- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Terapi Humor Ternyata dapat menaklukkan Demensia


TS
mohans
Terapi Humor Ternyata dapat menaklukkan Demensia
ASSALAMU'ALAIKUM
Bagi Agan/aganwati yang suka nongkrongin TV untuk nonton OVJ atau acara humor lainnya atau mungkin agan suka baca buku atau cerita lucu dari forum JOKES, tanpa disadari agan sedang melakukan terapi bagi kesehatan tubuh agan. Salah satu manfaat Humor itu adalah terhindarnya kita dari Demensia. Ini gan ulasannya
Spoiler for Berita:
SATU lagi manfaat tertawa bagi kesehatan telah ditemukan. Ya, tertawa ternyata sangat membantu pasien alzheimer berjuang melawan demensia. Terapi ini sudah dipraktikkan selama tiga bulan di sebuah panti jompo. Di panti itu, selama dua jam diterapkan sesi melucu. Pada terapi ini juga menggunakan alat peraga.
Tim investigasi menemukan bahwa 20 persen agitasi secara keseluruhan yang dikaitkan dengan humor berlangsung selama minimal 14 minggu di luar kesimpulan dari program melucu.
“Biasanya, suasana rumah jompo membuat kita seperti terjebak di kapal pesiar buruk di mana kita tidak bisa keluar,” kata Jean-Paul Bell, Direktur Kreatif Arts Health Institute, Avalon Beach, New South Wales.
Bell dan rekan-rekannya berusaha untuk menerapkan apa yang disebut pendekatan atau terapi Person Centered, yakni menghubungkan secara visual dengan melihat lelucon, seperti meniru percakapan dua orang melalui dua kaleng, humor lisan yang provokatif dan sopan sehingga mendorong partisipasi aktif dari pasien.
Bell dan rekan-rekannya baru-baru ini mempresentasikan temuan tersebut di Forum Riset Nasional Demensia di Sidney. Para peneliti mencatat bahwa sekitar 70 persen dan 80 persen pasien demensia mengalami beberapa bentuk agitasi dan kesulitan yang mencakup serangan halusinasi, berteriak, dan perilaku yang berulang-ulang.
Untuk meneliti seberapa banyak humor sehingga dapat membantu, peneliti fokus terhadap 399 penghuni panti jompo dengan demensia atau lainnya–usia terkait kondisi– di salah satu dari 35 fasilitas di Kota Sydney.
Semua pasien pernah tinggal di fasilitas tersebut sekitar tiga bulan. Namun, tidak dianggap dalam situasi akhir-hidup atau menderita psikosis yang parah.
Sebuah “ElderClown” dilatih untuk terlibat dalam terapi berbasis humor dengan pengaturan medis dan melakukan sesi humor mingguan. Untuk tingkat yang lebih tinggi, sesi mengandalkan keterampilan improvisasi humor. Hal itu mirip dengan yang digunakan ”dokter badut” yang mempertontonkannya kepada anak-anak yang sedang sakit. Tujuannya untuk mengubah suasana hati pasien, sementara melibatkan mereka dalam percakapan dan interaksi fisik.
Selain itu, staf bermitra dengan badut untuk terus mempromosikan humor di antara sesi terapi. Depresi, kualitas hidup, keterlibatan sosial, dan perilaku agitasi semua dinilai sebelum terapi. Penilaian juga dilakukan pada akhir program (tiga bulan) dan 26 minggu setelah terapi. Sementara, terapi humor tampaknya tidak memberikan pengaruh terhadap suasana hati atau kualitas hidup. Namun, terapi ini mempunyai dampak signifikan terhadap pasien agitasi—setara dengan efek setelah pemberian obat antipsikotik standar.
Agitasi menurun setelah 26 minggu peluncuran terapi. Namun, tim menyarankan terapi humor harus menjadi deretan utama pilihan pengobatan untuk pasien yang menderita demensia. San Fazio, Direktur Medical and Scientific Relations at the Alzheimer’s Association, yang berbasis di Chicago, menggambarkan penelitian tersebut sebagai “sangat baik dilakukan” dan “penting”.
“Saya berpikir bahwa hal pokok yang menjadi alternatif yang baik untuk pengobatan farmakologi adalah sesuatu yang benar-benar perlu dipertimbangkan,” ujar Fazio.
“Kami membutuhkan penelitian yang lebih menunjukkan bahwa ada cara lain untuk bekerja dengan orang-orang daripada sekadar memberikan obat,” lanjutnya.
Fazio menambahkan, terapi humor adalah hanya salah satu hal yang berkaitan dengan pendekatan nonfarmakologis di antara berbagai pilihan yang layak, termasuk terapi seni dan terapi hewan peliharaan. “Mengurangi agitasi sangat bermanfaat,” katanya.
“Dan, aku tidak mengabaikan terapi ini sama sekali karena dapat bekerja untuk banyak orang. Namun, kami perlu juga melihat apa yang menyebabkan agitasi, apa yang memicu? Dan, kemudian memutuskan dengan tepat bagaimana kami akan mendekatinya,” kata Fazio.
Tim investigasi menemukan bahwa 20 persen agitasi secara keseluruhan yang dikaitkan dengan humor berlangsung selama minimal 14 minggu di luar kesimpulan dari program melucu.
“Biasanya, suasana rumah jompo membuat kita seperti terjebak di kapal pesiar buruk di mana kita tidak bisa keluar,” kata Jean-Paul Bell, Direktur Kreatif Arts Health Institute, Avalon Beach, New South Wales.
Bell dan rekan-rekannya berusaha untuk menerapkan apa yang disebut pendekatan atau terapi Person Centered, yakni menghubungkan secara visual dengan melihat lelucon, seperti meniru percakapan dua orang melalui dua kaleng, humor lisan yang provokatif dan sopan sehingga mendorong partisipasi aktif dari pasien.
Bell dan rekan-rekannya baru-baru ini mempresentasikan temuan tersebut di Forum Riset Nasional Demensia di Sidney. Para peneliti mencatat bahwa sekitar 70 persen dan 80 persen pasien demensia mengalami beberapa bentuk agitasi dan kesulitan yang mencakup serangan halusinasi, berteriak, dan perilaku yang berulang-ulang.
Untuk meneliti seberapa banyak humor sehingga dapat membantu, peneliti fokus terhadap 399 penghuni panti jompo dengan demensia atau lainnya–usia terkait kondisi– di salah satu dari 35 fasilitas di Kota Sydney.
Semua pasien pernah tinggal di fasilitas tersebut sekitar tiga bulan. Namun, tidak dianggap dalam situasi akhir-hidup atau menderita psikosis yang parah.
Sebuah “ElderClown” dilatih untuk terlibat dalam terapi berbasis humor dengan pengaturan medis dan melakukan sesi humor mingguan. Untuk tingkat yang lebih tinggi, sesi mengandalkan keterampilan improvisasi humor. Hal itu mirip dengan yang digunakan ”dokter badut” yang mempertontonkannya kepada anak-anak yang sedang sakit. Tujuannya untuk mengubah suasana hati pasien, sementara melibatkan mereka dalam percakapan dan interaksi fisik.
Selain itu, staf bermitra dengan badut untuk terus mempromosikan humor di antara sesi terapi. Depresi, kualitas hidup, keterlibatan sosial, dan perilaku agitasi semua dinilai sebelum terapi. Penilaian juga dilakukan pada akhir program (tiga bulan) dan 26 minggu setelah terapi. Sementara, terapi humor tampaknya tidak memberikan pengaruh terhadap suasana hati atau kualitas hidup. Namun, terapi ini mempunyai dampak signifikan terhadap pasien agitasi—setara dengan efek setelah pemberian obat antipsikotik standar.
Agitasi menurun setelah 26 minggu peluncuran terapi. Namun, tim menyarankan terapi humor harus menjadi deretan utama pilihan pengobatan untuk pasien yang menderita demensia. San Fazio, Direktur Medical and Scientific Relations at the Alzheimer’s Association, yang berbasis di Chicago, menggambarkan penelitian tersebut sebagai “sangat baik dilakukan” dan “penting”.
“Saya berpikir bahwa hal pokok yang menjadi alternatif yang baik untuk pengobatan farmakologi adalah sesuatu yang benar-benar perlu dipertimbangkan,” ujar Fazio.
“Kami membutuhkan penelitian yang lebih menunjukkan bahwa ada cara lain untuk bekerja dengan orang-orang daripada sekadar memberikan obat,” lanjutnya.
Fazio menambahkan, terapi humor adalah hanya salah satu hal yang berkaitan dengan pendekatan nonfarmakologis di antara berbagai pilihan yang layak, termasuk terapi seni dan terapi hewan peliharaan. “Mengurangi agitasi sangat bermanfaat,” katanya.
“Dan, aku tidak mengabaikan terapi ini sama sekali karena dapat bekerja untuk banyak orang. Namun, kami perlu juga melihat apa yang menyebabkan agitasi, apa yang memicu? Dan, kemudian memutuskan dengan tepat bagaimana kami akan mendekatinya,” kata Fazio.
Nah, mungkin agan bingung dengan Demensia itu apa. Ini gan penjelasan tentang Demensianya.
Spoiler for Demensia:
Berbicara tentang "Demensia", mungkin banyak dari kita yang belum familiar dengan istilah tersebut. Penting bagi kita untuk mengetahui apa itu Demensia, penyebab, gejala, serta pencegahannya karena jika dibiarkan kondisi ini akan menciptakan kualitas hidup yang buruk terutama bagi lansia.
Demensia adalah suatu kondisi di mana kemampuan otak seseorang mengalami kemunduran.
Kondisi ini dapat ditandai dengan keadaan seseorang sering lupa akan sesuatu, keliru, adanya perubahan kepribadian, dan emosi yang naik-turun atau labil.
Banyak penyebab yang membuat seseorang mengalami Demensia, umumnya karena penyakit-penyakit kronik seperti Stroke dan Parkinson. Namun diketahui bahwa penyebab utama seseorang mengalami Demensia adalah penyakit Alzheimer.
Penyakit Alzheimer sendiri adalah suatu kondisi sel-sel saraf di otak mati, yang mengakibatkan sinyal-sinyal otak sulit tersalurkan dengan baik. Hampir sama dengan Dimensia, Alzheimer juga membuat penderitanya mengalami gangguan pada ingatan, penilaian, dan sulit berpikir.
Hingga saat ini, terdapat 1 juta penderita Demensia di Indonesia. Menurut penelitian, pada tahun 2009 lalu kasus penderita Demensia bertambah satu orang setiap 4 detiknya. Menurut perkiraan, pada tahun 2050 akan ada sekitar 3 juta penderita Demensia di Indonesia atau 3,5 persen dari total penduduk. Sementara menurut perkiraan, pada tahun 2050 mendatang kasus Demensia di Asia Pasifik akan mencapai 20 juta insiden pertahun.
Serangan Demensia terjadi secara perlahan namun pasti. Dr. dr. Martina WS Nasrun, Geriatric Psychiatrist dari Alzheimer's Indonesia mengatakan, Demensia pelan-pelan merampas daya kognitif seseorang hingga pada tahap akhir ia tidak lagi berdaya melakukan apa-apa. "Demensia mengembalikan kondisi kita seperti anak kecil lagi, ibaratnya surut seperti kondisi kita waktu kecil," terang dr. Martina.
Jalannya kondisi Demensia berproses, memakan waktu kurang lebih 10 hingga 20 tahun lamanya. Rata-rata Demensia menyerang orang-orang lanjut usia di atas 80 namun tidak menutup kemungkinan hal ini bisa terjadi mulai dari usia 40. Demensia juga lebih banyak menyerang perempuan dibanding laki-laki.
Beberapa tanda dan gejala Dimensia adalah terlalu banyak menangis atau terlalu banyak tertawa, pelupa akut bahkan untuk hal-hal yang paling penting sekalipun. Selain itu seringkali merasa kebingungan sedang berada di mana, hari apa, dan sebagainya serta bicaranya tidak lancar atau sulit menemukan kata-kata yang tepat bahkan kata yang sederhana sekalipun.
Gejala lainnya adalah kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari dan perilaku atau mood yang mudah berubah-ubah atau labil.
Ada beberapa kondisi yang menyerupai Demensia, tetapi bukan Demensia yaitu depresi, parkinson, kekurangan vitamin, dan tumor otak.
Sampai saat ini memang belum ada pengobatan yang dapat mengembalikan keadaan Demensia ke keadaan normal secara menyeluruh, namun tentu ada beberapa pencegahan yang dapat dilakukan di antaranya mencukupi asupan nutrisi, gaya hidup yang sehat dilengkapi pola makan yang baik, lingkungan yang mendukung serta kehidupan sosial yang baik.
Jika pencegahan ini tidak dilakukan, beberapa dampak fatal telah menanti tidak hanya pada penderita, namun keluarga dan kerabat terdekatnya. Selain biaya yang tinggi, seseorang yang mengalami Dimensia akan kehilangan independensi serta menyebabkan keluarganya harus menanggung beban rasa malu.
Perlu diingat, Demensia dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Sayangnya, tidak banyak orang yang sadar atau bahkan peduli dengan kondisi ini karena kurang dikenal dibanding penyakit lainnya. Namun sekarang yang bisa Anda lakukan adalah dengan cara-cara sederhana seperti konseling, mencari buku-buku dan video tentang demensia, mengurangi stress, menjaga stabilitas, dan yang paling penting adalah deteksi sedini mungkin
Demensia adalah suatu kondisi di mana kemampuan otak seseorang mengalami kemunduran.
Kondisi ini dapat ditandai dengan keadaan seseorang sering lupa akan sesuatu, keliru, adanya perubahan kepribadian, dan emosi yang naik-turun atau labil.
Banyak penyebab yang membuat seseorang mengalami Demensia, umumnya karena penyakit-penyakit kronik seperti Stroke dan Parkinson. Namun diketahui bahwa penyebab utama seseorang mengalami Demensia adalah penyakit Alzheimer.
Penyakit Alzheimer sendiri adalah suatu kondisi sel-sel saraf di otak mati, yang mengakibatkan sinyal-sinyal otak sulit tersalurkan dengan baik. Hampir sama dengan Dimensia, Alzheimer juga membuat penderitanya mengalami gangguan pada ingatan, penilaian, dan sulit berpikir.
Hingga saat ini, terdapat 1 juta penderita Demensia di Indonesia. Menurut penelitian, pada tahun 2009 lalu kasus penderita Demensia bertambah satu orang setiap 4 detiknya. Menurut perkiraan, pada tahun 2050 akan ada sekitar 3 juta penderita Demensia di Indonesia atau 3,5 persen dari total penduduk. Sementara menurut perkiraan, pada tahun 2050 mendatang kasus Demensia di Asia Pasifik akan mencapai 20 juta insiden pertahun.
Serangan Demensia terjadi secara perlahan namun pasti. Dr. dr. Martina WS Nasrun, Geriatric Psychiatrist dari Alzheimer's Indonesia mengatakan, Demensia pelan-pelan merampas daya kognitif seseorang hingga pada tahap akhir ia tidak lagi berdaya melakukan apa-apa. "Demensia mengembalikan kondisi kita seperti anak kecil lagi, ibaratnya surut seperti kondisi kita waktu kecil," terang dr. Martina.
Jalannya kondisi Demensia berproses, memakan waktu kurang lebih 10 hingga 20 tahun lamanya. Rata-rata Demensia menyerang orang-orang lanjut usia di atas 80 namun tidak menutup kemungkinan hal ini bisa terjadi mulai dari usia 40. Demensia juga lebih banyak menyerang perempuan dibanding laki-laki.
Beberapa tanda dan gejala Dimensia adalah terlalu banyak menangis atau terlalu banyak tertawa, pelupa akut bahkan untuk hal-hal yang paling penting sekalipun. Selain itu seringkali merasa kebingungan sedang berada di mana, hari apa, dan sebagainya serta bicaranya tidak lancar atau sulit menemukan kata-kata yang tepat bahkan kata yang sederhana sekalipun.
Gejala lainnya adalah kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari dan perilaku atau mood yang mudah berubah-ubah atau labil.
Ada beberapa kondisi yang menyerupai Demensia, tetapi bukan Demensia yaitu depresi, parkinson, kekurangan vitamin, dan tumor otak.
Sampai saat ini memang belum ada pengobatan yang dapat mengembalikan keadaan Demensia ke keadaan normal secara menyeluruh, namun tentu ada beberapa pencegahan yang dapat dilakukan di antaranya mencukupi asupan nutrisi, gaya hidup yang sehat dilengkapi pola makan yang baik, lingkungan yang mendukung serta kehidupan sosial yang baik.
Jika pencegahan ini tidak dilakukan, beberapa dampak fatal telah menanti tidak hanya pada penderita, namun keluarga dan kerabat terdekatnya. Selain biaya yang tinggi, seseorang yang mengalami Dimensia akan kehilangan independensi serta menyebabkan keluarganya harus menanggung beban rasa malu.
Perlu diingat, Demensia dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Sayangnya, tidak banyak orang yang sadar atau bahkan peduli dengan kondisi ini karena kurang dikenal dibanding penyakit lainnya. Namun sekarang yang bisa Anda lakukan adalah dengan cara-cara sederhana seperti konseling, mencari buku-buku dan video tentang demensia, mengurangi stress, menjaga stabilitas, dan yang paling penting adalah deteksi sedini mungkin
Sumber : Okezone
Beritasatu
Mungkin itu aja gan yang bisa ane bagi infonya. jadi "TERTAWALAH SEBELUM TERTAWA ITU DILARANG"
TS sangat mengharapkan komen atau





TERIMA KASIH
0
1K
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan