atau 2% total belanja negara! Anggaran militer China untuk tahun ini adalah US$91,7 miliar atau sekitar Rp825,3 triliun (hampir 80% dari anggaran belanja total pemerintah kita). Jauh sekali bukan.
Selain mahal, yang perlu dipikirkan lagi adalah waktu pengembangan untuk sebuah kapal induk. Kapal induk China yang merupakan upaya menghidupkan kembali kapal induk bekas dari Ukraina saja membutuhkan waktu hingga delapan tahun untuk mampu berlayar seperti saat ini. Untuk persiapan dari kapal induk yang telah jadi (launched) hingga siap bertugas (commissioned) rata-rata membutuhkan waktu 2-3 tahun. Jadi prediksi saya untuk kapal induk China mulai dari upaya penghidupan kembali bangkai Varyag hingga siap bertugas butuh waktu sekitar 10 tahun! Itu tadi dengan metode “copy-paste” bangkai kapal lain, coba bayangkan apabila dengan pengembangan sendiri dari awal, mungkin butuh waktu yang lebih lama lagi. Andaikan kita memiliki uang berlimpah dan mampu membeli sebuah kapal induk milik AS, apakah AS bersedia merakitkannya untuk kita? Jawabannya tentu saja tidak, AS tidak mungkin semudah itu memberikan teknologinya ke negara lain. Mencari galangan kapal induk di negara selain AS juga bukan alternatif yang bagus karena kapal induk buatan mereka kurang bertenaga dan teknologinya masih relatif tertinggal dibanding AS.
Kapal induk dibentuk untuk mampu mengarungi derasnya Atlantik atau luasnya Pasifik, bukan hanya sekadar untuk mengarungi Laut Jawa saja, apalagi cuma Selat Sunda. Sampai saat ini, Indonesia, saya yakin tidak mempunyai konflik kepentingan yang harus disikapi secara militer dengan negara manapun. Paling-paling hanya perompak di perairan Somalia yang sebenarnya cukup dihadapi dengan beberapa kapal perusak milik TNI AL. Sampai saat ini TNI AL kita masih memiliki armada laut terkuat di ASEAN (No 14 di dunia), masih lebih tinggi dibanding Vietnam (No. 37), Malaysia (No. 42) bahkan Thailand yang memiliki kapal induk (No 18) [sumber disini]. Meskipun demikian, 66 armada laut kita saat ini masih belum cukup mengawal seluruh perairan Indonesia. Pencurian ikan, perompakan hingga penyelundupan narkoba melalui laut masih terjadi dan ini menunjukkan armada laut kita masih perlu dibenahi. Angkatan laut di negara kepulauan seperti Indonesia seharusnya dilengkapi armada laut yang cepat dan tangkas. Kriteria tersebut ada pada kapal-kapal perang kelas Frigate, Corvette atau Destroyer. Apabila pemerintah ingin mengembangkan armada laut sebaiknya mempertimbangkan hal tersebut bukan dengan memimpikan sebuah kapal induk yang menurut saya justru useless. Tentunya pengembangan armada laut juga butuh dana, dan semoga anggota DPR mau memperbesar anggaran militer kita karena (sayangnya) tanpa mereka, alokasi dana untuk militer juga tak bisa ditingkatkan.
Anggap aja ini sebagai angan mimpi dan cita-cita Indonesia juga di masa depan

Sumber:
Sumur Kompas
Sumur Artilery
Diubah oleh masskur 15-11-2013 01:01
0
4.4K
Kutip
17
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan