Maaf ya kalo FRnya kepanjangan. Harap maklum, baru pertama kali ini bikin catper perjalanan. Ada baiknya sembari menunggu trit berhenti berputar karena loading, siapkan kopi, rokok, dan cemilan secukupnya
Dan mohon maaf juga apabila cerita tentang perjalanannya lebih panjang daripada cerita naik gunungnya , soalnya memang perjalanannya lebih panjang (dan lebih capek dari naik gunungnya )



Rinjani memang mempesona, sudah lama saya pengen mengunjungi gunung yang berada di pulau Lombok tersebut. Namun karena faktor waktu, tenaga, dan dana yang cekak akhirnya rencana tersebut baru terlaksana kemarin. Nah kebetulan saya suka sepedahan, jadi saya gabungin aja. Sepedahan dan naik gunung (tapi sepedanya nggak dibawa naik gunung lho, bawa badan aja capek apalagi bawa sepeda ). Alhamdulillah, ada teman yang bisa diajak edan dari Semarang pengen ikutan. Dia gowes sendiri dari Semarang menuju Malang :, dengkulnya bener bener porter verified lagi, Solo – Kediri tembus dalam waktu sehari


Day 1 ( 16 Agustus 2013, Malang - Probolinggo) : The Journey Begin
Akhirnya hari H tiba juga, saya sangat antusias, sampai – sampai saya nggak bisa tidur sampai pagi . Dari jam 5 pagi saya sudah packing, semua perabotan mau tak mau harus masuk semua dan harus bisa nangkring di sepeda. Lumayan juga ternyata, tiap sepeda masing masih berbobot sekitar 20kg berat bos
Jam 8 pagi kita berdua berangkat. Maklum hari pertama, masih semangat – semangatnya, pokoknya sehari kami targetkan sekitar 100 km. Saya belum pernah bersepeda jauh ke daerah timur, Dika juga. Dari kota Malang sampai daerah Lawang jalan cenderung naik, maklum jalanan antar kota, jadi lawannya ya kendaraan besar beroda lebih dari 4 biji. Setelah dari Lawang jalan kebanyakan menurun sampai kota Pasuruan (asyik ). Kami sampai di kota Pasuruan sebelum sholat jumat (kebetulan hari itu hari jumat, jadi sekalian sholat jumatan disitu). Setelah sholat jumatan dan sebelum berangkat kami juga ditraktir es cendol oleh salah satu warga disekitar masjid tersebut (siapapun anda terima kasih banyak ya ). Nah setelah kota Pasuruan mata saya sudah mulai ngantuk gara gara kemarinnya begadang , jadi saya gowes sambil setengah tidur
Sore hari kami tiba di perbatasan kota Probolinggo, mata sudah nggak bisa diajak kompromi lagi. Keluarin matras, gelar matras, kemudian tidur di pinggir jalan . Setengah sadar saya masih bisa mendengar Dika berbincang dengan seseorang (yang kemudian saya ketahui dia juga goweser yang lagi turing).
“Mas, mau kemana mas?” :
“Mau ke Lombok, Pak”
“Malam ini tidur dimana? Kalau mau tidur di rumah saya aja, besok berangkat lagi. Saya juga suka sepedahan kok”
“Piye mbeng? Gelem ora?”
“Ora usah kesuwen, iyo ae. Motoku wes ngantuk banget iki cuk. Sepet. Pengen turu”
Namanya Pak Ghani, orang baik yang menawarkan kami tinggal. Dulunya dia seorang atlit lari dan cross country. Alhamdulillah, malam ini ada tempat bermalam dan makan gratis
Moto sepet, ngantuk. Jam 9 malam saya sudah tewas :





Day 2 (17 Agustus 2013, Probolinggo – Asembagus) : Peturing Jam 8 Pagi
Perjalanan lanjut lagi, start dari rumah pak Ghani sekitar jam 8 pagi (tidak lupa kami makan pagi di rumah beliau ). Kami berpamitan dan diantar oleh anaknya sampai jalan besar. Jalanannya mulus, cenderung datar, namun di beberapa titik seperti Paiton dan sesudahnya jalanan menanjak sedikit. Lumayan capek dan menguras persediaan air karena kami lewat Paiton jam 12 tepat saat matahari diatas ubun – ubun
Pada awalnya saya menargetkan sore sudah sampai di Baluran dan ngecamp disana. Namun saya lupa beberapa faktor, seperti kondisi fisik, medan, cuaca panas, dan beban bawaan . Jam 7 malam kami baru sampai di Asembagus. Dari orang – orang yang saya tanya, dari Asembagus sampai ke Baluran jalanan naik turun dan berliku tanpa ada penerangan. Ya sudah, malam ini kita tidur di polsek saja. Sepik – sepik sedikit akhirnya kami diijinkan tidur disana. Bapak polisi disana ramah, kami juga sempat berbincang – bincang sebentar karena kebetulan juga ada pak polisi yang suka sepedahan.
Setelah mandi, masak makanan, seperti kemarin jam 9 malam saya sudah tepar



Day 3 (18 Agustus 2013, Asembagus – Baluran – Gilimanuk) : AFRIKAAAA !!!
Rupanya bikepacking membuat hidup saya jadi teratur . Pagi – pagi sudah bangun, mandi, dan bikin sarapan. Kalo di kosan sih saat ayam berkokok itu adalah alarm waktu tidur .
Jam 8 pagi kami sudah packing, sarapan, pamitan sama pak polisi di polsek Asembagus, dan berangkat. Dari sinilah kemudian muncul istilah “peturing jam delapan pagi”, karena kami selalu berangkat jam 8 pagi
Dari polsek jalan masih datar, mulai masuk baluran disambut dengan tanjakan. Weh, ada tulisan “TN BALURAN” gede di pinggir jalan, foto – foto dulu lah . Saat kita foto – foto, tiba tiba wuuuuus, dari arah timur meluncur turun satu orang dengan sepeda sendirian. Bule turing juga tapi kok ora mandek yo
Lanjut lagi, jalan berliku naik turun selama di Baluran, pas siang terik, di langit nggak ada awan pula, dari aspal juga sudah mulai terlihat fatamorgana. Baju? Gak usah ditanya, basah kuyup oleh keringat . Di tengah jalan ban depan saya bocor gara – gara tertusuk duri tanaman waktu sepeda saya gasak masuk semak – semak buat foto, sial . Untung ada ban dalam cadangan, copot ganti pompa lagi, berangkat lagi kita
Jam setengah 2 siang kami berdua tiba di pintu masuk Taman Nasional Baluran. Di dekat pos registrasi kami disambut merak yang dibiarkan lepas begitu saja (udah jinak rupanya dia). Ternyata harga tiket masuk ke Taman Nasional Baluran ini murah meriah, hanya dua ribu lima ratus rupiah. Dari keterangan orang di pos registrasi 4 km pertama jalanan rusak kemudian selanjutnya jalan sudah bagus. Setelah masuk ternyata jalannya hancur semua, ditipu kita . Gara – gara jalan yang rusak keril yang saya ikat di boncengan belakang jadi gampang melorot karena ikatan talinya kurang kencang. Asu :
“Woh, Dik. Aprika Dik”
“Iyo Mbeng”
“Apik yo iki Jowo opo Zimbabwe toh sakjane”
Rasa kesal gara – gara keril yang melorot tadi sudah hilang karena pemandangan saat sampai. Benar – benar seperti di afrika, padahal saya nggak pernah ke afrika . Foto – foto dulu kita, keluarkan bakat narsis, jeprat jepret terus. Lumayan buat stok avatar twitter, bisa gonta – ganti tiap hari
Sore kami berangkat lagi, sebelum gelap harus sudah sampai di Ketapang dan nyebrang sampai di Gilimanuk. Nyatanya kami baru sampai di pelabuhan Ketapang jam 7 malam, padahal perasaan sudah full speed deh . Jam 8 malam kami baru mulai naik kapan ferry dan menyeberang ke Bali.
Akhirnya saya bisa gowes lintas pulau. Terima kasih Tuhan
Jam 9 kami sampai di pelabuhan Gilimanuk. Niat bermalam di kantor polisi kami ganti dengan menginap di masjid di Gilimanuk.
Setelah mandi, masak indomi, seperti biasa saya tak butuh waktu lama untuk kembali tewas



Day 4 (19 Agustus 2013, Gilimanuk – Soka ) : Nggak Tembus Denpasar
Peturing jam 8 pagi, seperti biasa kami berangkat lagi jam 8 pagi . Dari plang yang kami temui di jalan, Denpasar jaraknya sekitar 150 kilometer. Bisa nih tembus dalam sehari, di peta sih jalanannya menyusuri pantai di selatan pulau Bali, dalam benak saya kalau jalanan seperti itu pasti datar (kayak pantura gitu lah). Namun saya salah, ini jalur selatan, berbeda dengan jalur utara, konturnya naik turun terus sepanjang perjalanan mulai dari kota Negara :.
Biarpun jalannya naik turun, tapi pemandangan di kiri kanan jalan benar benar indah. Di kanan pemandangan sawah landai menguning yang siap panen, beberapa petani sudah ada yang memanen sawahnya. Di beberapa tempat pantai selatan juga telihat :. Tengok ke kiri, pemandangan berbeda, sawah terasering yang menghijau . Walau jalan naik turun tapi di sepanjang jalan banyak pohon sehingga saat siang hari kami tidak begitu kepanasan sepanjang perjalanan
Kiri kanan pemandangan kontras sekali, berkali – kali saya menengok kanan kiri. Saking seringnya, mungkin kalau dilihat dari belakang mirip orang geleng – geleng waktu sedang tahlilan
Kapan warasmu, Mbeng
Jam 4 WITA kami baru sampai di Soka, tepatnya di depan Museum Ogoh Ogoh. Wah nggak bisa tembus ke Denpasar malam ini nih, jalanannya naik turun terus, di depan pasti tambah nanjak mana di sepanjang jalan nggak ada lampu penerangan jalan lagi, lawannya truk – truk gede dan bus, sudah capek pula badan ini :. Baru jam 4 sore waktu setempat, khirnya kita untuk berhenti di pos polisi di Soka, masak dan tidur disana.
Malam hari saat saya ngerokok di depan pos polisi dan melihat ke jalan, saya bersyukur. Untunglah kami nggak nekat untuk berangkat malam dan lanjut ke Denpasar. Truk – truk roda ganda dan bus – bus semuanya ngebut . Nggak bisa ngebayangin kalau malam hari kita masih jalan
Kemudian lelap