Kaskus

News

kh4msinAvatar border
TS
kh4msin
Politisi asal PDIP yg jabat Hakim Agung di MA, Dilaporkan Terima Suap. KPK Bertindak!
Gayus Disebut Terima Suap, KY Siapkan Langkah Hukum
Posted: 01/10/2013 18:41

Politisi asal PDIP yg jabat Hakim Agung di MA, Dilaporkan Terima Suap. KPK Bertindak!
Profesor Dr Topane Gayus Lumbuun

Liputan6.com, Jakarta : Komisi Yudisial (KY) menyatakan akan menyiapkan sejumlah langkah terkait laporan Hakim Agung Gayus Lumbuun yang menyebutkan dia disudutkan oleh pemberitaan sebuah media cetak nasional. Dalam pemberitaan itu, Gayus bersama 2 hakim agung lainnya disebutkan menerima suap terkait perkara kasasi kasus pajak dengan terdakwa HWO.

Menurut Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar, jika memang terbukti dari pemberitaan itu Gayus sebagai hakim agung terendahkan martabat dan kehormatannya, maka akan ditindaklanjuti. Hal tersebut sudah sesuai dengan kewenangan KY yang diatur dalam undang-undang. "Sesuatu yang terkategori dianggap merendahkan martabat dan keluhuran seorang hakim, maka kami akan melakukan tindak lanjut. Sesuai dengan kewenangan UU KY," kata Asep di Gedung KY, Jakarta, Selasa (1/10/2013).

Asep menerangkan, pihaknya akan menelaah lebih dulu laporan dari Gayus. Termasuk data-data dari dokumen pendukung dalam laporan tersebut. "Apabila diperlukan oleh KY, maka KY akan menggunakan wewenangnya untuk melakukan langkah hukum atau langkah lain jika terbukti ada proses yang merendahkan martavat hakim," ujar Asep. Asep pun mengapresiasi laporan Gayus itu. Sebab, dalam UU, KY memiliki 2 wewenang, yakni mengawasi hakim serta menjaga kehormatan dan martabat hakim. "Untuk posisi lingkup hakim agung baru Pak Gayus yang datang memberikan informasi atau memberikan aduan adanya situasi di mana Pak Gayus merasa bahwa sebagai hakim agung harkat, martabat, dan keluhurannya itu akan terancam oleh pemberitaan," ujar dia. "Oleh karena itu kami akan memfollow-up ini."

Lebih jauh Asep mengungkapkan, selama ini terkait perendahan martabat dan kehormatan hakim, KY pernah memberikan tindak lanjutnya. Meskipun itu baru sebatas teguran dan mediasi kepada intansi yang mencoba merendahkan martabat dan kehormatan hakim. "Kita pernah berikan surat teguran kepada lembaga yang terkait atau mediasi dengan hakimnya," kata dia. Gayus sendiri menyerahkan sepenuhnya kepada KY. Mantan Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP itu percaya KY akan menindaklanjuti masalah ini. "Saya harapkan KY bisa menyelesaikan ini dalam pidana atau langkah lainnya. Saya tidak akan melakukan langkah lainnya. Saya merasa rumah saya untuk mengadu hanya di KY," ucap Gayus.

Sebagai informasi, sebuah media cetak nasional yang terbit Selasa (1/10) pagi ini menulis berita dengan judul 'Dugaan Suap Pegawai MA, Tiga Hakim Agung Disebut Minta Duit'. Dalam pemberitaan itu, 3 hakim agung yang disebut meminta uang adalah Majelis Kasasi yang menangani perkara kasasi kasus pajak dengan terdakwa HWO. Majelis Kasasi yang dimaksud terdiri atas Gayus Lumbuun, Andi Ayyub, dan Zaharuddin Utama. Dalam perkara kasasi HWO itu sendiri, KPK telah menetapkan staf pegawai Pusdiklat MA, Djodi Supratman dan staf pengacara Kantor Pengacara Hotma Sitompoel, Mario C Berardo sebagai tersangka. Disebutkan dalam pemberitaan itu, Mario memberikan sejumlah uang kepada Djody untuk mengurus perkara kasasi HWO. Yang kemudian oleh Djody uang itu diberikan ke Suprapto yang merupakan staf Andi Ayyub. Beberapa hari kemudian, Djody menyampaikan ke Mario informasi dari Suprapto bahwa 3 hakim agung tadi sudah sepakat dengan jumlah uang tersebut.
http://news.liputan6.com/read/708132...-langkah-hukum

Samad sebut 2 Hakim Agung bisa jadi tersangka
Selasa, 24 September 2013 − 18:04 WIB

Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, dua hakim agung yang menangani kasasi pidana penipuan terdakwa pengusaha Hutomo Wijaya Ongowarsito (HWO) di Mahkamah Agung (MA), bisa menjadi tersangka kasus suap pengurusan kasasi tersebut. Dalam pengurusan kasasi ini KPK sudah menetapkan dua tersangka. Mereka yakni, staf Balai Diklat MA Djodi Supratman dan pengacara di kantor law firm Hotma Sitompul & associaties, Mario Carmelio Bernardo.

Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, penelusuran, pendalaman, dan validasi keterangan atau informasi dari saksi-saksi dan tersangka, serta data-data yang ditemukan penyidik masih terus dilakukan. Menurutnya, siapapun yang terlibat dalam kasus ini bisa menjadi tersangka. Apalagi jika dugaan keterlibatan dua hakim agung yang menangani kasasi ini didukung oleh bukti-bukti yang valid. "Iya jadi kita belum berhenti (keterlibatan dua hakim agung) masih terus ditelusuri. Kita belum bisa simpulkan tapi semua keterangan-keterangan, informasi yang berkaitan dengan hakim agung akan kita dalami," ungkap Abraham usai penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/13).

Dikonfirmasi soal rekaman sadapan antara tersangka Djodi dan staf kepaniteraan MA Suprapto yang menyebutkan dua nama hakim agung, Abraham tidak membantahnya. Hanya saja dia mengaku KPK tidak bisa memberikan keterangan atau informasi detail soal isi sadapan rekaman itu. Sadapan hanya bisa dibuka di persidangan tersangka. "Nanti saat sidang kita sampaikan," tandasnya. Pernyataan soal keterlibatan dua hakim agung itu disampaikan kuasa hukum Djodi, Jusuf Siletty usai mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan hari ini. Dia menyatakan, perampungan berkas kliennya itu menjadi momentum bagi Djodi untuk membongkar seluruh keterlibatan pihak lain. "Nanti kita buka, ada juga hakim agung yang selain AA (Andi Abu Ayyub). Jadi ada dua. Nanti kami sampaikan di pengadilan. Di BAP nanti semua jelas. Nama (hakim agung) selain AA itu nanti saja. Dia juga yang menangani kasus ini," ujar Jusuf di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin 23 September 2013.

Kasasi pidana pengusaha Hutomo Wijaya Ongowarsito diajukan oleh pihak jaksa. Perakara kasasi Hutomo ini masuk di MA pada 9 April 2013 dengan No Register: 521 K/PID/2013. Pemohon adalah Jaksa pada Kejaksaaan Tinggi Negeri Jakarta Selatan. Hakim yang menangani perkara kasasi ini ditangani oleh Hakim P1 T Gayus Lumbuun, Hakim P2 Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim P3 Zaharuddin Utama H dengan Panitera Pengganti M Ikhsan Fathoni. Informasi perkara ini dilansir MA lewat situsnya dengan alamat
http://nasional.sindonews.com/read/2...jadi-tersangka

KPK dalami keterlibatan 2 hakim agung
Senin, 23 September 2013 − 19:37 WIB

Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penyidiknya sudah mendalami informasi tersangka Djodi Supratman, terkait keterlibatan dua hakim agung dalam kasus dugaan suap pengurusan kasasi pidana penipuan terdakwa pengusaha Hutomo Wijaya Ongowarsito (HWO) di Mahkamah Agung (MA). Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, hari ini berkas tersangka pengacara di kantor firma hukum Hotma Sitompul, Mario Carmelio Bernardo, dan staf Balai Diklat MA nonaktif Djodi Supratman, sudah lengkap (P21). KPK memiliki waktu 14 hari kerja untuk memasukan berkas Djodi dan Mario ke pengadilan. Dia memastikan, KPK tidak akan berhenti sampai dua tersangka itu saja.

Dia melanjutkan, karena sudah P21 maka KPK tidak bisa memanggil hakim agung lagi dalam proses penyidikan. Tetapi KPK belum membuka penyelidikan baru. "Sampai hari ini belum ada penyelidikan baru," ungkap Johan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (23/9/13) malam. Yang pasti KPK akan melihat dan memantau proses persidangan Djodi dan Mario. Semua informasi yang muncul nanti akan ditindaklanjuti. Dia menuturkan, keterangan Djodi soal keterlibatan dua hakim agung tentu akan didalami, ditelaah, dan divalidasi penyidik. Langkah itu dilakukan untuk memastikan benar atau tidak dan harus didukung bukti-bukti. Tetapi soal sadapan dia tidak menerima informasi dari penyidik. "Pernyataan DS (Djodi Supratman) itu (soal dua hakim agung) tentu sudah disampaikan ke penyidik. Berarti keterangan atau informasi dia sudah didalami," tandasnya.
http://nasional.sindonews.com/read/2...-2-hakim-agung



Diduga Hakim Agung Terlibat Suap, MA Tetap Tunggu Penyidikan KPK
Kamis, 19 September 2013, 18:00 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) enggan berkomentar banyak terkait indikasi keterlibatan hakim agung berinisal AA dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara kasasi Hutomo Wijaya Onggowarsito. "Karena ini masih dalam proses hukum, kami menyerahkan sepenuhnya ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, saat dihubungi, Kamis (19/9). Ia memastikan instansinya juga terus melakukan penelitian secara internal terhadap kasus ini.

Menurutnya, proses investigasi yang dilakukan Badan Pengawasan (Bawas) MA sudah berjalan sejak mencuatnya kasus ini ini ke publik. Ridwan pun berjanji, MA selalu membangun koordinasi dengan KPK untuk kepentingan pengembangan penyidikan lembaga itu ke depan. "Dari awal, kami sudah memiliki komitmen dengan KPK," ujarnya. Terkait sanksi yang bakal dijatuhkan instansinya terhadap AA, Ridwan mengatakan dirinya tidak ingin berspekulasi. Pasalnya, pengakuan Djodi saja belum cukup untuk memenuhi sangkaan kepada AA. Yang jelas, kata dia, sesuai prosedur yang berlaku di MA, setiap hakim yang dinyatakan terlibat kasus hukum pasti bakal dinonaktifkan. "Penyidikan di KPK masih berjalan. Jadi, sebaiknya kita tunggu saja seperti apa perkembangannya nanti," tuturnya.

Seperti diketahui, tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara kasasi Hutomo Wijaya Onggowarsito di MA, Djodi Supratman, mengakui keterlibatan hakim agung berinisial AA dalam kasus yang melilitnya. Djodi mengaku diperintah oleh oknum MA berinisial S untuk menerima uang dari anak buah pengacara Hotma Sitompul, Mario C Bernardo. Belakangan, orang berinisial S ini diketahui sebagai Suprapto, staf Kepaniteraan MA, yang diduga menjadi kaki tangan hakim agung AA dalam menangani perkara kasasi Hutomo Wijaya Onggowarsito.
http://www.republika.co.id/berita/na...penyidikan-kpk

----------------------------

Sebaiknya para politisi itu paham professinya masing-masing dan paham wilayah 'garapannya' adalah di Legislatif saja. Apabila ada politisi yang mulai 'cawe-cawe' dan memasuki dunia kekuasaan diluar kaplingan kekuasaannya, misalnya masuk ke wilayah Eksekutif dan apalagi Yudikatif, tentu tidak etis dan bisa berbahaya.

Salah satu sebab utama mengapa sistem birokrasi Pemerintahan di Indonesia saat ini sarat dengan praktek korupsi pasca Reformasi lalu, dimana era Otoda memungkinkan masuknya seorang politisi untuk menjadi Kepala Daerah, dimulailah era korupsi besar-besaran di negeri ini akibat praktek 'money politics'. Selama politisi itu di izinkan memimpin di wilayah Eksekutif atau Yudikatif, maka distorsi kekuasaan seperti kasus penyalah-gunaan kewenangan dengan korupsi misalnya, akan tetap terjadi, sampai kiamat sekali pun!


emoticon-Turut Berdukaemoticon-I Love Indonesia emoticon-Turut Berduka
Diubah oleh kh4msin 04-10-2013 08:55
0
1.6K
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan