Odong-Odong Seharga Jutaan Dollar

Shalahuddin Ahmad.

Belum lama Indonesia kembali membeli persenjataan dari amerika senilai 500 juta dollar yang terdiri atas helikopter serang Apache beserta dengan paket pendukungnya yang terdiri atas training, suku cadang, dll.

Untuk urusan senjata dan alat perang maka negara adidaya Amerika merupakan salah satu kiblatnya. Negara manapun yang membutuhkan alat perang pasti menjadikan Amerika sebagai salah satu suplier yang akan diliriknya, kecuali kalau memang negara tersebut sedang mendapatkan embargo dari Amerika.

Amerika bukan hanya menjadi suplier bagi negara-negara yang tidak bisa memenuhi sendiri kebutuhan alat perang dan pertahanannya, bahkan negara-negara Eropa Baratpun yang mempunyai industri persenjataan dan alat perang sendiri masih juga merasa perlu untuk menggunakan alat perang yang dibuat oleh

Membeli alutista dari negara adidaya Amerika ini bukan kali yang pertama. Mesipun pada era presiden Sukarno Indonesia lebih banyak mengandalkan Uni Sovyet sebagai suplier peralatan perangnya, Suharto lebih banyak mengandalkan Amerika dan puncaknya adakah pembelian pesawat tempur F-16 yang akhirnya dibentuk menjadi satu skuadron tersendiri.

Malangnya ketika Indonesia dituduh banyak melakukan pelanggaran HAM terutama di Timor-timur pra jejak pendapat maka Amerika menerapkan embargo persenjataan atas Indonesia. Akibatnya hampir seluruh armada pesawat F-16 yang dimiliki tidak dapat terbang karena ketiadaan suku cadang. Pesawat yang bisa terbang adalah pesawat yang suku cadangnya diperoleh dengwn cara kanibalisasi dari pesawat F-16 yang lain yang sudah lebih dahulu terkapar.

Dari pengalaman itu maka Indonesia merubah kiblat persenjataannya. Hubungan Indonesia dengan Rusia semakin hangat dan antar kepala negara saling bertukar kunjungan. Puncaknya adalah Indonesia mengadakan pembelian pesawat tempur Sukhoi dari Rusia. Transaksi jual beli senjata dengan Rusia disamping bisa dilakukan dengan imbal beli komoditas juga menggunakan skema pembayaran yang lebih menarik dan tidak dikaitkan dengan masalah HAM di Indonesia. Pesawat yang ditawarkan juga pesawat yang dikenal sangat mumpuni dan handal dengan kemampuan manuver yang luar biasa. Siapa tak kenal dengan SU-27 flanker yang manuver khasnya dikenal dengan nama patokan kobra Pugachev. Manuver ini memungkinkan pesawat seperti merem mendadak dengan mendongakkan hidungnya ke atas dan kemudian menurunkan hidungnya dan kembali maju. Konon dengan manuver ini bisa membuat pesawat yang mengejar jet tempur ini terpaksa harus melewatinya dan kemudian bisa ditembak dari belakang oleh jet tempur Sukhoi.

Cukuplah Indonesia mendapatkan sekali pengalaman pahit mengalami embargo senjata dari Amerika Serikat. Menggantungkan sistem persenjatan pada satu negara akan membuat sistem pertahanan Indonesia lemah. Sistem pertahanan seharusnya mengandalkan industri pertahanan yang dikembangkan sendiri tanpa mengandalkan kepada suplai dari negara manapun yang akan membuat pertahanan Indonesia menjadi lemah.

Iran adalah salah satu contoh negara yang mengandalkan sistem pertahanan yang dikembangkannya sendiri tanpa mengandalkan suplai dari negara lain. Hal ini bukan saja membuat Iran bisa melakukan banyak penghematan untuk anggaran militernya tapi juga menjadikannya menjadi kekuatan regional dan bahkan kekuatan internasional yang membuatnya tidak mudah didikte oleh negara manapun apabila itu menyangkut kepentingan dan hak negaranya.

Dengan pengalaman pahit itu mengapa masih juga membeli alutista dari Amerika dan bukan dari negara lain yang tidak mencampurkan urusan dagang dan politik ? Kalau sampai helikopter apache yang dibeli tak bisa digunakan karena embargo maka satu-satunya cara memanfaatkannya adalah dengan menjadikannya odong-odong. Odong-odong seharga jutaan dollar.

sumber: http://hankam.kompasiana.com/2013/10...go-600247.html



peringatan: ini bukan tulisan n pendapat TS
ada hubunganya dngan prof.dr. ing. Mudy M.eng??
wow, buat odong2....