- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Membongkar Misteri Mayat Tujuh Korban G30S


TS
baba.bubu417
Membongkar Misteri Mayat Tujuh Korban G30S
HARI2 akhir bulan september bangsa indonesia sering di ingatkan masa2 'kelam' saat tejadi usaha (yg disebut rezim pemenang/ordebaru) kudeta berdarah G30S(+PKI)

Untuk Itu TS mencoba share salah satu kejadian pasca 'operasi militer' pagi buta 1 oktober 1965 tsb:
moga2 TIDAK
and NO 
4 Oktober 1965. Pukul 4.30 sore saat itu. Lima dokter yang diperintahkan Pangkostrad dan Pangkopkamtib Mayor Jenderal Soeharto memulai tugas mereka.
Jenazah tujuh korban penculikan dan pembunuhnan yang dilakukan kelompok Letkol Untung pada dinihari 1 Oktober mereka periksa satu persatu.
Ketujuh korban itu adalah Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani, Deputi II Menpangad Mayor Jenderal R. Soeprapto, Deputi III Menpangad Mayor Jenderal MT. Harjono, Deputi IV Menpangad Brigardir Jenderal DI. Panjaitan, Asisten I Menpangad Mayjen S. Parman, Oditur Jenderal/Inspektur Kehakiman AD Brigardir Jenderal Soetojo Siswomihardjo dan Letnan Satu P. Tendean (Ajudan Menko Hankam/KASAB Jenderal AH Nasution).
Mayat enam jenderal dan perwira muda Angkatan Darat ini ditemukan di sebuah sumur tua di desa Lubang Buaya, Pondokgede, Jakarta Timur.
Dari lima anggota tim dokter yang mengautopsi ketujuh mayat itu dua di antaranya adalah dokter Angkatan Darat, yakni dr. Brigardir Jenderal Roebiono Kertopati dan dr. Kolonel Frans Pattiasina. Sementara tiga lainnya adalah dokter Kehakiman, masing-masing Prof. dr. Sutomo Tjokronegoro, dr. Liauw Yan Siang, dan dr. Liem Joe Thay.

Keterangan foto: dr. Liem Joey Thay alias Arief Budianto di RS St. Carolus bulan Juni lalu.
Lewat tengah malam, pukul 12.30 atau dinihari 5 Oktober, dr. Roebiono dkk menyelesaikan tugas mereka. Beberapa jam kemudian, saat matahari sudah cukup tinggi, ketujuh jenazah korban penculikan dan pembunuhan yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi ini dimakamkan di TMP Kalibata.
Hasil Visum et Repertum
Ketika diperiksa ketujuh mayat telah dalam keadaan membusuk dan diperkirakan tewas empat hari sebelumnya. Dapat dipastikan ketujuh perwira tinggi dan pertama Angkatan Darat ini tewas mengenaskan dengan tubuh dihujani peluru dan tusukan.

Jenazah Letjen Ahmad Yani diidentifikasi oleh Ajudan Menpangad Mayor CPM Soedarto dan dokter pribadinya, Kolonel CDM Abdullah Hassan, dengan penanda utama parut pada punggung tangan kiri dan pakaian yang dikenakannya serta kelebihan gigi berbentuk kerucut pada garis pertengahan rahang atas diantara gigi-gigi seri pertama.
Tim dokter menemukan delapan luka tembakan dari arah depan dan dua tembakan dari arah belakang. Sementara di bagian perut terdapat dua buah luka tembak yang tembus dan sebuah luka tembak yang tembus di bagian punggung.

Jenazah Mayjen R. Soeprapto diidentifikasi oleh dokter gigi RSPAD Kho Oe Thian dari susunan gigi geligi sang jenderal.
Pada jenazah R. Soeprapto ditemukan (a) tiga luka tembak masuk di bagian depan, (b) delapan luka tembak masuk di bagian belakang, (c) tiga luka tembak keluar di bagian depan, (d) dua luka tembak keluar di bagian belakang, (e) tiga luka tusuk, (f) luka-luka dan patah tulang karena kekerasaan tumpul di bagian kepala dan muka, (g) satu luka karena kekesaran tumpul di betis kanan, dan (h) luka-luka dan patah tulang karena kekerasan tumpul yang berat sekali di daerah panggul dan bagian atas paha kanan.

Di bagian perut Mayjen MT. Harjono ditemukan sebuah luka tusuk benda tajam yang menembus sampai ke rongga perut. Luka tusuk benda tajam juga ditemukan di punggung, namun tidak menembus rongga dada. Dan di tangan kiri dan pergelangan tangan kanan terdapat luka karena kekerasan tumpul yang berat.
Jenazah Mayjen MT. Harjono diidentifikasi oleh saudara kandungnya, MT. Moeljono, pegawai Perusahaan Negara Gaya Motor. Salah satu tanda pengenal jenazah ini adalah cincin kimpoi bertuliskan “Mariatna”, nama sang istri.
Cincin kimpoi, bertuliskan “SPM” juga menjadi salah satu penanda jenazah Mayjen S. Parman, selain kartu tanda anggota AD dan surat izin mengemudi serta foto di dalam dompetnya.
Jenazah S. Parman diidentifikasi oleh dr. Kolenel CDM Abdullah Hasan.

Pada mayat S. Parman ditemukan (a) tiga luka tembak masuk di kepala bagian depan, (b) satu luka tembak masuk di paha bagian depan, (c) satu luka tembak masuk di pantat sebelah kiri, (d) dua luka tembak keluar di kepala, (e) satu luka tembak keluar di paha kanan bagian belakang, dan (f) luka-luka dan patah tulang karena kekerasan tumpul yang berat di kepala, rahang dan tungkai bawah kiri.

Mayat Brigjen DI. Panjaitan diidentifikasi oleh adiknya, Copar Panjaitan dan Samuel Panjaitan, dan dikenali dari pakaian dinas yang dikenakannya serta cincin mas di tangan kiri yang bertuliskan “DI. Panjaitan”.
Tim dokter menemukan luka tembak masuk di bagian depan kepala, juga sebuah luka tembak masuk di bagian belakang kepala. Sementara itu di bagian kiri kepala terdapat dua luka tembak keluar. Terakhir, di punggung tangan kiri terdapat luka iris.
Mayat berikutnya adalah Brigjen Soetojo Siswomihardjo yang diidentifikasi oleh adiknya, dokter hewan Soetopo. Jenazah Brigjen Soetojo dikenali dari kaki kanannya yang tidak ber-ibujari, pakaian yang dikenakannya, arloji merek Omega dan dua cincin emas masing-masing bertuliskan “SR” dan “SS”.

Pada mayat Brigjen Soetojo ditemukan (a) dua luka tembak masuk di tungkai bawah kanan bagian depan, (b) sebuah luka tembak masuk di kepala sebelah kanan yang menuju ke depan, (c) sebuah luka tembak keluar di betis kanan sebagian tengah, (d) sebuah luka tembak keluar di kepala sebelah depan, dan (e) tangan kanan dan tengkorak retak karena kekerasan tumpul yang keras atau yang berat.

Selanjutnya adalah mayat Lettu P. Tendean yang dikenali perwira kesehatan Dirkes AD CDM Amoro Gondoutomo yang menjadi dokter pribadi Menko Hankam/KASAB. Mayat P. Tendean dikenali dari pakaian yang dikenakannya, gigi geligi dan sebuah cincin logam dengan batu cincin berwarna biru.
Pada mayat P. Tendean tim dokter menemukan (a) empat luka tembak masuk di bagian belakang, (b) dua luka tembak keluar bagian depan, (c) luka-luka lecet di dahi dan tangan kiri, dan (d) tiga luka ternganga karena kekerasan tumpul di bagian kepala.
Format Visum et Repertum
Dokumen visum et repertum ketujuh korban yang saya peroleh dituliskan dalam format yang sama. Di pojok kanan atas halaman depan terdapat tulisan “Departmen Angkatan Darat, Direktortat Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, Pro Justicia”.
Sementara di pojok kiri halaman depan tertulis “Salinan dari salinan.”
Bagian kepala laporan bertuliskan “Visum et Repertum” diikuti nomor laporan pada baris bawah yang dimulai dari H.103 (Letjen Ahmad Yani) hingga H.109 (Lettu P. Tendean).
Bagian awal laporan adalah mengenai dasar hukum tim dokter tersebut. Pada bagian ini tertulis rangkaian kalimat sebagai berikut:
“Atas perintah Panglima Kostrad selau Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban kepada Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta, dengan surat perintah tanggal empat Oktober tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima, nomor PRIN-03/10/1965 yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal TNI Soeharto, yang oleh Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat diteruskan kepada kami yang bertandatangan di bawah ini.”
Diikuti nama dan jabatan kelima dokter anggota tim.
Setelah itu adalah bagian yang menjelaskan kapan dan dimana visum et repertum dilakukan. Pada bagian ini tertulis kalimat:
“maka kami, pada tanggal empat Oktober tahun seribu sembilan ratus enam pulu limam mulai jam setengah lima sore sampai tanggal lima Oktober tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima jam setengah satu pagi, di Kamar Seksi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Jakarta, telah melakukan pemeriksaan luar atas jenazah yang menurut surat perintah tersebut di atas adalah jenazah dari pada.”
Bagian ini diikuti oleh bagian berikutnya yang menjelaskan jati diri jenazah dimulai dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, bangsa, agama, pangkat, dan terakhir jabatan.
Selanjutnya ada sebuah paragraph yang menjelaskan kondisi terakhir jenazah sebelum ditemukan dan diperiksa. Pada bagian ini tertulis:
“Korban tembakan dan/atau penganiayaan pada tanggal satu Oktober tahun seribu sembilan ratus enam pulu lima pada peristiwa apa yang dinamakan Gerakan 30 September.”
Bagian ini dikuti oleh penjelasan identifikasi; siapa yang mengidentifikasi dan apa-apa saja tanda utama yang dijadikan patokan dalam identifikasi itu.
Setelah bagian indentifikasi, barulah tim dokter memaparkan temuan mereka dari “hasil pemeriksaan luar” yang dilakukan terhadap jenazah sebelum mengkahirinya dengan “kesimpulan”.
Bagian penutup diawali dengan tulisan “Dibuat dengan sesungguhnya mengingat sumpah jabatan” pada bagian kanan. Diikuti nama dan tanda tangan serta cap kelima dokter anggota tim.
Bagian paling akhir dari dokumen-dokumen yang saya peroleh ini mengenai autentifikasi dokumen.
Karena dokumen ini merupakan “salinan dari salinan” maka ada dua penanda autentifikasi dokumen ini.
Bagian pertama bertuliskan “Disalin sesuai aslinya” dan ditandatangani oleh “Yang menyalin” yakni Kapten CKU Hamzil Rusli Bc. Hk. (Nrp. 303840) selaku panitera. Bagian kedua autentifikasi bertuliskan “Disalin sesuai dengan salinan” dan ditandatangani oleh “Panitera dalam Perkara Ex LKU” Letnan Udara Satu Soedarjo Bc. Hk. (Nrp. 473726).
Tidak ditemukan petunjuk waktu kapan dokumen ini disalin dan disalin ulang.

SUMBER
Tim otopsi jenasah korban G.30.S / PKI merupakan gabungan Tim Kedokteran ABRI dan RSPAD Gatot Subroto dan FKUI.
Menurut Prof. Dr. Arief Budianto (dulu bernama Liem Joe Thay dan masih menjadi dokter yang termuda), hasil otopsi ternyata tidak seperti yang diberitakan mass media.
Ia dijemput KOSTRAD naik truk tentara yang pakai terpal, duduk di depan dan sampai dengan selamat di RSPAD Gatot Subroto.
Ketika sampai di sana, sudah ada Profesor Sutomo dan dr. Ferry Liauw Yan Siang. Di kamar otopsi kondisi mayat umumnya sudah busuk meski tidak berulat namun kulit arinya sudah mengelupas. Tidak juga terlalu kembung, namun sedikit berlendir dan kulitnya kekuningan. Semua mayat masih berpakaian lengkap seperti yang dipakai terakhir. .
Ketika memeriksa mayat Jenderal Ahmad Yani ada satu hal yang paling diingat. Bola matanya sudah copot dan mencelat ke luar. Itu terjadi karena, ketika dimasukkan ke sumur, kepalanya lebih dulu. Di dasar sumur itu ada air, jadi kepalanya terendam di sana.
Pakaian dari Jenderal Ahmad Yani loreng-loreng biru-purih-biru. Kemeja piyamanya penuh pecahan kaca. Dia kan ditembak di depan pintu kaca rumahnya. Itu sebabnya kacanya masih berhamburan ke mana-mana.
Di ruang otopsi digunakan dua buah meja otopsi. Ditanyakan apakah mayat para jenderal akan diotopsi lengkap atau tidak. Para Jenderal (termasuk Mayjen Soeharto) yang hadir menyatakan tidak. Kabarnya RSPAD dari malam hingga pagi dijaga ketat pasukan KOSTRAD. Namun, kepada Tim otopsi tidak ada tekanan apa pun.
Di luar beredar kabar yang menyeramkan soal kondisi penis korban. Karena itu, tim otopsi melakukan pemeriksaan yang lebih teliti lagi tentang hal tersebut. Namun, tim otopsi malah menemukan kondom di kantung salah seorang korban yang bukan Jenderal. Ada juga korban yang ditemukan tidak disunat. Penis-penis para korban juga diperiksa dengan teliti. Jangankan terpotong, bahkan luka iris saja juga sama sekali tidak ada.
Perkara mata yang dicongkel, memang kondisi mayat ada yang bola matanya copot, bahkan ada yang sudah kotal-katil, itu karena sudah lebih dari tiga hari terendam, bukan karena dicongkel paksa.
Ketia diperiksa bagian dada salah seorang jenderal, ada peluru yang kelihatan ngumpet di permukaan kulit.
Namun bila dinyatakan tidak ada sama sekali penyiksaan, itupun juga tidak betul. Mayat-mayat itu sebelumnya ditembaki berkali-kali. Pergelangan mayat Haryono malah jelas sekali hancur karena bebatan perekat yang direkatkan kuat-kuat dan diikat sejak dari Lubang Buaya.
Kepala Jendral Soetojo pecah. Itu tidak serta merta dikatakan penyiksaan. Yang jelas adalah luka tembak. Luka-luka di luar tubuh memang ada, karena kondisi mayatnya yang sudah busuk. Mayat tidak bisa dibedakan lagi apakah kondisi mayat sesudah mati atau sebelum mati ketika dimasukkan di sumur.
Sebagai kelompok tim forensik yang termuda cukup tahu diri. Ia berbicara paling akhir. Dikatakannya, ini adalah tugas negara. Bolehlah kami anggap negara adalah wakil dari Yang Maha Kuasa. Karena itu, kebenaran Nyalah yang harus dikemukakan. Kalau sampai itu dipersalahkan kami yang tujuh orang ini masuk penjara. Namun, saya yakin itu tak mungkin terjadi. Kenapa ? Karena kami melakukan yang benar. Hal yang benar itu memang tak pernah terungkap di surat kabar di sini, namun di koran-koran Amerika, pernah diungkapkan kebenaran itu..
http://id.shvoong.com/social-science...sah-korban-30/
to be continued...
LANJUTAN:
posting no19 dibawah



Untuk Itu TS mencoba share salah satu kejadian pasca 'operasi militer' pagi buta 1 oktober 1965 tsb:
moga2 TIDAK


Quote:
4 Oktober 1965. Pukul 4.30 sore saat itu. Lima dokter yang diperintahkan Pangkostrad dan Pangkopkamtib Mayor Jenderal Soeharto memulai tugas mereka.
Jenazah tujuh korban penculikan dan pembunuhnan yang dilakukan kelompok Letkol Untung pada dinihari 1 Oktober mereka periksa satu persatu.
Ketujuh korban itu adalah Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani, Deputi II Menpangad Mayor Jenderal R. Soeprapto, Deputi III Menpangad Mayor Jenderal MT. Harjono, Deputi IV Menpangad Brigardir Jenderal DI. Panjaitan, Asisten I Menpangad Mayjen S. Parman, Oditur Jenderal/Inspektur Kehakiman AD Brigardir Jenderal Soetojo Siswomihardjo dan Letnan Satu P. Tendean (Ajudan Menko Hankam/KASAB Jenderal AH Nasution).
Mayat enam jenderal dan perwira muda Angkatan Darat ini ditemukan di sebuah sumur tua di desa Lubang Buaya, Pondokgede, Jakarta Timur.
Dari lima anggota tim dokter yang mengautopsi ketujuh mayat itu dua di antaranya adalah dokter Angkatan Darat, yakni dr. Brigardir Jenderal Roebiono Kertopati dan dr. Kolonel Frans Pattiasina. Sementara tiga lainnya adalah dokter Kehakiman, masing-masing Prof. dr. Sutomo Tjokronegoro, dr. Liauw Yan Siang, dan dr. Liem Joe Thay.

Keterangan foto: dr. Liem Joey Thay alias Arief Budianto di RS St. Carolus bulan Juni lalu.
Lewat tengah malam, pukul 12.30 atau dinihari 5 Oktober, dr. Roebiono dkk menyelesaikan tugas mereka. Beberapa jam kemudian, saat matahari sudah cukup tinggi, ketujuh jenazah korban penculikan dan pembunuhan yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi ini dimakamkan di TMP Kalibata.
Hasil Visum et Repertum
Ketika diperiksa ketujuh mayat telah dalam keadaan membusuk dan diperkirakan tewas empat hari sebelumnya. Dapat dipastikan ketujuh perwira tinggi dan pertama Angkatan Darat ini tewas mengenaskan dengan tubuh dihujani peluru dan tusukan.

Jenazah Letjen Ahmad Yani diidentifikasi oleh Ajudan Menpangad Mayor CPM Soedarto dan dokter pribadinya, Kolonel CDM Abdullah Hassan, dengan penanda utama parut pada punggung tangan kiri dan pakaian yang dikenakannya serta kelebihan gigi berbentuk kerucut pada garis pertengahan rahang atas diantara gigi-gigi seri pertama.
Tim dokter menemukan delapan luka tembakan dari arah depan dan dua tembakan dari arah belakang. Sementara di bagian perut terdapat dua buah luka tembak yang tembus dan sebuah luka tembak yang tembus di bagian punggung.

Jenazah Mayjen R. Soeprapto diidentifikasi oleh dokter gigi RSPAD Kho Oe Thian dari susunan gigi geligi sang jenderal.
Pada jenazah R. Soeprapto ditemukan (a) tiga luka tembak masuk di bagian depan, (b) delapan luka tembak masuk di bagian belakang, (c) tiga luka tembak keluar di bagian depan, (d) dua luka tembak keluar di bagian belakang, (e) tiga luka tusuk, (f) luka-luka dan patah tulang karena kekerasaan tumpul di bagian kepala dan muka, (g) satu luka karena kekesaran tumpul di betis kanan, dan (h) luka-luka dan patah tulang karena kekerasan tumpul yang berat sekali di daerah panggul dan bagian atas paha kanan.

Di bagian perut Mayjen MT. Harjono ditemukan sebuah luka tusuk benda tajam yang menembus sampai ke rongga perut. Luka tusuk benda tajam juga ditemukan di punggung, namun tidak menembus rongga dada. Dan di tangan kiri dan pergelangan tangan kanan terdapat luka karena kekerasan tumpul yang berat.
Jenazah Mayjen MT. Harjono diidentifikasi oleh saudara kandungnya, MT. Moeljono, pegawai Perusahaan Negara Gaya Motor. Salah satu tanda pengenal jenazah ini adalah cincin kimpoi bertuliskan “Mariatna”, nama sang istri.
Cincin kimpoi, bertuliskan “SPM” juga menjadi salah satu penanda jenazah Mayjen S. Parman, selain kartu tanda anggota AD dan surat izin mengemudi serta foto di dalam dompetnya.
Jenazah S. Parman diidentifikasi oleh dr. Kolenel CDM Abdullah Hasan.

Pada mayat S. Parman ditemukan (a) tiga luka tembak masuk di kepala bagian depan, (b) satu luka tembak masuk di paha bagian depan, (c) satu luka tembak masuk di pantat sebelah kiri, (d) dua luka tembak keluar di kepala, (e) satu luka tembak keluar di paha kanan bagian belakang, dan (f) luka-luka dan patah tulang karena kekerasan tumpul yang berat di kepala, rahang dan tungkai bawah kiri.

Mayat Brigjen DI. Panjaitan diidentifikasi oleh adiknya, Copar Panjaitan dan Samuel Panjaitan, dan dikenali dari pakaian dinas yang dikenakannya serta cincin mas di tangan kiri yang bertuliskan “DI. Panjaitan”.
Tim dokter menemukan luka tembak masuk di bagian depan kepala, juga sebuah luka tembak masuk di bagian belakang kepala. Sementara itu di bagian kiri kepala terdapat dua luka tembak keluar. Terakhir, di punggung tangan kiri terdapat luka iris.
Mayat berikutnya adalah Brigjen Soetojo Siswomihardjo yang diidentifikasi oleh adiknya, dokter hewan Soetopo. Jenazah Brigjen Soetojo dikenali dari kaki kanannya yang tidak ber-ibujari, pakaian yang dikenakannya, arloji merek Omega dan dua cincin emas masing-masing bertuliskan “SR” dan “SS”.

Pada mayat Brigjen Soetojo ditemukan (a) dua luka tembak masuk di tungkai bawah kanan bagian depan, (b) sebuah luka tembak masuk di kepala sebelah kanan yang menuju ke depan, (c) sebuah luka tembak keluar di betis kanan sebagian tengah, (d) sebuah luka tembak keluar di kepala sebelah depan, dan (e) tangan kanan dan tengkorak retak karena kekerasan tumpul yang keras atau yang berat.

Selanjutnya adalah mayat Lettu P. Tendean yang dikenali perwira kesehatan Dirkes AD CDM Amoro Gondoutomo yang menjadi dokter pribadi Menko Hankam/KASAB. Mayat P. Tendean dikenali dari pakaian yang dikenakannya, gigi geligi dan sebuah cincin logam dengan batu cincin berwarna biru.
Pada mayat P. Tendean tim dokter menemukan (a) empat luka tembak masuk di bagian belakang, (b) dua luka tembak keluar bagian depan, (c) luka-luka lecet di dahi dan tangan kiri, dan (d) tiga luka ternganga karena kekerasan tumpul di bagian kepala.
Format Visum et Repertum
Dokumen visum et repertum ketujuh korban yang saya peroleh dituliskan dalam format yang sama. Di pojok kanan atas halaman depan terdapat tulisan “Departmen Angkatan Darat, Direktortat Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, Pro Justicia”.
Sementara di pojok kiri halaman depan tertulis “Salinan dari salinan.”
Bagian kepala laporan bertuliskan “Visum et Repertum” diikuti nomor laporan pada baris bawah yang dimulai dari H.103 (Letjen Ahmad Yani) hingga H.109 (Lettu P. Tendean).
Bagian awal laporan adalah mengenai dasar hukum tim dokter tersebut. Pada bagian ini tertulis rangkaian kalimat sebagai berikut:
“Atas perintah Panglima Kostrad selau Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban kepada Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta, dengan surat perintah tanggal empat Oktober tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima, nomor PRIN-03/10/1965 yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal TNI Soeharto, yang oleh Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat diteruskan kepada kami yang bertandatangan di bawah ini.”
Diikuti nama dan jabatan kelima dokter anggota tim.
Setelah itu adalah bagian yang menjelaskan kapan dan dimana visum et repertum dilakukan. Pada bagian ini tertulis kalimat:
“maka kami, pada tanggal empat Oktober tahun seribu sembilan ratus enam pulu limam mulai jam setengah lima sore sampai tanggal lima Oktober tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima jam setengah satu pagi, di Kamar Seksi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Jakarta, telah melakukan pemeriksaan luar atas jenazah yang menurut surat perintah tersebut di atas adalah jenazah dari pada.”
Bagian ini diikuti oleh bagian berikutnya yang menjelaskan jati diri jenazah dimulai dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, bangsa, agama, pangkat, dan terakhir jabatan.
Selanjutnya ada sebuah paragraph yang menjelaskan kondisi terakhir jenazah sebelum ditemukan dan diperiksa. Pada bagian ini tertulis:
“Korban tembakan dan/atau penganiayaan pada tanggal satu Oktober tahun seribu sembilan ratus enam pulu lima pada peristiwa apa yang dinamakan Gerakan 30 September.”
Bagian ini dikuti oleh penjelasan identifikasi; siapa yang mengidentifikasi dan apa-apa saja tanda utama yang dijadikan patokan dalam identifikasi itu.
Setelah bagian indentifikasi, barulah tim dokter memaparkan temuan mereka dari “hasil pemeriksaan luar” yang dilakukan terhadap jenazah sebelum mengkahirinya dengan “kesimpulan”.
Bagian penutup diawali dengan tulisan “Dibuat dengan sesungguhnya mengingat sumpah jabatan” pada bagian kanan. Diikuti nama dan tanda tangan serta cap kelima dokter anggota tim.
Bagian paling akhir dari dokumen-dokumen yang saya peroleh ini mengenai autentifikasi dokumen.
Karena dokumen ini merupakan “salinan dari salinan” maka ada dua penanda autentifikasi dokumen ini.
Bagian pertama bertuliskan “Disalin sesuai aslinya” dan ditandatangani oleh “Yang menyalin” yakni Kapten CKU Hamzil Rusli Bc. Hk. (Nrp. 303840) selaku panitera. Bagian kedua autentifikasi bertuliskan “Disalin sesuai dengan salinan” dan ditandatangani oleh “Panitera dalam Perkara Ex LKU” Letnan Udara Satu Soedarjo Bc. Hk. (Nrp. 473726).
Tidak ditemukan petunjuk waktu kapan dokumen ini disalin dan disalin ulang.

SUMBER
Quote:
Tim otopsi jenasah korban G.30.S / PKI merupakan gabungan Tim Kedokteran ABRI dan RSPAD Gatot Subroto dan FKUI.
Menurut Prof. Dr. Arief Budianto (dulu bernama Liem Joe Thay dan masih menjadi dokter yang termuda), hasil otopsi ternyata tidak seperti yang diberitakan mass media.
Ia dijemput KOSTRAD naik truk tentara yang pakai terpal, duduk di depan dan sampai dengan selamat di RSPAD Gatot Subroto.
Ketika sampai di sana, sudah ada Profesor Sutomo dan dr. Ferry Liauw Yan Siang. Di kamar otopsi kondisi mayat umumnya sudah busuk meski tidak berulat namun kulit arinya sudah mengelupas. Tidak juga terlalu kembung, namun sedikit berlendir dan kulitnya kekuningan. Semua mayat masih berpakaian lengkap seperti yang dipakai terakhir. .
Ketika memeriksa mayat Jenderal Ahmad Yani ada satu hal yang paling diingat. Bola matanya sudah copot dan mencelat ke luar. Itu terjadi karena, ketika dimasukkan ke sumur, kepalanya lebih dulu. Di dasar sumur itu ada air, jadi kepalanya terendam di sana.
Pakaian dari Jenderal Ahmad Yani loreng-loreng biru-purih-biru. Kemeja piyamanya penuh pecahan kaca. Dia kan ditembak di depan pintu kaca rumahnya. Itu sebabnya kacanya masih berhamburan ke mana-mana.
Di ruang otopsi digunakan dua buah meja otopsi. Ditanyakan apakah mayat para jenderal akan diotopsi lengkap atau tidak. Para Jenderal (termasuk Mayjen Soeharto) yang hadir menyatakan tidak. Kabarnya RSPAD dari malam hingga pagi dijaga ketat pasukan KOSTRAD. Namun, kepada Tim otopsi tidak ada tekanan apa pun.
Di luar beredar kabar yang menyeramkan soal kondisi penis korban. Karena itu, tim otopsi melakukan pemeriksaan yang lebih teliti lagi tentang hal tersebut. Namun, tim otopsi malah menemukan kondom di kantung salah seorang korban yang bukan Jenderal. Ada juga korban yang ditemukan tidak disunat. Penis-penis para korban juga diperiksa dengan teliti. Jangankan terpotong, bahkan luka iris saja juga sama sekali tidak ada.
Perkara mata yang dicongkel, memang kondisi mayat ada yang bola matanya copot, bahkan ada yang sudah kotal-katil, itu karena sudah lebih dari tiga hari terendam, bukan karena dicongkel paksa.
Ketia diperiksa bagian dada salah seorang jenderal, ada peluru yang kelihatan ngumpet di permukaan kulit.
Namun bila dinyatakan tidak ada sama sekali penyiksaan, itupun juga tidak betul. Mayat-mayat itu sebelumnya ditembaki berkali-kali. Pergelangan mayat Haryono malah jelas sekali hancur karena bebatan perekat yang direkatkan kuat-kuat dan diikat sejak dari Lubang Buaya.
Kepala Jendral Soetojo pecah. Itu tidak serta merta dikatakan penyiksaan. Yang jelas adalah luka tembak. Luka-luka di luar tubuh memang ada, karena kondisi mayatnya yang sudah busuk. Mayat tidak bisa dibedakan lagi apakah kondisi mayat sesudah mati atau sebelum mati ketika dimasukkan di sumur.
Sebagai kelompok tim forensik yang termuda cukup tahu diri. Ia berbicara paling akhir. Dikatakannya, ini adalah tugas negara. Bolehlah kami anggap negara adalah wakil dari Yang Maha Kuasa. Karena itu, kebenaran Nyalah yang harus dikemukakan. Kalau sampai itu dipersalahkan kami yang tujuh orang ini masuk penjara. Namun, saya yakin itu tak mungkin terjadi. Kenapa ? Karena kami melakukan yang benar. Hal yang benar itu memang tak pernah terungkap di surat kabar di sini, namun di koran-koran Amerika, pernah diungkapkan kebenaran itu..
http://id.shvoong.com/social-science...sah-korban-30/
Spoiler for dr arief yang Ikut Mengotopsi Mayat Tujuh Pahlawan Revolusi 1965:
Quote:
dr. Arif yang Ikut Mengotopsi Mayat Tujuh Pahlawan Revolusi 1965

INI sudah bulan September. Beberapa hari lagi saya ingin menuliskan hasil visum et repertum enam jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat yang tewas dinihari 1 Oktober 1965.
Jelas ini bukan barang baru. Beberapa tahun lalu, Benedict Anderson telah menggunakan hasil visum et repertum ini sebagai rujukan dalam artikelnya di jurnal Indonesia Vol. 43, (Apr., 1987), pp. 109-134, How Did the Generals Die?
Saya mendapatkan copy visum et repertum itu dari Dandhy DL, jurnalis RCTI. Tahun lalu, dia juga menurunkan liputan mengenai dr. Arif dan visum et repertum ketujuh pahlawan revolusi korban, meminjam istilah Bung Karno, intrik internal Angkatan Darat dan petualangan petinggi PKI yang keblinger, serta konspirasi nekolim.
Tetapi sebelum menuliskan hasil visum et repertum itu, dalam kesempatan ini saya ingin menampilkan beberapa foto dr. Arif Budianto. Dia adalah satu dari lima dokter yang diperintahkan Pangkostrad Mayjen Soeharto selaku Pangkopkamtib untuk mengotopsi jenazah tujuh pahlawan revolusi itu.
Selain dr. Arif yang bernama asli Lim Joe Thay, empat dokter lain yang tergabung dalam tim forensik itu adalah dr. Brigjen Roebiono Kertopati, perwira tinggi yang diperbantukan di RSP Angkatan Darat; dr. Kolonel Frans Pattiasina, perwira kesehatan RSP Angkatan Darat; dr. Sutomo Tjokronegoro, ahli Ilmu Urai Sakit Dalam dan ahli Kedokteran Kehakiman, juga profesor di FK UI; dan dr. Liau Yan Siang, lektor dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman FK UI.

Ketujuh pahlawan revolusi itu jelas mati dibunuh. Namun dari hasil otopsi yang mereka lakukan sama sekali tidak ditemukan tanda-tanda pencungkilan bola mata, atau apalagi, pemotongan alat kelamin seperti yang digosipkan oleh media massa yang dikuasai Angkatan Darat ketika itu.
Gosip mengenai pemotongan alat kelamin –bahkan ada gosip yang menyebutkan ada anggota Gerwani yang setelah memotong alat kelamin salah seorang korban, lantas memakannya– telah membangkitkan amarah di akar rumput.
Gosip-gosip ini, menurut Ben Anderson dalam artikelnya yang lain (saya sedang lupa judulnya) sengaja disebarkan oleh pihak militer. Dan ia bagai minyak tanah yang disiramkan ke api. Menyambar-nyambar. Selanjutnya, pembantaian besar-besaran terhadap anggota PKI dan/atau siapa saja yang dituduh menjadi anggota PKI atau memiliki relasi dengan PKI, terjadi di mana-mana.
Catatan tidak resmi menyebutkan setidaknya 2 juta orang tewas dalam pembantaian massal yang terjadi dalam beberapa tahun itu.
Bulan Juni yang lalu, dr. Arif sempat dirawat di RS St. Carolus. Ketika menerima kabar itu dari salah seorang kerabat dr. Arif, saya dan Dandhy menyempatkan diri menjenguknya. Di RS. St. Carolus kami sama-sama mengabadikan dr. Arif. Bedanya, Dandhy menggunakan video kamera merek Panasonic, sementara saya menggunakan kamera saku digital merek Cannon.

Tadinya, informasi yang kami terima menyebutkan bahwa dr. Arif terkena serangan struk. Setelah kami bertemu dengan beliau di paviliun St. Carolus, dan berbicara dengan istrinya, Ny. Arif, barulah kami ketahui bahwa dr. Arif dirawat karena terjatuh saat hendak naik ke kursi rodanya.
dr arief

INI sudah bulan September. Beberapa hari lagi saya ingin menuliskan hasil visum et repertum enam jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat yang tewas dinihari 1 Oktober 1965.
Jelas ini bukan barang baru. Beberapa tahun lalu, Benedict Anderson telah menggunakan hasil visum et repertum ini sebagai rujukan dalam artikelnya di jurnal Indonesia Vol. 43, (Apr., 1987), pp. 109-134, How Did the Generals Die?
Saya mendapatkan copy visum et repertum itu dari Dandhy DL, jurnalis RCTI. Tahun lalu, dia juga menurunkan liputan mengenai dr. Arif dan visum et repertum ketujuh pahlawan revolusi korban, meminjam istilah Bung Karno, intrik internal Angkatan Darat dan petualangan petinggi PKI yang keblinger, serta konspirasi nekolim.
Tetapi sebelum menuliskan hasil visum et repertum itu, dalam kesempatan ini saya ingin menampilkan beberapa foto dr. Arif Budianto. Dia adalah satu dari lima dokter yang diperintahkan Pangkostrad Mayjen Soeharto selaku Pangkopkamtib untuk mengotopsi jenazah tujuh pahlawan revolusi itu.
Selain dr. Arif yang bernama asli Lim Joe Thay, empat dokter lain yang tergabung dalam tim forensik itu adalah dr. Brigjen Roebiono Kertopati, perwira tinggi yang diperbantukan di RSP Angkatan Darat; dr. Kolonel Frans Pattiasina, perwira kesehatan RSP Angkatan Darat; dr. Sutomo Tjokronegoro, ahli Ilmu Urai Sakit Dalam dan ahli Kedokteran Kehakiman, juga profesor di FK UI; dan dr. Liau Yan Siang, lektor dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman FK UI.

Ketujuh pahlawan revolusi itu jelas mati dibunuh. Namun dari hasil otopsi yang mereka lakukan sama sekali tidak ditemukan tanda-tanda pencungkilan bola mata, atau apalagi, pemotongan alat kelamin seperti yang digosipkan oleh media massa yang dikuasai Angkatan Darat ketika itu.
Gosip mengenai pemotongan alat kelamin –bahkan ada gosip yang menyebutkan ada anggota Gerwani yang setelah memotong alat kelamin salah seorang korban, lantas memakannya– telah membangkitkan amarah di akar rumput.
Gosip-gosip ini, menurut Ben Anderson dalam artikelnya yang lain (saya sedang lupa judulnya) sengaja disebarkan oleh pihak militer. Dan ia bagai minyak tanah yang disiramkan ke api. Menyambar-nyambar. Selanjutnya, pembantaian besar-besaran terhadap anggota PKI dan/atau siapa saja yang dituduh menjadi anggota PKI atau memiliki relasi dengan PKI, terjadi di mana-mana.
Catatan tidak resmi menyebutkan setidaknya 2 juta orang tewas dalam pembantaian massal yang terjadi dalam beberapa tahun itu.
Bulan Juni yang lalu, dr. Arif sempat dirawat di RS St. Carolus. Ketika menerima kabar itu dari salah seorang kerabat dr. Arif, saya dan Dandhy menyempatkan diri menjenguknya. Di RS. St. Carolus kami sama-sama mengabadikan dr. Arif. Bedanya, Dandhy menggunakan video kamera merek Panasonic, sementara saya menggunakan kamera saku digital merek Cannon.

Tadinya, informasi yang kami terima menyebutkan bahwa dr. Arif terkena serangan struk. Setelah kami bertemu dengan beliau di paviliun St. Carolus, dan berbicara dengan istrinya, Ny. Arif, barulah kami ketahui bahwa dr. Arif dirawat karena terjatuh saat hendak naik ke kursi rodanya.
dr arief
to be continued...
LANJUTAN:
posting no19 dibawah
kalo berkenan mohon rate dan semangkuk cendol nya gan 



Diubah oleh baba.bubu417 02-10-2013 14:38
0
30.3K
Kutip
79
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan