BAGI Pujiadi, 40, istri agaknya tak beda dengan cashing untuk sebuah HP. Jenuh dengan model lama, ingin yang lebih baru. Tapi karena Ny. Tinuk, 45, istrinya tak rela suami cari “cashing” baru, saat protes malah dihajar sampai babakbelur. Paling menyakitkan, penggebukan itu justru di depan calon “cashing” baru.
Mengikuti mode HP, tak pernah ada habisnya. Dan kawula muda Indonesia sangat diperbudak oleh teknologi telepon selular ini. Meski HP seri lamanya masih bagus, begitu ada model yang baru dari blackbery sampai android, ingin pula memiliki. Padahal bagi kalangan orangtua yang gaptek, mengikuti revolusi HP bisa pusing sendiri.

Jangankan mengoperasikan blackbery, sekedar nembel blek borot (kaleng bocor) saja tidak bisa!
Jika ditilik usianya, Pujiadi memang termasuk generasi muda yang sangat terbuka akan mode. Dia blackbery juga punya. Tapi soal HP-HP jenis baru itu dia tak peduli benar, sebab meski pengin, dia tak punya uang sendiri kecuali pemberian dari istri. Maklumlah, dalam keluarga tiang punggung ekonomi justru istrinya, Tinuk yang punya usaha dagang. Sedangkan Pujiadi fungsi nya tak lebih sebagai pemacek (pejantan) doang! “Mas Puji gak usah ngaya, sing penting ora lali ngombe obat kuwat (tak perlu kerja mati-matian, yang penting rajin minum obat kuat),” begitu Tinuk pernah memberi petunjuk.

Bukannya membongkar borok-borok masa lalu, Pujiadi mau kimpoi dengan perempuan 5 tahun lebih tua karena kepepet. Kala itu sampai usia 30 tahun belum juga laku kimpoi, gara-gara kemiskinannya. Untung ketemu Pak Suro Ngamin, lelaki tua yang punya anak perawan tua pula. Jika mau kimpoi dengan Tinuk yang kala itu sudah usia 35 tahun, niscaya status sosial dan derajatnya akan terkerek. Pujiadi tertarik tawaran itu, sehingga dia menikahi gadis jelek dan kadaluwarsa pula. “Kalau pengin cantik, tutupi saja mukanya dengan poster Paramitha Rasudi.” Kata Pujiadi menghibur diri.

Sang mertoku memang sangat sayang kepada mantunya yang satu ini. Pasangan baru itu dibangunkan rumah, diberi sejumlah sawah, di samping sawah sepetak yang tak seberapa luas itu, tentunya. Dan setelah bersuamikan Pujiadi, usaha dagang Tinuk semakin maju pula. Tapi soal duit tetap dikendalikan istri. Pujiadi sangat tergantung pada pemberian istri. Jadi meskipun penampilannya petentang-petenteng dengan baju macam anggota DPR, tapi sebetulnya dia “pesuruh”-nya Ny. Tinuk.

Sepuluh tahun kerjasama nirlaba bersama Tinuk, dua anak telah lahir. Tapi hal itu tak membuat lelaki warga Desa Trosobo Kecamatan Taman Sidoarjo (Jatim) ini terbunuh obsesinya. Beberapa minggu lalu dia sempat kenal cewek janda cantik, usia baru 30 tahunan. Kontan saja pendulumnya kontak. Ibarat HP, ini jelas seri terbaru yang punya seabrek fiture.

Sedangkan Tinuk yang di rumah, cuma Nokia 3310 yang hanya bisa untuk kirim SMS dan nelepon. “Kali ini saatnya saya harus ganti cashing,” kata Pujiadi bertekad dalam hati.
Sejak itu Pujiadi rajin berkomunikasi dengan cashing baru bernama Nurul tersebut. Janjian diam-diam juga sudah menjadi rutinitas. Namun sial, beberapa hari lalu SMS-nya tentang rencana pertemuan itu dibaca oleh istrinya. Keruan saja dada sang nyonya mengkap-mengkap, sehingga Tinuk pun menyanggong tempat rencana pertemuan itu. Ternyata tidak meleset, di situ memang nampak suaminya berdua-dua dengan perempuan cantik yang elektabilitasnya jelas begitu kuat.

“Mas, ngaku saja, siapa perempuan itu?” sergah Tinuk. Pujiadi yang kepergok aksi selingkuhnya,belingsatan tak bisa menjawab. Karena istrinya terus mendesak dengan pertanyaaan sama, dia langsung menjawab dengan pukulan ke muka, pleg, pleg, gedebug. Sementara istri terjatuh, Pujiadi kabur bersama WIL-nya. Kini Tinuk melapor ke Polres Sidoarjo dengan mengusung pasal KDRT.
Itulah lelaki, bisa masak sedikit pera langsung berlagu.

sumber

derita punya istrinya stw buruk rupa
ada yang minat ilustrasi?