

TS
DenMajalah
G.30/S/PKI : Dosa Bangsa, Utang TNI
Dosa Bangsa, Utang TNI
Oleh: Derek Manangka
nasional - Jumat, 11 Oktober 2013 | 07:01 WIB
===============================================
nyaring di 2013
ga pernah denger........ tiap hari berita akil mulu
Oleh: Derek Manangka
nasional - Jumat, 11 Oktober 2013 | 07:01 WIB
Quote:
inilah..com, Jakarta - Gugatan yang mempertanyakan benar tidaknya peristiwa G-30.S/PKI, sebagai sebuah rekayasa, sudah lama muncul namun baru terdengar nyaring di 2013.
Paradigma tentang komunisme sebagai ideologi yang bukan ancaman bagi Indonesia, sudah berhembus sejak Uni Soviet, salah satu negara penganut komunis terkuat di dunia, terpecah menjadi beberapa negara di 1990.
Debat bahwa komunisme bukan sebagai ideologi berbahaya, semakin marak setelah RRC sebagai salah satu sumbu komunisme dunia, tiba-tiba berubah menjadi negara kapitalis. Padahal komunis dan kapitalis, selama ini diibaratkan antara orang jahat (komunis) dan orang baik (kapitalis). Tapi hembusan itu semua baru menerpa luas banyak kalangan di Indonesia pada 2013.
Adanya wacana yang mempersoalkan G.30S/PKI dan larangan komunisme, tak perlu dicurigai atau dituding sebagai upaya mencari-cari persoalan. Rasa ingin tahu dan sikap berbeda ini patut dilihat sebagai sebuah reaksi wajar. Sebab situasi Indonesia, keadaan dunia di 2013, sudah sangat berbeda dengan kondisi di era 1965-1966.
Sejatinya, kontroversi tentang peristiwa yang disebut kudeta gagal oleh PKI yang terjadi pada 30 September 1965 (G.30.S/PKI), semenjak 1978, sudah dipersoalkan oleh Brian May, wartawan berkebangsaan Amerika Serikat.
Melalui bukunya "The Indonesian Tragedy", May yang pernah menjadi koresponden kantor berita Prancis, AFP (Agence France Presse) di Jakarta, antara lain menyimpulkan bahwa G.30.S/PKI bukanlah gerakan yang dilakukan oleh PKI.
Penculikan dan pembunuhan terhadap 7 jenderal lebih cocok disebut sebagai persaingan internal di kalangan Angkatan Darat. May juga tidak percaya atas penyebutan Kolonel Untung sebagai otak dari G/30.S/PKI.
Memurutnya, Soekarno sebagai Presiden RI, tidak mungkin mendukung usaha kudeta PKI terhadap pemerintahan yang sah, sebagaimana dituduhkan. Tidak mungkin dan tidak masuk akal antara lain, karena saat itu Soekarno sudah ditetapkan oleh MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) sebagai presiden seumur hidup. Lalu utuk apa Soekarno mendukung kudeta terhadap dirinya ?
Wartawan Amerika Serikat itu punya catatan, Kolonel Untung yang dituduh sebagai Komandan G.30S/PKI, ketika menikah di Yogyakarta, dihadiri oleh bekas komandannya di Makassar. Dia adalah Jenderal Soeharto, Panglima Operasi Mandala yang bertugas membebaskan Irian Barat dari Belanda,
Jadi Untung merupakan salah seorang anak buah kesayangan Soeharto, paling tidak dikenal dekat. May menyesalkan atas eksekusi terhadap Untung oleh Kolonel Yasir Suhadibroto (terakhir menjabat Gubernur Lampung).
Sebab kalau betul dia (Untung) memang otak dari G.30.S/PKI, semestinya Untung terus "dipelihara". Tapi yang terjadi Untung justru dieksekusi. Lebih memprihatinkan, semua jejaknya pun dihilangkan. Termasuk dimana letak makamnya, tetap menjadi sebuah misteri.
Selama Orde Baru, "The Indonesian Tragedy" dilarang beredar di Indonesia. Pertanyaan tentang G.30.S/PKI dan paradigma tentang komunisme, muncul dari kalangan intelektual muda. Usia mereka rata-rata di bawah 45 tahun. Mereka merupakan generasi muda Indonesia yang belum lahir ketika G-30.S/PKI meletus. Begitu juga ketika larangan hidup terhadap PKI diberlakukan 47 tahun lalu, generasi muda ini belum dilahirkan..
Apapun motif pertanyaan dan ketidak setujuan mereka, hal ini menandakan cara pandang masyarakat Indonesia terhadap sebuah persoalan, secara kultural telah mengalami perubahan. Perubahan ini tidak boleh dimusuhi ataupun ditentang.
Generasi yang mempertanyakan kejelasan G.30/S/PKI dan pelarangan ideologi komunis, tidak punya beban politik. Karena itu mereka juga perlu dihargai. Memang tak banyak kalangan yang mau peduli terhadap sejarah politik Indonesia, terutama yang terkait dengan G.30S/PKI dan pembubaran PKI. Selain sensitif, ada yang merasa terlalu letih memperdebatkannya.
Juga tidak banyak pihak yang percaya bahwa ABRI dan atau TNI khususnya pada era itu sangat berperan. Hampir setengah abad lalu, peran TNI, sekalipun melewati batas kewenangan, tak ada pihak yang berani mempersoalkannya.
Peran TNI sekalipun melewati kekuasaan, dianggap wajar, semakin mengental setelah sejarawan TNI, Brigandir Jenderal Nugroho Notosusanto memberikan legitimasinya.Nugroho yang terakhir menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era rezim Soeharto, merupakan seorang intelektual yang "diberi" pangkat jenderal bintang satu oleh Presiden Jenderal Soeharto.
Dari fakta penelitian dan perspektifnyalah, peran TNI (Tentara Nasional Indonesia - dulu ABRI) selalu diposisikan sebagai kekuatan utama yang mencegah Indonesia menjadi negara komunis. Disintegrasi Indonesia, tidak terjadi karena PKI berhasil dilumpuhkan oleh TNI. Jadi komunisme merupakan bahaya laten terhadap eksistensi Indonesia.
Legitimasi terhadap TNI yang dibuat Menteri Nugroho Notosusanto (almarhum), semakin kuat dan dipercaya, sebab di masa itu, tak ada tokoh intelektual yang berani mpersoalkannya. Pers pun diam, tidak bereaksi karena takut risikonya. Akibatnya text book sejarah Indonesia khususnya yang ada kaitan dengan peran TNI, ikut berubah.
Sebelum diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Nugroho Notosusanto dikenal sebagai ahli sejarah ABRI. Itu pula sebabnya ia dipercaya sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI. Salah satu versi sejarahnya yang terkenal tentang ABRI atau TNI yang sekaligus menimbulkan kontroversi adalah soal Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Surat Perintah 11 Maret 1966 yang dikeluarkan Presiden Soekarno untuk Panglima Kostrad Jenderal Soeharto, merupakan dokumen resmi dan konstitusional yang menjadi dasar peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Melalui dokumen itu Nugroho Notosusanto menampik tudingan dari berbagai kalangan bahwa Jenderal Soeharto merebut kekuasaan Presiden dari tangan Soekarno.
Salah satu yang fatal dari sejarah Supersemar itu adalah dokumen aslinya hingga sekarang tidak pernah dilihat oleh publik. Di perpustakan Arsip Nasional, dokumen aslinya tidak ditemukan. Sehingga legtimasi Jenderal Nugroho Notosusanto, cacat.
Inilah yang antara lain menyebabkan para ahli sejarah, pengamat atau mereka yang menghendaki keterbukaan, punya kesimpulan sementara dan pandangan tersendiri terhadap TNI dan lebih khusus lagi para jenderal senior. Mereka beranggapan TNI telah melakukan tindakan yang menimbulkan aib dan dosa.
Tidak ditemukannya dokumen yang mengubah sejarah perjalanan bangsa, yang telah mengakibatkan pembunuhan sesama warga bangsa, sesuatu yang patut disesalkan. Aib dan dosa ini akan menjadi sebuah ceritera yang tidak selesai, ceritera duka yang melukai bangsa.
Di era demokrasi seperti saat ini, sejatinya tak ada misteri yang bisa ditutup rapat-rapat. Oleh sebab itu TNI perlu melakukan klarifikasi termasuk introspeksi.
Sebab dengan kecanggihan Teknologi Informasi, hadirnya Era Informasi (Information Age), aib dan misteri itu menjadi seperti sebuah durian monthong. TNI akan terus terbebani oleh pertanyaan yang sama yang muncul dari waktu ke waktu. Sejarah yang dibelokkan, harus ditulis kembali.
Seperti halnya kisah pembunuhan ratusan ribu kader PKI. Di dalam negeri, ceritera itu selalu dibantah. Terutama oleh pihak-pihak yang masih ada hubungannya dengan rezim yang berkuasa di era Soeharto,.
Namun berbagai dokumen yang beredar melalui internet yang sumbernya berasal dari Amerika Serikat menunjukkan, CIA, Badan Intelejens Amerika Serikat dan Jenderal Soeharto, melakukan kerja sama dalam mengeksekusi para kader PKI.
Caranya, CIA yang bertugas di Kedutaan Besar Amerika Serikat, disebut-sebut menyamar sebagai diplomat, mengumpulkan semua informasi dan daftar tokoh PKI. Nama-nama itu kemudian oleh CIA diberikan kepada otoritas Indonesia.
Pejabat atau petugas militer Indonesia, atas dasar dokumen itu juga dituding melakukan penangkapan, penyiksaan sampai dengan pembunuhan. Mereka yang bertugas sebagai eksekutor merupakan aparat militer.
Sehingga kalau anggota TNI ingin kembali berkuasa di Indonesia, utang darah ini, tidak boleh dianggap sesuatu yang sudah lunas. Otomatis diputihkan berhubung kejadiannya sudah bertahun-tahun. Utang tetap utang. Begitu pula aib dan dosa. [mdr]
Paradigma tentang komunisme sebagai ideologi yang bukan ancaman bagi Indonesia, sudah berhembus sejak Uni Soviet, salah satu negara penganut komunis terkuat di dunia, terpecah menjadi beberapa negara di 1990.
Debat bahwa komunisme bukan sebagai ideologi berbahaya, semakin marak setelah RRC sebagai salah satu sumbu komunisme dunia, tiba-tiba berubah menjadi negara kapitalis. Padahal komunis dan kapitalis, selama ini diibaratkan antara orang jahat (komunis) dan orang baik (kapitalis). Tapi hembusan itu semua baru menerpa luas banyak kalangan di Indonesia pada 2013.
Adanya wacana yang mempersoalkan G.30S/PKI dan larangan komunisme, tak perlu dicurigai atau dituding sebagai upaya mencari-cari persoalan. Rasa ingin tahu dan sikap berbeda ini patut dilihat sebagai sebuah reaksi wajar. Sebab situasi Indonesia, keadaan dunia di 2013, sudah sangat berbeda dengan kondisi di era 1965-1966.
Sejatinya, kontroversi tentang peristiwa yang disebut kudeta gagal oleh PKI yang terjadi pada 30 September 1965 (G.30.S/PKI), semenjak 1978, sudah dipersoalkan oleh Brian May, wartawan berkebangsaan Amerika Serikat.
Melalui bukunya "The Indonesian Tragedy", May yang pernah menjadi koresponden kantor berita Prancis, AFP (Agence France Presse) di Jakarta, antara lain menyimpulkan bahwa G.30.S/PKI bukanlah gerakan yang dilakukan oleh PKI.
Penculikan dan pembunuhan terhadap 7 jenderal lebih cocok disebut sebagai persaingan internal di kalangan Angkatan Darat. May juga tidak percaya atas penyebutan Kolonel Untung sebagai otak dari G/30.S/PKI.
Memurutnya, Soekarno sebagai Presiden RI, tidak mungkin mendukung usaha kudeta PKI terhadap pemerintahan yang sah, sebagaimana dituduhkan. Tidak mungkin dan tidak masuk akal antara lain, karena saat itu Soekarno sudah ditetapkan oleh MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) sebagai presiden seumur hidup. Lalu utuk apa Soekarno mendukung kudeta terhadap dirinya ?
Wartawan Amerika Serikat itu punya catatan, Kolonel Untung yang dituduh sebagai Komandan G.30S/PKI, ketika menikah di Yogyakarta, dihadiri oleh bekas komandannya di Makassar. Dia adalah Jenderal Soeharto, Panglima Operasi Mandala yang bertugas membebaskan Irian Barat dari Belanda,
Jadi Untung merupakan salah seorang anak buah kesayangan Soeharto, paling tidak dikenal dekat. May menyesalkan atas eksekusi terhadap Untung oleh Kolonel Yasir Suhadibroto (terakhir menjabat Gubernur Lampung).
Sebab kalau betul dia (Untung) memang otak dari G.30.S/PKI, semestinya Untung terus "dipelihara". Tapi yang terjadi Untung justru dieksekusi. Lebih memprihatinkan, semua jejaknya pun dihilangkan. Termasuk dimana letak makamnya, tetap menjadi sebuah misteri.
Selama Orde Baru, "The Indonesian Tragedy" dilarang beredar di Indonesia. Pertanyaan tentang G.30.S/PKI dan paradigma tentang komunisme, muncul dari kalangan intelektual muda. Usia mereka rata-rata di bawah 45 tahun. Mereka merupakan generasi muda Indonesia yang belum lahir ketika G-30.S/PKI meletus. Begitu juga ketika larangan hidup terhadap PKI diberlakukan 47 tahun lalu, generasi muda ini belum dilahirkan..
Apapun motif pertanyaan dan ketidak setujuan mereka, hal ini menandakan cara pandang masyarakat Indonesia terhadap sebuah persoalan, secara kultural telah mengalami perubahan. Perubahan ini tidak boleh dimusuhi ataupun ditentang.
Generasi yang mempertanyakan kejelasan G.30/S/PKI dan pelarangan ideologi komunis, tidak punya beban politik. Karena itu mereka juga perlu dihargai. Memang tak banyak kalangan yang mau peduli terhadap sejarah politik Indonesia, terutama yang terkait dengan G.30S/PKI dan pembubaran PKI. Selain sensitif, ada yang merasa terlalu letih memperdebatkannya.
Juga tidak banyak pihak yang percaya bahwa ABRI dan atau TNI khususnya pada era itu sangat berperan. Hampir setengah abad lalu, peran TNI, sekalipun melewati batas kewenangan, tak ada pihak yang berani mempersoalkannya.
Peran TNI sekalipun melewati kekuasaan, dianggap wajar, semakin mengental setelah sejarawan TNI, Brigandir Jenderal Nugroho Notosusanto memberikan legitimasinya.Nugroho yang terakhir menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era rezim Soeharto, merupakan seorang intelektual yang "diberi" pangkat jenderal bintang satu oleh Presiden Jenderal Soeharto.
Dari fakta penelitian dan perspektifnyalah, peran TNI (Tentara Nasional Indonesia - dulu ABRI) selalu diposisikan sebagai kekuatan utama yang mencegah Indonesia menjadi negara komunis. Disintegrasi Indonesia, tidak terjadi karena PKI berhasil dilumpuhkan oleh TNI. Jadi komunisme merupakan bahaya laten terhadap eksistensi Indonesia.
Legitimasi terhadap TNI yang dibuat Menteri Nugroho Notosusanto (almarhum), semakin kuat dan dipercaya, sebab di masa itu, tak ada tokoh intelektual yang berani mpersoalkannya. Pers pun diam, tidak bereaksi karena takut risikonya. Akibatnya text book sejarah Indonesia khususnya yang ada kaitan dengan peran TNI, ikut berubah.
Sebelum diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Nugroho Notosusanto dikenal sebagai ahli sejarah ABRI. Itu pula sebabnya ia dipercaya sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI. Salah satu versi sejarahnya yang terkenal tentang ABRI atau TNI yang sekaligus menimbulkan kontroversi adalah soal Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Surat Perintah 11 Maret 1966 yang dikeluarkan Presiden Soekarno untuk Panglima Kostrad Jenderal Soeharto, merupakan dokumen resmi dan konstitusional yang menjadi dasar peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Melalui dokumen itu Nugroho Notosusanto menampik tudingan dari berbagai kalangan bahwa Jenderal Soeharto merebut kekuasaan Presiden dari tangan Soekarno.
Salah satu yang fatal dari sejarah Supersemar itu adalah dokumen aslinya hingga sekarang tidak pernah dilihat oleh publik. Di perpustakan Arsip Nasional, dokumen aslinya tidak ditemukan. Sehingga legtimasi Jenderal Nugroho Notosusanto, cacat.
Inilah yang antara lain menyebabkan para ahli sejarah, pengamat atau mereka yang menghendaki keterbukaan, punya kesimpulan sementara dan pandangan tersendiri terhadap TNI dan lebih khusus lagi para jenderal senior. Mereka beranggapan TNI telah melakukan tindakan yang menimbulkan aib dan dosa.
Tidak ditemukannya dokumen yang mengubah sejarah perjalanan bangsa, yang telah mengakibatkan pembunuhan sesama warga bangsa, sesuatu yang patut disesalkan. Aib dan dosa ini akan menjadi sebuah ceritera yang tidak selesai, ceritera duka yang melukai bangsa.
Di era demokrasi seperti saat ini, sejatinya tak ada misteri yang bisa ditutup rapat-rapat. Oleh sebab itu TNI perlu melakukan klarifikasi termasuk introspeksi.
Sebab dengan kecanggihan Teknologi Informasi, hadirnya Era Informasi (Information Age), aib dan misteri itu menjadi seperti sebuah durian monthong. TNI akan terus terbebani oleh pertanyaan yang sama yang muncul dari waktu ke waktu. Sejarah yang dibelokkan, harus ditulis kembali.
Seperti halnya kisah pembunuhan ratusan ribu kader PKI. Di dalam negeri, ceritera itu selalu dibantah. Terutama oleh pihak-pihak yang masih ada hubungannya dengan rezim yang berkuasa di era Soeharto,.
Namun berbagai dokumen yang beredar melalui internet yang sumbernya berasal dari Amerika Serikat menunjukkan, CIA, Badan Intelejens Amerika Serikat dan Jenderal Soeharto, melakukan kerja sama dalam mengeksekusi para kader PKI.
Caranya, CIA yang bertugas di Kedutaan Besar Amerika Serikat, disebut-sebut menyamar sebagai diplomat, mengumpulkan semua informasi dan daftar tokoh PKI. Nama-nama itu kemudian oleh CIA diberikan kepada otoritas Indonesia.
Pejabat atau petugas militer Indonesia, atas dasar dokumen itu juga dituding melakukan penangkapan, penyiksaan sampai dengan pembunuhan. Mereka yang bertugas sebagai eksekutor merupakan aparat militer.
Sehingga kalau anggota TNI ingin kembali berkuasa di Indonesia, utang darah ini, tidak boleh dianggap sesuatu yang sudah lunas. Otomatis diputihkan berhubung kejadiannya sudah bertahun-tahun. Utang tetap utang. Begitu pula aib dan dosa. [mdr]
===============================================
nyaring di 2013

ga pernah denger........ tiap hari berita akil mulu

0
16.2K
Kutip
81
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan