Adu argumen kerap mewarnai dinamika sebuah hubungan. Akibatnya, keharmonisan kerap dipertaruhkan. Sebuah penelitian yang dilakukan University of California mengungkap bahwa keharmonisan suatu hubungan sangat bergantung pada sikap seorang wanita, bukan pria.

Penelitian yang telah diterbitkan dalam jurnal Emotion itu memberi alasan: wanita seringkali tak bisa menguasai emosinya. Disebutkan juga bahwa wanita yang mampu mengontrol emosinya secara cepat, memiliki rumah tangga bahagia, baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Untuk menghasilkan studi ini, peneliti melakukan pengamatannya pada 156 pasangan sejak 1989. Hasilnya, lebih dari 80 persen pasangan fokus pada perselisihan, dan cara bagaimana mereka bangkit kembali dari keadaan tersebut. Sementara itu, keharmonisan suatu hubungan berkembang ketika wanita mampu mengontrol emosi selama perselisihan.

"Ketika wanita mampu diajak berdiskusi dan mencari solusi, ini sangat membantu pasangan mengatasi konflik. Ironisnya, ini jarang dilakukan oleh istri, mereka lebih sering mengkritik dan bertindak gegabah," kata Robert Levenson, peneliti dari Northwestern University.

Lian Bloch, asisten professor dari Pacific Graduate School of Psychology menambahkan, kemarahan dan penghinaan dapat mengancam pasangan. Dari sisi budaya, wanita disebut sebagai pengurus dan pembawa damai. Hal ini tecipta, jika wanita mampu menenangkan diri mereka dalam adu argumen.

Peneliti juga menambahkan, usia dapat menjadi faktor bagaimana pasangan menyelesaikan perselisihan. Mereka yang tergolong pasangan muda, lebih sulit mengontrol emosi