- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
INDONESIA atau ENDONESA ( masuk gan !!!! wajib di baca !!!! )
TS
wiide
INDONESIA atau ENDONESA ( masuk gan !!!! wajib di baca !!!! )
Quote:
Sebenarnya kita hidup dan berpijak di negara mana? INDONESIA atau ENDONESA / ENDONESIA ????
Indonesia atau Endonesia?
“Kau tak kenal bangsamu sendiri…”
–Pramoedya Ananta Toer (Anak Semua Bangsa)
Quote:
Selama 64 tahun menjalani kemerdekaannya, sensus penduduk di negeri ini tak pernah mengungkapkan ada berapa juta orang yang tidak tahu tentang asal-usul nama negeri tempat kelahiran dan kematiannya. Hal ini tak perlu disesali benar. Karena ini memang bukan menyangkut soal perut atau “periuk nasi” banyak orang. Juga tak pernah menjadi garis hidup yang menentukan peta nasib seseorang. Perkara asal-usul nama memang bisa dianggap penting atau sebaliknya, tergantung dari sudut pandang mana orang menilainya.
Negeri ini ada di antara dua samudera, itu kata ilmu bumi atau peta geografi. Tapi negeri ini bermula dari satu nama sungai, itu kata ilmu sejarah. Dari Indusnesos menjadi Indunesia dan akhirnya jadilah Indonesia. Indus adalah nama sebuah sungai di India dan nesos berasal dari bahasa Yunani yang artinya ‘gugusan pulau’ atau ‘kepulauan’. Dengan begitu, nama Indonesia punya arti ‘kepulauan India’. Tak ada yang risih atau repot dengan arti nama ini. Dan orang India pun tak pernah keberatan nama negerinya dicatut jadi nama sebuah bangsa.
Seorang pelaut Portugis yaitu Manoel Godinho de Eredia pernah membuat peta yang di dalamnya tercantum nama Luca-antara atau Nuca-antara untuk kepulauan Malaya. Kurang lebih ada kaitannya dengan kerajaan Majapahit di abad ke-15 yang menamakan daerah kekuasaannya dengan nama Nusantara. Sebelum Majapahit ada Kerajaan Singasari yang menamakannya Dipantara, Nusantara di antara dua benua. Lalu pada abad ke-16 Portugis menguasai Indonesia dan menamakannya India Portugis.
Belanda datang Portugis hengkang. Maka Belanda menamai negeri jajahannya Hindia Belanda atau Nederlandsch Indie. Menurut Pramoedya Ananta Toer, pada abad ke-16 itu dunia Barat mencari rempah-rempah. Dan nama Hindia sendiri sebenarnya adalah nama merk rempah-rempah yang asalnya dari Maluku dan Aceh (Sumatera).
Orang pertama yang mengusulkan nama Indonesia untuk kepulauan Hindia bukanlah orang Indonesia sendiri, melainkan antropolog Inggris yang pernah tinggal di Penang, Malaysia, bernama James Richardson Logan pada tahun 1850. Sebelumnya adalah George Windsor Earl yang menemukan kata itu dengan ejaan Indunesia. Kemudian di tahun 1884 Adolf Bastian, seorang Jerman ahli ilmu bangsa-bangsa, dalam sebuah buku karangannya menyebut nama Indonesia untuk pulau-pulau di antara samudera Hindia dan Pasifik yang memiliki persamaan hukum adat, dan mempopulerkan nama itu.
Lain lagi menurut Bung Karno. Perkataan Indonesia, kata beliau dalam Bung Karno Penjambung Lidah Rakyat Indonesia (1966), berasal dari seorang ahli purbakala bangsa Jerman bernama Jordan yang belajar di negeri Belanda. Karena letak kepulauan ini dekat dengan India, ia namakanlah Kepulauan dari India.
Terlepas dari itu, Bung Karno memaknai Indonesia sebagai langit biru dan terang, mega putih yang lamban, dan udara yang hangat. Katanya, “Saudara-saudaraku yang tercinta, laut yang menderu memukul-mukul ke pantai di cahaya senja bagiku adalah jiwanya Indonesia yang bergerak dalam gemuruhnya gelombang samudra. Bila kudengar anak-anak ketawa, aku mendengar Indonesia. Manakala aku menghirup bunga-bunga, aku menghirup Indonesia. Inilah arti tanah air bagiku.”
Nama Tanah Air
Ternyata perjalanan nama Indonesia sebagai nama tanah air dan nation sebenarnya dimulai ketika tahun 1908 Soetan Casajangan bersama mahasiswa Indonesia yang lain yang sedang belajar di Belanda membentuk organisasi bernama Indische Vereeniging (IV) dan menerbitkan majalah atau buletin dengan nama Hindia Poetra. Mulanya organisasi ini hanya bergiat di bidang sosial dan budaya, bukan politik.
Setelah timbul kesadaran untuk memerdekakan tanah airnya maka para mahasiswa itu menganggap nama IV sudah kolot, kuno dan nama Hindia juga tidak patut. Akhirnya nama Indonesia mulai dipakai sebagai nama organisasi ketika pada 1925 organisasi ini berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) dengan gambar kepala kerbau pada bendera organisasinya. Dan nama buletin organisasi pun berubah menjadi Indonesia Mardika. Sejak itu pula Indonesia Mardika gencar memuat tulisan-tulisan politik.
Menurut para mahasiswa itu, sebutan Nederlandsch Indie mesti menjadi Indonesia dan Inlander menjadi orang Indonesia. Bangsa Indonesia harus menjadi satu dan mesti berpikir dan berasa Indonesia, kata mereka. Sejak saat itu bisa dikatakan nama Indonesia sudah menjadi nama tanah air dan nation. Namun belum dalam bentuk konkret berupa batas wilayah dan seperti apa penduduknya.
Kemudian pada waktu persiapan kemerdekaan barulah ditentukan wilayah dan penduduk Indonesia. Sebenarnya mahasiswa Indonesia yang dulu tergabung dalam PI itu adalah ras Melayu. Ini sesuai dengan maksud Adolf Bastian yang menyebut nama Indonesia untuk wilayah dengan persamaan hukum adat. Artinya, daerah seperti Maluku tidak masuk wilayah Indonesia sedangkan Malaysia dan Singapura bisa masuk Indonesia. Tapi hal ini dibantah oleh kelompok lain yang menyatakan bahwa Indonesia adalah persoalan kesamaan dalam penjajahan, yaitu wilayah bekas Hindia Belanda. Akhirnya kelompok terakhir inilah yang disepakati.
Dengan demikian proses penaman sebuah bangsa memang tidak semudah dan sesederhana seperti memberi nama pada bayi yang baru lahir. Kita tahu, sebuah bangsa lahir lewat pergulatan sejarah yang panjang dan penuh pengorbanan. Bung Hatta juga benar, lahirnya sebuah bangsa selalu sejalan dengan pertumpahan darah dan air mata.
Namun yang sedikit mengherankan tentang nama Indonesia adalah meski nama negeri ini ditulis ‘Indonesia’, dengan huruf ‘I’ di awal, tapi rakyat negeri ini sendiri—tentu tidak seluruhnya–sering mengucapkannya ‘Endonesia’ atau bahkan ‘Endonesa’ dengan huruf ‘E’ di awal. Coba saja ucapkan kata pertama dari lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Tetapi hal yang sama tidak terjadi pada kata ‘Indom*e’, ‘Indos*t’, atau ‘Indosi*r’, misalnya. Indonesia atau Endonesia, kedengarannya memang tipis saja perbedaannya alias beti (beda tipis). Tapi apakah ini sejenis kombinasi dari kecelakaan berbahasa atau keseleo lidah yang tak bertulang hingga berujung pada kebiasaan salah ucap? Entahlah.Mungkin hal ini terlalu sepele untuk dipersoalkan. Sekali lagi, tergantung dari sudut pandang mana kita menilainya.
Toh hingga tahun kemerdekaan yang ke-64 ini perkara tidak mengetahui asal-usul nama dan kebiasaan salah ucap tidak pernah mengurangi hak seseorang sebagai bangsa dan warga negara Indonesia. Lagi pula, meskipun sampai detik ini masih banyak terjadi hak warga negara yang dikebiri dengan semena-mena, toh rakyat negeri ini tak pernah jera menganggap tanah airnya, seperti bait penutup lagu yang penuh haru itu, “tempat berlindung di hari tua…sampai akhir menutup mata…”
Pandasurya Wijaya (Agustus 2009)
–Penikmat Sejarah
Negeri ini ada di antara dua samudera, itu kata ilmu bumi atau peta geografi. Tapi negeri ini bermula dari satu nama sungai, itu kata ilmu sejarah. Dari Indusnesos menjadi Indunesia dan akhirnya jadilah Indonesia. Indus adalah nama sebuah sungai di India dan nesos berasal dari bahasa Yunani yang artinya ‘gugusan pulau’ atau ‘kepulauan’. Dengan begitu, nama Indonesia punya arti ‘kepulauan India’. Tak ada yang risih atau repot dengan arti nama ini. Dan orang India pun tak pernah keberatan nama negerinya dicatut jadi nama sebuah bangsa.
Seorang pelaut Portugis yaitu Manoel Godinho de Eredia pernah membuat peta yang di dalamnya tercantum nama Luca-antara atau Nuca-antara untuk kepulauan Malaya. Kurang lebih ada kaitannya dengan kerajaan Majapahit di abad ke-15 yang menamakan daerah kekuasaannya dengan nama Nusantara. Sebelum Majapahit ada Kerajaan Singasari yang menamakannya Dipantara, Nusantara di antara dua benua. Lalu pada abad ke-16 Portugis menguasai Indonesia dan menamakannya India Portugis.
Belanda datang Portugis hengkang. Maka Belanda menamai negeri jajahannya Hindia Belanda atau Nederlandsch Indie. Menurut Pramoedya Ananta Toer, pada abad ke-16 itu dunia Barat mencari rempah-rempah. Dan nama Hindia sendiri sebenarnya adalah nama merk rempah-rempah yang asalnya dari Maluku dan Aceh (Sumatera).
Orang pertama yang mengusulkan nama Indonesia untuk kepulauan Hindia bukanlah orang Indonesia sendiri, melainkan antropolog Inggris yang pernah tinggal di Penang, Malaysia, bernama James Richardson Logan pada tahun 1850. Sebelumnya adalah George Windsor Earl yang menemukan kata itu dengan ejaan Indunesia. Kemudian di tahun 1884 Adolf Bastian, seorang Jerman ahli ilmu bangsa-bangsa, dalam sebuah buku karangannya menyebut nama Indonesia untuk pulau-pulau di antara samudera Hindia dan Pasifik yang memiliki persamaan hukum adat, dan mempopulerkan nama itu.
Lain lagi menurut Bung Karno. Perkataan Indonesia, kata beliau dalam Bung Karno Penjambung Lidah Rakyat Indonesia (1966), berasal dari seorang ahli purbakala bangsa Jerman bernama Jordan yang belajar di negeri Belanda. Karena letak kepulauan ini dekat dengan India, ia namakanlah Kepulauan dari India.
Terlepas dari itu, Bung Karno memaknai Indonesia sebagai langit biru dan terang, mega putih yang lamban, dan udara yang hangat. Katanya, “Saudara-saudaraku yang tercinta, laut yang menderu memukul-mukul ke pantai di cahaya senja bagiku adalah jiwanya Indonesia yang bergerak dalam gemuruhnya gelombang samudra. Bila kudengar anak-anak ketawa, aku mendengar Indonesia. Manakala aku menghirup bunga-bunga, aku menghirup Indonesia. Inilah arti tanah air bagiku.”
Nama Tanah Air
Ternyata perjalanan nama Indonesia sebagai nama tanah air dan nation sebenarnya dimulai ketika tahun 1908 Soetan Casajangan bersama mahasiswa Indonesia yang lain yang sedang belajar di Belanda membentuk organisasi bernama Indische Vereeniging (IV) dan menerbitkan majalah atau buletin dengan nama Hindia Poetra. Mulanya organisasi ini hanya bergiat di bidang sosial dan budaya, bukan politik.
Setelah timbul kesadaran untuk memerdekakan tanah airnya maka para mahasiswa itu menganggap nama IV sudah kolot, kuno dan nama Hindia juga tidak patut. Akhirnya nama Indonesia mulai dipakai sebagai nama organisasi ketika pada 1925 organisasi ini berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) dengan gambar kepala kerbau pada bendera organisasinya. Dan nama buletin organisasi pun berubah menjadi Indonesia Mardika. Sejak itu pula Indonesia Mardika gencar memuat tulisan-tulisan politik.
Menurut para mahasiswa itu, sebutan Nederlandsch Indie mesti menjadi Indonesia dan Inlander menjadi orang Indonesia. Bangsa Indonesia harus menjadi satu dan mesti berpikir dan berasa Indonesia, kata mereka. Sejak saat itu bisa dikatakan nama Indonesia sudah menjadi nama tanah air dan nation. Namun belum dalam bentuk konkret berupa batas wilayah dan seperti apa penduduknya.
Kemudian pada waktu persiapan kemerdekaan barulah ditentukan wilayah dan penduduk Indonesia. Sebenarnya mahasiswa Indonesia yang dulu tergabung dalam PI itu adalah ras Melayu. Ini sesuai dengan maksud Adolf Bastian yang menyebut nama Indonesia untuk wilayah dengan persamaan hukum adat. Artinya, daerah seperti Maluku tidak masuk wilayah Indonesia sedangkan Malaysia dan Singapura bisa masuk Indonesia. Tapi hal ini dibantah oleh kelompok lain yang menyatakan bahwa Indonesia adalah persoalan kesamaan dalam penjajahan, yaitu wilayah bekas Hindia Belanda. Akhirnya kelompok terakhir inilah yang disepakati.
Dengan demikian proses penaman sebuah bangsa memang tidak semudah dan sesederhana seperti memberi nama pada bayi yang baru lahir. Kita tahu, sebuah bangsa lahir lewat pergulatan sejarah yang panjang dan penuh pengorbanan. Bung Hatta juga benar, lahirnya sebuah bangsa selalu sejalan dengan pertumpahan darah dan air mata.
Namun yang sedikit mengherankan tentang nama Indonesia adalah meski nama negeri ini ditulis ‘Indonesia’, dengan huruf ‘I’ di awal, tapi rakyat negeri ini sendiri—tentu tidak seluruhnya–sering mengucapkannya ‘Endonesia’ atau bahkan ‘Endonesa’ dengan huruf ‘E’ di awal. Coba saja ucapkan kata pertama dari lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Tetapi hal yang sama tidak terjadi pada kata ‘Indom*e’, ‘Indos*t’, atau ‘Indosi*r’, misalnya. Indonesia atau Endonesia, kedengarannya memang tipis saja perbedaannya alias beti (beda tipis). Tapi apakah ini sejenis kombinasi dari kecelakaan berbahasa atau keseleo lidah yang tak bertulang hingga berujung pada kebiasaan salah ucap? Entahlah.Mungkin hal ini terlalu sepele untuk dipersoalkan. Sekali lagi, tergantung dari sudut pandang mana kita menilainya.
Toh hingga tahun kemerdekaan yang ke-64 ini perkara tidak mengetahui asal-usul nama dan kebiasaan salah ucap tidak pernah mengurangi hak seseorang sebagai bangsa dan warga negara Indonesia. Lagi pula, meskipun sampai detik ini masih banyak terjadi hak warga negara yang dikebiri dengan semena-mena, toh rakyat negeri ini tak pernah jera menganggap tanah airnya, seperti bait penutup lagu yang penuh haru itu, “tempat berlindung di hari tua…sampai akhir menutup mata…”
Pandasurya Wijaya (Agustus 2009)
–Penikmat Sejarah
Spoiler for sumber:
Quote:
Indonesia atau Endonesia ?
Saya sering mendengar, banyak orang mengucapkan “Endonesia” daripada Indonesia. Atau mungkin, telinga saya yang kurang jelas mendengar ? Nyatanya, dalam percakapan sehari-hari saja, bahkan para guru, lebih enak menyebut “Endonesia”. Lucunya, kalau orang asing yang menyebutkan, mereka akan mengucapkan dengan fasih “Indonesia”.
Nama Indonesia ditujukan untuk serangkaian pulau nan bagai ratna mutu manikam yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Kalau “Endonesia” ? Saya tidak tahu.
Nama Indonesia dipancangkan untuk sejumlah heroisme para anak bangsa yang mempertahankan kedaulatan bangsa dan negerinya dari penjajah. Maka lahirlah peristiwa-peristiwa : Bandung Lautan Api, Medan Area, Sepuluh November, Simpang Lima Semarang, Palagan Ambarawa, Puputan Margarana, dan sebagainya. Sedangkan “Endonesia” ? Saya tidak mengerti.
Nama Indonesia disematkan oleh berbagai bangsa, Cina dengan sebutan “Nan-hai” (kepulauan selatan), India dengan sebutan “Dwipantara” (kepulauan tanah seberang), Arab dengan sebutan “Jazirah Al Jawi” (kepulauan Jawa), Belanda dengan sebutan “Nederlandsch-indie” (Hindia Belanda), dan Jepang dengan sebutan “To-Indo” (Hindia Timur).
Selanjutnya, dari beberapa orang, ditahbiskan nama Indonesia dengan sebutan “Insulinde” oleh Multatuli (Eduard Douwes Dekker), “Indunesia atau Malayunesia” oleh George Samuel Windsor Earl. Baru setelah James Richardson Logan menabalkan nama “Indonesia”, maka seakan sebuah maklumat agung, Indonesia beroleh nama sejatinya.
Bila sekarang ada penyebutan “Endonesia”, baik disengaja ataupun tidak disengaja, kemungkinan ada dugaan gejala Dyslexia atau Disleksia, yaitu penyakit kesulitan membaca, menulis, dan mengeja. Nah, barulah saya bisa memahami.
Saya sering mendengar, banyak orang mengucapkan “Endonesia” daripada Indonesia. Atau mungkin, telinga saya yang kurang jelas mendengar ? Nyatanya, dalam percakapan sehari-hari saja, bahkan para guru, lebih enak menyebut “Endonesia”. Lucunya, kalau orang asing yang menyebutkan, mereka akan mengucapkan dengan fasih “Indonesia”.
Nama Indonesia ditujukan untuk serangkaian pulau nan bagai ratna mutu manikam yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Kalau “Endonesia” ? Saya tidak tahu.
Nama Indonesia dipancangkan untuk sejumlah heroisme para anak bangsa yang mempertahankan kedaulatan bangsa dan negerinya dari penjajah. Maka lahirlah peristiwa-peristiwa : Bandung Lautan Api, Medan Area, Sepuluh November, Simpang Lima Semarang, Palagan Ambarawa, Puputan Margarana, dan sebagainya. Sedangkan “Endonesia” ? Saya tidak mengerti.
Nama Indonesia disematkan oleh berbagai bangsa, Cina dengan sebutan “Nan-hai” (kepulauan selatan), India dengan sebutan “Dwipantara” (kepulauan tanah seberang), Arab dengan sebutan “Jazirah Al Jawi” (kepulauan Jawa), Belanda dengan sebutan “Nederlandsch-indie” (Hindia Belanda), dan Jepang dengan sebutan “To-Indo” (Hindia Timur).
Selanjutnya, dari beberapa orang, ditahbiskan nama Indonesia dengan sebutan “Insulinde” oleh Multatuli (Eduard Douwes Dekker), “Indunesia atau Malayunesia” oleh George Samuel Windsor Earl. Baru setelah James Richardson Logan menabalkan nama “Indonesia”, maka seakan sebuah maklumat agung, Indonesia beroleh nama sejatinya.
Bila sekarang ada penyebutan “Endonesia”, baik disengaja ataupun tidak disengaja, kemungkinan ada dugaan gejala Dyslexia atau Disleksia, yaitu penyakit kesulitan membaca, menulis, dan mengeja. Nah, barulah saya bisa memahami.
Spoiler for sumber:
jika kalian semua merasa darah INDONESIA... ucapkan dengan baik dan benar.
jangan ucapkan ENDONESA atau ENDONESIA? kecuali karena memang memiliki gangguan disleksia
TS hanya berbagi dan sekedar mengingatkan jika masih ada yang salah mengucapkan nama negara kita gan
Quote:
ane terima gan |||||||||| dan jangan di beri gan
Diubah oleh wiide 24-09-2013 09:03
0
8.4K
Kutip
82
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan