Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

citoxsonAvatar border
TS
citoxson
RI Sudah Masuki Krisis Ekonomi (Resesi), tapi 'sense of crisis' Pemerintah kok Payah?
RI Sudah Masuki Krisis Ekonomi (Resesi), tapi 'sense of crisis' Pemerintah kok Payah?
Istana Negara, Pusat Pemerintahan Republik Indonesia

Krisis Ekonomi Tapi Masih Suka Boros!
Sabtu, 21 September 2013, 19:08 WIB

Bisnis.com, BATAM – Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto “menyentil" pemerintah yang masih bertindak boros meskipun di tengah krisis ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia. Suryo mengatakan, setiap elemen negara perlu memberikan pengorbanan dalam kondisi krisis ekonomi yang sedang berlangsung, khususnya pemerintah. Pemerintah, katanya, harus mau mengencangkan ikat pinggang, tetapi dia tidak melihat hal itu dilakukan. “Kalau di negara lain, di Korea, saya masih ingat betul, di saat mereka menghadapi krisis, menterinya itu tidak boleh naik kelas bisnis, kalau perjalanan itu naik ekonomi.

Kemudian dianjurkan juga jangan terlalu sering ke luar negeri,” tuturnya saat menghadiri acara Silaturahmi dan Diskusi Nasional bertema Kesiapan Indonesia Menuju ASEAN Free Trade Area dan Satu Komunitas ASEAN di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (21/9/2013). Menurutnya, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah penghematan seperti itu guna mengurangi beban biaya yang dipikul negara. “Terus terang saja, kita belum melihat adanya upaya-upaya yang serius ke arah penghematan, pengetatan ikat pinggang. Ini yang masih kita tunggu-tunggu,” sambung dia. Padahal, menurut dia, bila sikap itu dilakukan pemerintah maka akan mempengaruhi psikologis dan kepercayaan masyarakat, termasuk dunia usaha. Kepercayaan itu sangat dibutuhkan pemerintah untuk melakukan berbagai upaya dalam mengatasi krisis ekonomi Indonesia yang kini belum reda.
http://www.bisnis.com/krisis-ekonomi...til-pemerintah

Prabowo: Pemerintah Boros Anggaran Rp259 Triliun Tiap Tahun
Rabu, 6 Februari 2013 09:26 WIB

JAKARTA–Pernah membayangkan berapa banyak itu uang Rp300 triliun? Kalau jumlah ini dibelikan cendol misalnya, mungkin Jakarta bisa banjir cendol. Celakanya, uang sebanyak itu menurut Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto diboroskan oleh pemerintah setiap tahunnya. Ngeri sekali, padahal anggaran seberar itu seharusnya bisa dihemat. Menurut, Prabowo pemborosan anggaran di Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan. Ia mengambil contoh borosnya pelaksanaan pilkada di salah satu provinsi, di mana pemenangnya menghabiskan dana Rp 600 miliar, sementara yang kalah Rp 400 miliar. “Total jumlahnya sudah Rp 1 triliun. Dari mana itu dana? Pasti dari anggaran. Dan itu baru provinsi, belum kabupaten dan kota,” katanya.

Prabowo melanjutkan, kondisi pengunaan anggaran tampaknya semakin tidak efisien. Hal itu dilihat dengan adanya rencana penambahan 4 provinsi dan 16 kabupaten di Indonesia. Akibatnya anggaran daerah hanya akan habis hanya untuk belanja pegawai, rumah dinas, gedung DPRD, dan banyak lagi fasilitas pemerintahan lainnya. “Semua itu perlu dipertimbangkan ulang, kelanjutan pemilihan langsung kepala daerah maupun rencana pemekaran wilayah. Karena tidak efisien,” ujarnya.

RP300 TRILIUN
Menurut Koodinator investigasi dan advokasi Seknas FITRA, Ucok Sky Khadafi memang selama ini pemerintah selalu melakukan pemborosan anggaran tiap tahunnya. Bahkan menurut Ucok apa yang disampaikan Prabowo itu hanya pemborosan minimal tiap tahunnya. “Bahkan pemborosan tiap tahunnya bisa mencapai Rp300 triliun. Benar-benar pemerintah boros tiap tahunnya, padahal banyak rakyat yang masih menjerit kelaparan,” kata Ucok kepada Harian Terbit (6/2).

Menurutnya, pemborosan itu bisa dilihat dari fasilitas di setiap kementrian. Mulai dari pembiayaan baju seragam, biaya makan, minum perjalanan dinas hingga fasilitas kebutuhan pejabat. “Sebenarnya dana-dana itu bisa dihemat dengan menghilangkan pemberian fasilitas tersebut. Para pejabat dan presidenpun sebenarnya sudah mendapat gaji dan fasilitas yang cukup, sehingga tidak perlu dengan tambahan fasilitas lainnya yang dianggap tidak perlu,” jelasnya.

Menurut Ucok pemborosan yang dilakukan Presiden terletak pada terjadinya ganda dalam pengeposan anggaran. Dia menilai dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I tahun 2012, terdapat peruntukan penggunaan dan BA 999.08 yang telah menyalahi UU RI No 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, PP RI No 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah, Permenkeu RI no 165/PMK.02/2011 tentang penggeseran anggaran belanja dari bagian anggaran bendahara umum negara belanja lainnya ke bagian anggaran. “Anggaran taktis Presiden yang menyalahi aturan itu sebesar Rp 156 miliar dan terealisasi Rp 102 miliar dari total anggaran Rp 362 miliar. Semestinya anggaran taktis itu dilakukan bila bersifat urgent dan insidentil dan belum dianggarkan dalam BA 007. Namun, penganggaran yang terdapat pada BA 999.08 itu menyalahi aturan,” tandasnya.

Tapi, tambahnya, ternyata anggaran presiden di BA 999.08 ada penyalagunanaan dan pelanggaran. Ini bukan anggaran yang penting, anggaran ini harusnya ada di BA 007/di Setneg. Ini tiap tahun presiden melakukannya. Ini yang disebut pelanggaran UU RI No 17 dan aturan lainnya. Pemborosan anggaran yang dilakukan Presiden ini, kata Ucok, digunakan untuk dana operasional presiden yang digunakan untuk kunjungan kerja VVIP Presiden dan rombongan, rapat kerja pemerintah, dan bantuan kemasyarakatan bersifat sosial, organisasi, keagamaan, pendidikan. Bukan hanya itu, terang Uchok, dalam pos anggaran BA 999.08 juga digunakan untuk bantuan kemasyarakatan wakil Presiden Boediono dan biaya operasional unit percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) sebesar Rp33 miliar dan yang terealisasi Rp 11,5 miliar.
http://www.harianterbit.com/2013/02/...un-tiap-tahun/

Tiap Tahun, 30% APBN Dikorup
Sabtu, 8 September 2012 14:09 WIB

JAKARTA – Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kerap mengalami kebocoran lantaran dikorup para pejabat. Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung hingga mencapai 30 persen. Jika APBN minimal Rp1.400 triliun, sekitar Rp400 miliar dana APBN yang menguap setiap tahun. “Bukan sesuatu yang mustahil jika dana APBN kita memang kerap menguap dan bocor hingga mencapai sepertiganya. Dana yang menguap itu kerap masuk kantong pejabat dari kalangan birokrat dan politisi,” kata Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Ucok Sky Khadafi kepada Harian Terbit, Sabtu (8/9).

Dia menilai, setiap APBN yang diusulkan pemerintah memang rawan kebocoran. Misalnya saja soal APBN 2013 yang rancangannya telah disampaikan Presiden SBY pada 16 Agustus lalu yang juga rawan kebocoran, apalagi menjelang pelaksanaan Pemilu 2014. “Akan banyak pihak yang berlomba-lomba mengeruk dana APBN untuk dijadikan modal politik menjelang pemilu 2014,” kata Ucok . Dia menegaskan, kebocoran APBN di sana-sini hampir dipastikan semakin besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya.. Sebab, semua sektor rawan dikorupsi. Hanya, peluang beberapa pos anggaran lebih terbuka. Di antaranya, pos penganggaran untuk bantuan sosial dan belanja modal seperti untuk pembangunan infrastruktur,” katanya.

Sementara mantan menteri keuangan, Fuad Bawazier menilai sepertiga dari total APBN selalu bocor. Mislanya saja dalam APBN 2011 lalu yang tingkat kebocorannya sangat tinggi. Kemungkinan besar pada APBN 2012 tingkat kebocorannya juga akan sama. Menurut Fuad, nilai dana transfer daerah berdasarkan Undang-Undang (UU) APBN 2011 mencapai Rp334,322 triliun. Perinciannya, dana bagi hasil (DBH) Rp 83,558 triliun, dana alokasi umum (DAU) Rp225,532 triliun, dan dana alokasi khusus (DAK) Rp25,232 triliun. “Angka ini hampir separuh dikorupsi, belum lagi dana untuk pemerintah pusat. Jadi, saya nilai sepertiga yang dikorupsi,” jelasnya.
http://www.harianterbit.com/2012/09/...-apbn-dikorup/

10 Penyebab Boros-nya Ongkos Birokrasi
Jumat, 29 Juli 2011 14:19

FITRA mencatat, membengkaknya ongkos birokrasi disebabkan oleh 10 hal berikut:
  • 01.Pemberian Remunerasi. Pemberian remunerasi sebagai bagian reformasi birokrasi, karena dianggap rendahnya gaji merupakan penyebab birokrasi yang korup dan kinerja rendah. Mulai tahun 2007, Kemkeu mempelopori pemberian remunerasi pejabat dengan grade I di Kemkeu memperoleh remunerasi hinga, Rp.46,9 juta. Remunerasi terus diberlakukan ke Kementerian lain termasuk Polri dan Mahkamah Agung. Bahkan pada APBN-P 2010 dianggarkan Rp. 13,4 trilyun untuk remunerasi. Besarnya ongkos remunerasi yang dikeluarkan mengekang birokrasi korup. Kasus Gayus, dan Hakim Imas mengkonfirmasi hal ini.
  • 02. Kenaikan Gaji Pegawai. Dalam lima tahun terakhir berturut-turut Pemerintah meningkatkan gaji PNS, TNI/Polri antara 5% sampai 15%, terakhir 2011. Kenaikan tunjangan struktural dan fungsional, pemberian gaji ke 13, pemberian uang makan mulai tahun 2007, penyesuaian pokok pensiun dan pemberian bulan ke 13 untuk pensiun.
  • 03. Istana Menggemukan Birokrasi. Disadari atau tidak, lingkaran istana tidak menjadi lokomotif reformasi birokrasi. Sejak presiden terpilih kedua kalinya, membentuk kabinet yang mengakomodasi seluruh anggota koalisinya dengan jumlah 34, meskipun Kementerian ini merupakan batas maksimal yang diberikan UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian/Lembaga. Tidak cukup sampai di sana, Presiden-pun menambah 10 jabatan Wakil Menteri yang sampai saat ini belum jelas pembagian kerjanya dengan Menteri maupun Pejabat Esselon I.
  • 04. Banjir Komisi. Lembaga Kepresidenan justru tidak mampu memberikan contoh bagi Kementerian/ Lembaga lain. Lembaga Kepresidenan semakin gemuk dengan struktur. Maka dibentuk lagi, lembaga di lingkungan Istana Presiden seperti, staff khusus, staff pribadi, juru bicara, unit kerja, dewan pertimbangan Presiden, satgas mafia hukum dan terakhir Satgas TKI (tenaga Kerja Indonesia). Ironinya, pembentukan lembaga-lembaga ini tidak pernah dievaluasi efektifitasnya, bahkan cenderung menambah beban anggaran Negara. Dari catatan FITRA, setidaknya terdapat 9 badan, komisi, satuan ataupun Tim yang berada di lingkungan istana (lihat lampiran).
  • 05. Kebijakan Pegawai tanpa Mempertimbangkan Anggaran. Sebagai bendahara Negara seharusnya Menkeu mampu memprediksi setiap kebijakan berkaitan dengan pegawai akan berdampak pada belanja pegawai “budget constraint”. Terlebih belanja ini bersifat fix cost yang mudah diprediksi. Kemkeu seharusnya sudah memprediksi, kebijakan sektoral yang berimplikasi pada beban belanja pegawai seharusnya sudah dapat dilihat bebannya terhadap anggaran, seperti kebijakan pengangkatan Sekdes menjadi PNS dan sertifikasi Guru, serta pengangkatan pegawai honorer.
  • 06. Tunjangan Pegawai Daerah. PP No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah memperbolehkan daerah memberikan tambahan tunjangan pada pegawai daerah. Di DKI Jakarta, pejabat eselon I mendapatkan tambahan penghasilan sampai dengan Rp. 50 Juta, dan staff mendapat tambahan antara Rp. 4,7 – 2,9 juta. Perbedaan tambahan tunjangan ini menjadi penyebab beratnya belanja pegawai dan distribusi pegawai yang tidak merata, untuk mengejar tambahan penghasilan, sehingga pada daerah-daerah dengan tambahan penghasilan akan semakin berat beban belanja pegawainya. Ketidak jelasan batasan pemberian tunjangan daerah menyebabkan belanja pegawai membengkak.
  • 07. Skema Dana Perimbangan. Skema dana perimbangan saat ini belum berpihak pada daerah. Sejak otonomi daerah sebanyak 70% urusan didesentralisasikan ke Daerah, sementara pusat memegang lima kewenangan utama. Namun berbanding terbalik dari sisi fiscal, sejak tahun 2005 rata-rata belanja transfer daerah 31% dari APBN. Membengkaknya belanja pegawai, juga disebabkan oleh formula DAU yang tidak memberikan insentif daerah. Formula DAU saat ini memperhitungkan kebutuhan belanja pegawai sebagai alokasi dana dasar dan selisih antara kebutuhan dengan kapasitas fiscal suatu daerah. Dengan formula ini daerah yang mampu melakukan efisiensi belanja pegawai dan meningkatkan kapasitas fiskalnya, otomatis akan berkurang jatah DAU-nya. Ini membuat daerah malas melakukan perampingan birokrasi dan meningkatkan PAD-nya.
  • 08. Politisasi Birokrasi. Sistem rekrutment yang sarat KKN terhadap PNSD dan politisasi birokrasi masih terjadi di daerah. Meski pusat memiliki control untuk menilai formasi pegawai yang dibutuhkan dan rekrutment, namun tidak dapat dibantah aroma suap masih tercium saat rekurtmen. Rekrutmen juga tidak terlepas dari politisasi, menjelang Pilkada, Kepala Daerah sebagai Pembina PNSD akan merekrut lebih banyak PNSD untuk meraih dukungan. Juga paska Pilkada, sebagai imbal jasa tim sukses Kepala Daerah menjadi PNSD tanpa melalui mekanisme juga terjadi.
  • 09. Tidak Ada Rasio Pegawai Berdasarkan Karakteristik Daerah. Sampai saat ini pemerintah belum memiliki rasio jumlah pegawai yang ideal untuk melakukan pelayanan publik. Ketiadaan rasio ini menjadi penyebab terus menerus dilakukan rekurtment pegawai tanpa memperhatikan kebutuhan.
  • 10. Pemekaran Daerah. Pemekaran daerah juga menjadi pemicu membengkaknya belanja pegawai di daerah. Sebagai konsekuensi daerah baru, kebutuhan akan pegawai merupakan keharusan, ditambah rekrutmen yang masih mengutamakan putra daerah dibandingkan profesionalitas. DAU yang menjadi tumpuan membiayaai pegawai daerah, secara tidak langsung berkurang. Sebagai contoh, pada tahun 2008 terdapat 481 daerah dan tahun 2009 naik menjadi 477 daerah, karena terjadinya pemekaran, rata-rata penerimaan DAU berkurang, dari 358 milyar pada tahun 2008 menjadi 351,7 miliar pada tahun 2009.

http://www.seknasfitra.org/_v1/index...id=114&lang=in

Pemborosan anggaran masalah klasik
Saturday, 15 September 2012 23:11 wib

JAKARTA - Pemborosan anggaran negara (uang rakyat) sangat besar. Buktinya, anggaran perjalanan dinas untuk semua kementerian dan lembaga pemerintah pada 2013 senilai Rp21 triliun. Ini mengerikan. Angka tersebut jauh melampaui alokasi program-program peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan rakyat. Kepentingan dinas pejabat dan birokrat melampaui kepentingan pokok rakyatnya sendiri. Program pemberdayaan rakyat seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan bantuan bagi siswa miskin masing-masing senilai Rp7,3 triliun dan Rp10 triliun, sementara biaya perjalanan dinas Rp 21 triliun. “Jelas itu bentuk pemborosan,” kata Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dolfie OFP, di Jakarta, hari ini.

Mengacu pada laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas perjalanan dinas kementerian dan lembaga 2011, terjadi pemborosan sebesar 40 persen dari total anggaran senilai Rp18 triliun. Jika disimulasikan pada alokasi 2013 senilai Rp21 triliun, potensi pemborosannya ditaksir mencapai Rp8,4 triliun. Ekonom Econit Advisory Group, Hendri Saparini, berpendapat, setiap tahun BPK menemukan pemborosan, bahkan indikasi korupsi pada pengelolaan anggaran pemerintah. Namun, hal itu tidak pernah sungguh-sungguh digunakan pemerintah sebagai bahan evaluasi. Buktinya, persoalan klasik seperti besarnya perjalanan dinas terus terjadi. Evaluasi pemerintah sejauh ini masih sebatas soal penyerapan anggaran dan belum benar-benar sampai pada ukuran kinerja.

Jelas, potensi pemborosan di perjalanan dinas 2013 jauh lebih besar dibandingkan anggaran Jamkesmas sebesar Rp7,3 triliun dengan sasaran 86 juta orang. “ Itulah faktanya,” tambah Dolfie. Pembanding lain adalah anggaran program keluarga harapan sebesar Rp3 triliun dan subsidi pelayanan publik sebesar Rp2 triliun. Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo harus berbuat nyata, bukan hanya berjanji segera menindaklanjuti praktik manipulasi anggaran perjalanan dinas oleh oknum pegawai negeri sipil. Penyelewengan anggaran perjalanan dinas dengan berbagai modus telah mengakibatkan kebocoran anggaran hingga 40 persen.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah anggota staf pada unit eselon II salah satu kementerian, pemborosan anggaran juga marak terjadi pada pos pengadaan barang dan jasa. Barang dan jasa yang diadakan sejatinya banyak yang tak penting atau tak diperlukan untuk kepentingan pelayanan publik. Orientasinya sebenarnya adalah mengadakan proyek untuk bagi-bagi uang. Jadi, program lelang elektronik yang didesain untuk mendorong transparansi sejatinya hanya kulit. Hal yang terjadi sebenarnya adalah penunjukan langsung. Akibatnya, tak sedikit barang yang telah diadakan berkualitas buruk, bahkan tidak berfungsi sama sekali. Sungguh, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) perlu mengadakan pertemuan dengan seluruh kementerian dan lembaga yang memiliki catatan buruk soal penyelewengan dana perjalanan dinas. Selain menyoal penyelewengan dana ini, Kemenkeu harus mampu menyoroti masalah penerimaan pendapatan negara, khususnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tidak dimasukkan ke dalam kas negara.
http://www.waspada.co.id/index.php?o...ukum&Itemid=91

---------------------------------

Seharusnya kalau perekonomian nasional mulai memasuki masa-masa sulit seperti saat ini, bukannya malahan berfoya-foya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang justru menguras devisa, mengurangi penerimaan pajak, dan menambah beban pengeluaran APBN yang besar untuk membiayai proyek-proyek berskala nasional yang tidak begitu prioritas pada masa kini, termasuk pemekaran wilayah. Semua ini perlu dilakukan untuk tetap bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang semakin merosot itu, minimal tak jauh-jauh dari laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi aja. Impor yang tidak mendesak seperti peralatan otomotif (apalagi akan ada proyek mobil murah itu), atau impor pesawat-pesawat baru, impor BBM yang membengkak akibat konsumsi BBM meningkat akibat mobil-mobil murah, dan pembangunan infra struktur berat seperti proyek jembatan Sunda itu itu misalnya, seharusnyalah ditunda saja dulu. Termasuk kenaikan gaji PNS tentunya.


emoticon-Sorry
0
3.3K
30
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan